JAKARTA, Penurunan tingkat kemenangan Ditjen Pajak (DJP) dalam sengketa di Pengadilan Pajak menjadi sorotan media nasional pada hari ini, Selasa (19/5/2020).
Berdasarkan Laporan Kinerja 2019 DJP, jumlah putusan Pengadilan Pajak atas banding dan gugatan pada 2019 sebanyak 6.763 putusan atau naik dibandingkan posisi tahun sebelumnya 6.034 putusan. Namun, tingkat kemenangan DJP pada 2019 hanya 40,54%, turun dibandingkan pada 2018 sebesar 43,54%.
Penurunan jumlah putusan yang mempertahankan objek banding/gugatan di Pengadilan Pajak, menurut DJP, setidaknya disebabkan oleh empat hal. Pertama, banyaknya kasus koreksi ketentuan formal yang dimentahkan oleh hakim (NSFP diterbitkan sebelum tanggal jatah nomor seri dan SPT masa PPh Pasal 26 yang tidak ada DGT 1).
Kedua, perencanaan strategi pemenangan kasus yang belum optimal. Ketiga, kualitas koreksi pemeriksaan yang masih banyak menyalahi aturan sehingga menyebabkan posisi DJP di Pengadilan Pajak menjadi lemah.
Keempat, cara pandang majelis hakim yang lebih mengedepankan substantive dan mengabaikan fungsi peraturan pajak yang lainnya (menjaga ketertiban di bidang administrasi perpajakan).
Selain itu, sejumlah media juga menyoroti pelebaran outlook defisit anggaran pada tahun ini yang awalnya 5,07% (sesuai Perpres 54/2020) menjadi sekitar 6,27% terhadap produk domestik bruto (PDB). Pelebaran ini dikarenakan tingginya belanja di saat penerimaan turun.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengungkapkan salah satu strategi yang dilakukan agar tingkat kemenangan otoritas di Pengadilan Pajak membaik adalah dengan pengawasan berbasis kewilayahan.
Melalui pengawasan berbasis kewilayahan, otoritas bisa melakukan pendekatan kepada wajib pajak agar potensi sengketa pajak bisa diminimalisasi. Pengawasan secara komprehensif dilakukan dengan memadukan account representative (AR) dengan pemeriksa pajak.
“Dan mengedepankan self correction dari wajib pajak agar tidak dilakukan pemeriksaan sehingga akan menurunkan potensi sengketa pajak,” kata Hestu. Simak artikel ‘Mulai Hari Ini, KPP Pratama Jalankan Pengawasan Berbasis Kewilayahan’. (Kontan)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan outlook defisit APBN 2020 yang lebih besar disebabkan adanya kontraksi yang kuat di sisi penerimaan negara. Sebaliknya, belanja justru meningkat karena ada pandemi virus Corona.
Pendapatan negara diprediksi akan turun 13,6% dari realisasi tahun lalu atau hanya mencapai Rp1.691,6 triliun. Adapun target pendapatan negara pada Perpres 54/2020 sebelumnya dipatok sebesar Rp1.760,9 triliun. Simak artikel ‘APBN Perubahan 2020, Penerimaan Pajak Turun 23,65% dari Target Awal’.
Kemudian, belanja negara diperkirakan mencapai Rp2.720,1 triliun atau bertambah Rp106,3 triliun dari postur APBN yang diatur Perpres 54/2020. Tambahan belanja disebabkan adanya penambahan kompensasi Rp76,08 triliun pada PT PLN dan PT Pertamina. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews).
Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1/2020, pemerintah telah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% menjadi 20% secara bertahap.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan sudah mulai berlaku tahun ini dengan tarif 22%. Hal ini diproyeksi membantu pelaku usaha memperbaiki arus kas perusahaannya di tengah pandemi virus Corona.
"Dalam Perpu juga sudah dilakukan penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Ini berarti korporasi mendapatkan atau diringankan sekitar Rp20 triliun sendiri,” katanya. (DDTCNews)
Menindaklanjuti PMK 231/2019, Dirjen Pajak menerbitkan keputusan yang memuat penerbitan NPWP baru dan/atau pengukuhan PKP bagi instansi pemerintah secara jabatan.
Keputusan yang dimaksud adalah Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-237/PJ/2020. Beleid yang tetapkan Dirjen Pajak Suryo Utomo tersebut mulai berlaku pada 13 Mei 2020. Keputusan ini terdiri dari 3.055 halaman dengan 3.051 halaman diantaranya adalah lampiran. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Rilis Keputusan Total 3.055 Halaman, Apa Isinya?’. (DDTCNews)
Melalui Pengumuman No. PENG-5/PJ.09/2020 Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengumumkan perpanjangan otomatis masa berlaku surat keputusan pemusatan tempat PPN terutang yang berakhir pada masa pajak Maret—Juli 2020.
“Diperpanjang masa berlakunya sampai dengan 5 tahun tanpa perlu adanya pemberitahuan secara tertulis dari PKP dan tanpa adanya penerbitan produk surat keputusan persetujuan pemusatan PPN terutang yang baru,” ujar Yoga. (DDTCNews)
Pemerintah menyiapkan sanksi administrasi hingga pemutusan akses jika pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tidak mematuhi ketentuan perpajakan dalam Perpu 1/2020.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan ada ancaman sanksi untuk pelaku PMSE yang tidak mematuhi pengenaan PPN mulai 1 Juli 2020 (sesuai PMK 48/2020). Ketentuan lanjutan mengenai pengenaan sanksi itu akan diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK) tersendiri. Simak artikel ‘Soal Ketentuan Sanksi Pelaku PMSE yang Bandel, Ini Kata DJP’. (DDTCNews)