JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) tengah menyiapkan payung hukum yang memuat relaksasi administrasi untuk wajib pajak yang terdampak bencana alam pada awal 2021. Langkah otoritas tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (21/1/2021).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas tengah menyusun payung hukum yang memuat keringanan administrasi pajak. Beleid tersebut akan dirilis dalam waktu dekat.
“Betul, kita sedang siapkan [relaksasi administrasi pajak bagi wajib pajak terdampak bencana alam]. Ditunggu saja,” katanya.
Beberapa bencana alam yang telah mendapat status tanggap darurat bencana pada awal tahun ini antara lain tanah longsor di Sumedang Jawa Barat, banjir di Kalimantan Selatan, serta gempa di Majene Sulawesi Barat.
Selain mengenai rencana pemberian relaksasi administrasi pajak untuk wajib pajak terdampak bencana alam, ada pula bahasan tentang upaya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menangani shadow economy.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pemberian relaksasi bagi wajib pajak terdampak bencana alam sudah pernah dilakukan. Salah satunya adalah saat terjadi bencana alam tsunami Selat Sunda pada 2018. Simak artikel ‘Pemerintah Beri Kelonggaran Administrasi bagi WP Terdampak Tsunami’.
Hestu menjabarkan pemberian relaksasi administrasi bagi wajib pajak terdampak bencana alam mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, status pemerintah pusat terkait bencana alam. Kedua, adalah keputusan terkait jangka waktu periode tanggap darurat.
“Jadi sambil kami pelajari dulu mengenai penetapan status bencana atau [masa] tanggap daruratnya,” ujarnya. (DDTCNews)
Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan kepada PPATK untuk menyelesaikan masalah shadow economy guna mendukung penindakan tindak pidana pencucian uang, pidana pendanaan terorisme, hingga pidana perpajakan.
“Hasil analisis kami soal shadow economy menunjukkan memang di negara berkembang, size dari shadow economy itu bisa 20% hingga 40% dari PDB. Ini tidak sedikit. Kalau kita bisa menangani shadow economy maka tax ratio akan sangat naik,” ujar Dian. (DDTCNews)
Terdapat 4 aspek yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk meningkatkan kapabilitas dalam mengidentifikasi dan memberantas tindak pidana perpajakan.
Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan masih terdapat tantangan dalam aspek fundamental hingga struktural yang perlu ditangani terkait dengan upaya peningkatan kapabilitas dalam mengidentifikasi dan memberantas tindak pidana perpajakan.
Salah satunya terkait dengan sistem perpajakan di Indonesia yang masih perlu diperkuat dengan basis data dan informasi. Pasalnya, dalam konteks perpajakan yang menganut sistem self-assessment, otoritas pajak bertugas untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Peran data dan informasi sangat penting. Simak artikel ‘Tangani Tindak Pidana Perpajakan, Ini 4 Saran Pakar’. (DDTCNews)
Wajib Pajak yang ingin melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan secara elektronik perlu mengecek dulu koneksi internetnya. Pasalnya, koneksi internet akan menentukan aplikasi pelaporan yang sebaiknya digunakan.
Jika ingin melaporkan SPT tahunan secara elektronik melalui DJP Online, wajib pajak bisa menggunakan aplikasi e-filing atau e-form. Penggunaan e-filing disarankan untuk wajib pajak yang mempunyai koneksi internet yang cukup baik.
“Mau lapor SPT tapi internet lemot? E-form solusinya,” demikian pernyataan DJP dalam penjelasan mengenai e-form melalui Twitter. Simak artikel ‘Lapor SPT Pakai e-Filing atau e-Form? Cek Dulu Koneksi Internet Anda’. (DDTCNews)
Hingga 31 Desember 2020, total SPT tahunan yang diterima Ditjen Pajak (DJP) mencapai 14,76 juta. Dengan total wajib pajak wajib SPT mencapai 19 juta maka rasio kepatuhan formal pada 2020 mencapai 78%, lebih tinggi dari capaian tahun sebelumnya 72,9%.
“Pascamengadopsi serangkaian teknologi teleworking, tingkat kepatuhan pada 2020 ternyata tidak terimbas negatif. Bahkan, rasio kepatuhan tahun 2020 justru mengalami peningkatan,” tulis Kementerian Keuangan pada laporan APBN Kita edisi Januari 2020. (DDTCNews/Kontan)