Kata DJP, Perlu Standardisasi Kurikulum dan Kompetensi Konsultan Pajak

JAKARTA, Kolaborasi perlu dijalankan dalam penyusunan standardisasi kurikulum perpajakan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan profesional yang kompeten mengingat perkembangan dunia perpajakan sangat dinamis.  

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan konsep merdeka belajar menjadi peluang untuk meningkatkan kolaborasi guna menciptakan ekosistem perpajakan di Indonesia yang lebih baik.

“Ini menjadi peluang untuk meningkatkan berkolaborasi guna menyusun standardisasi bahan ajar atau kurikulum yang diperlukan dan dapat menjadi pedoman,” ujar Hestu dalam webinar bertajuk Kampus Merdeka dan Kurikulum Baru Menuju Profesi Konsultan Pajak, Kamis (15/10/2020)

Hestu juga menekankan perlunya peninjauan kurikulum yang sudah berjalan di fakultas agar selalu sesuai dengan dinamika isu perpajakan. Menurutnya, kolaborasi juga perlu diarahkan untuk menyusun suatu standardisasi kompetensi profesi konsultan pajak.

“Bagaimana best practice ke depan, itu nanti [terkait dengan] profesi konsultan harus dimulai dari aspek edukasinya mulai standarisasi bahan ajar, kurikulum, dan kompetensinya,” ujar Hestu

Dalam kesempatan tersebut, Hestu juga menjabarkan strategi DJP dalam mengotimalkan literasi perpajakan melalui program inklusi perpajakan. Program ini terdiri atas 3 pilar, yaitu kerja sama dan regulasi, materi edukasi, dan kampanye.

Adapun kerja sama tersebut dijalin dengan berbagai institusi. Selanjutnya, empat mata kuliah wajib umum bagi seluruh jurusan perguruan tinggi sudah memasukkan muatan kesadaran pajak. Selain itu, DJP juga menjalin kerja sama dengan konsultan, platform marketplace, dan relawan pajak.

“Inilah ekosistem yang ingin kita bangun dalam dunia pendidikan, literasi dan edukasi perpajakan supaya bisa bergerak bersama-sama dan membangun suatu ekosistem perpajakan yang lebih baik ke depannya,” imbuh Hestu.

Dekan FEB UI Beta Yuliana Gitaharie mengatakan kebijakan merdeka belajar yang menjadi aspek pembahasan dalam webinar kali ini terbuka dan mendorong kolaborasi untuk komunikasi yang lebih baik antardisiplin ilmu. Hal ini termasuk kolaborasi dengan praktisi dan asosiasi profesi terkait.

Beta menuturkan interaksi antarprofesi dan keilmuan terkait dengan perpajakan perlu lebih sering dilakukan, termasuk dalam pengembangan kurikulum perpajakan. Hal ini ditujukan untuk menjawab tantangan dari perkembangan ekonomi dan teknologi yang terus bertransformasi

“Kurikulum yang fleksibel dan adaptif terhadap kompetensi yang dibutuhkan perlu disusun untuk kebutuhan di masa mendatang. Kurikulum perpajakan juga perlu terus berevolusi agar semakin relevan dan dapat menjawab perkembangan keilmuan hingga menguatkan kebijakan perpajakan,” kata Dahlia.

Dekan FH UGM Sigit Riyanto menyatakan pendidikan di perguruan tinggi harus bertransformasi. Adapun transformasi itu tidak hanya dari segi kurikulum, tetapi juga metode dan substansi pembelajaran yang diberikan pada mahasiswa.

Webinar-webinar seperti ini akan memberikan inspirasi dan dukungan untuk melakukan transformasi pada perguruan tinggi, termasuk juga bagaimana menyiapkan skill, pengetahuan, dan cara menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi,” ujar Sigit.

Sebagai informasi, penyelenggaraan webinar merupakan hasil kerja sama antara Tax Education and Research Center (TERC) FEB UI dengan Indonesian Center for Tax Law (ICTL) UGM dan Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi).