PEMBELIAN kendaraan bermotor tidak luput dari adanya tanggung jawab pembayaran pajak. Pajak terutang yang timbul akibat pembelian kendaraan tidak hanya pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan barang mewah (PPnBM)
Lebih luas dari itu, pembelian kendaraan juga terutang pajak kendaraan bermotor (PKB) sebagai implikasi dari kepemilikan kendaraan. Selain itu, pembelian kendaraan juga terutang bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Lantas, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan BBNKB?
Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka 14 UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BBNKB adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke badan usaha.
Adapun yang dimaksud dengan kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lain.
Peralatan penggerak itu berfungsi mengubah energi tertentu menjadi tenaga penggerak kendaraan. Definisi kendaraan bermotor mencakup alat berat yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen, serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Kendati alat berat tercakup dalam definisi kendaraan dan sebelumnya termasuk objek BBNKB, alat berat kini tidak lagi diklasifikasikan kendaraan bermotor yang dipungut pajak. Hal ini didasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XV/2017 tentang pengujian UU PDRD.
Putusan tersebut memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk dalam jangka waktu 3 tahun melakukan perubahan terhadap UU PDRD, khususnya berkenaan dengan pengenaan pajak alat berat.
Dengan demikian pemungutan pajak atas alat berat masih tetap dapat dilakukan selama 3 tahun setelah putusan Mahkamah Konstitusi dikeluarkan dan sepanjang belum ada regulasi baru.
Pemungutan PKB saat ini berdasarkan UU No.28/2009 (UU PDRD) Pasal 9 sampai dengan Pasal 15. Dalam ketentuan terdahulu, PKB diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No.18/1997. Dalam undang-undang tersebut PKB ditetapkan sebagai pajak daerah tingkat I dengan tarif paling tinggi 10%.
Namun, UU No.18/1997 tidak menjabarkan definisi BBNKB dan kendaraan bermotor. Kendati demikian, kendaraan air dianggap tercakup dalam ketentuan BBNKB. Seiring dengan diundangkannya UU No.34/2000 istilah kendaraan bermotor diperluas dan dilakukan pemisahan secara tegas.
Hal ini membuat BBNKB diperluas menjadi bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Oleh karenanya, kala itu beberapa provinsi memungut BBNKB dan bea balik nama kendaraan di atas air (BBNKAA) sebagai jenis pajak yang terpisah.
Akan tetapi, diundangkannya UU PDRD pada 2009 mengubah kembali istilah BBNKB dan BBNKAA menjadi hanya BBNKB. Meskipun berubah kembali menjadi BBNKB, UU PDRD menegaskan jika kendaraan di atas air termasuk bagian dari kendaraan bermotor.
Definisi tegas atas kendaraan bermotor ini menjadi dasar hukum yang kuat jika BBNKB tidak hanya menyasar kendaraan yang beroperasi di darat tetapi juga di atas air. Namun, pengenaan PKB pada dasarnya tidak mutlak ada pada setiap provinsi yang ada di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan ke pemerintah provinsi untuk mengenakan atau tidak mengenakan jenis pajak provinsi. Untuk itu, apabila provinsi ingin mengenakan BBNKB harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang BBNKB yang menjadi dasar hukum.
Pemungutan BBNKB
PEMUNGUTAN BBNKB didasarkan nilai jual kendaraan bermotor (NJKB), yang juga dipakai dalam ketentuan PKB. NJKB tersebut adalah NJKB pada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tabel Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak PKB dan BBNKB. Simak “Apa Itu Pajak Kendaraan Bermotor?”
NJKB selanjutnya ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan tabel yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri. Namun, apabila Menteri Dalam Negeri belum menetapkan NJKB atas suatu jenis kendaraan maka gubernur dapat menetapkan NJKB berdasarkan harga pasaran umum (HPU).
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dan (2) UU PDRD, tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% untuk penyerahan pertama dan 1% untuk penyerahan kedua dan seterusnya.
Namun. khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif ditetapkan paling tinggi 0,75% untuk penyerahan pertama dan 0,075% untuk penyerahan kedua, dan seterusnya.
Adapun yang dimaksud dengan penyerahan pertama adalah penyerahan langsung dari dealer yang berarti kendaraan baru. Sementara itu, yang dimaksud dengan penyerahan kedua berarti penyerahan kendaraan bekas.