GLOBALISASI ekonomi dan transformasi digital telah memacu inovasi dan efisiensi, termasuk dalam kegiatan bisnis yang kini bisa beroperasi tanpa membutuhkan kehadiran fisik. Selain itu, bervariasinya peraturan pajak antarnegara memicu berkembangnya skema perencanaan pajak agresif.
Hal ini membuat aturan pajak internasional yang dirancang lebih dari seabad lalu tidak lagi relevan. Kelemahan tersebut menciptakan peluang praktik pengalihan laba (profit shifting) yang akan menggerus basis pajak suatu yurisdiksi.
Untuk itu, ketentuan pajak internasional perlu direformasi agar dapat memastikan keuntungan dikenakan pajak di tempat kegiatan ekonomi berlangsung dan penghasilan diciptakan. Reformasi sistem pajak internasional bertumpu pada kesepakatan yang dikoordinasikan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
OECD menuangkan berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada melalui skema yang dikenal sebagai Pilar 1 dan Pilar 2. Adapun Pilar 1 berfokus pada nexus dan alokasi laba. Sementara itu, Pilar 2 salah satunya berfokus pada pajak minimum global (global minimum tax).
Pada dasarnya usulan yang dituangkan dalam Pilar 2 dimaksudkan untuk mengatasi masalah Base Erosion And Profit Shifting (BEPS) yang tidak teratasi dengan peraturan anti-penghindaran pajak lainnya.
Sebelumnya, perhatian masyarakat dan para pemangku kebijakan lebih banyak pada Pilar 1 dari Unified Approach. Namun, belakangan pembicaraan mengenai global minimum tax yang menjadi bagian dari Pilar 2 menguat.
Hal ini terjadi terutama setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden menjadikan global minimum tax sebagai salah satu rencana kebijakan pajaknya. Rencana kebijakan pajak Biden tersebut tertuang dalam dokumen berjudul The Made in America Tax Plan. Lantas, apa itu global minimum tax?
Definisi
SECARA sederhana, global minimum tax merupakan nilai pajak minimum yang harus dibayarkan oleh setiap perusahaan multinasional domestik yang memperoleh penghasilan dari luar negeri.
Aturan ini ditujukan untuk memastikan perusahaan multinasional domestik membayar tingkat pajak minimum di manapun kantor pusat dan yurisdiksi tempat mereka beroperasi.
Melalui rezim global minimum tax ini, akan terdapat besaran tarif pajak efektif minimum atas laba yang diperoleh perusahaan multinasional melalui skema yang disebut income inclusion rule (IRR) bersama dengan under taxed payments rule (UTPR) sebagai aturan sekunder
IRR mengharuskan perusahaan untuk memperhitungkan bagian proporsional dari penghasilannya jika tidak dikenakan pajak pada tingkat minimum. Sementara itu, UTPR merupakan aturan sekunder dan hanya berlaku jika entitas konstituen belum tunduk pada IIR (OECD, 2020).
Melalui rezim ini, terdapat nilai pajak minimum yang harus dibayarkan oleh setiap perusahaan multinasional domestik yang memperoleh penghasilan dari luar negeri.Pada dasarnya, konsep global minimum tax memiliki kesamaan dengan alternative minimum tax (AMT).
Adapun AMT merupakan skema pengenaan pajak alternatif yang didesain untuk menghindari perusahaan dari tidak membayar pajak atau membayar terlalu kecil dibandingkan dengan penghasilan mereka.
Dalam penerapannya, perusahaan akan membayar pajak terutang yang memiliki nilai tertinggi antara hasil perhitungan dengan rezim pajak normal PPh Badan dan rezim AMT. Dengan kata lain, AMT merupakan suatu perlindungan (safeguard) atas praktik penghindaran dan pengelakan pajak oleh perusahaan (Kristiaji, 2018).
Dengan tujuan yang sama, global minimum tax ditujukan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang merugikan (harmful tax avoidance) atau praktik pengalihan laba (profit shifting) ke negara dengan tingkat pajak yang lebih rendah (International Monetary Fund, 2019).
Perbedaannya dengan AMT adalah global minimum tax merupakan pajak tambahan yang harus dibayar perusahaan yang tidak memenuhi tingkat minimum pembayaran pajak. Perbedaan lainnya adalah penerapan global minimum tax dilakukan dalam tingkat global atau antaryurisdiksi atas penghasilan perusahaan multinasional.
Sementara itu, berdasarkan policy paper Pemerintah Jerman, global minimum tax hanya diterapkan apabila suatu yurisdiksi atau negara mengenakan PPh atas perusahaan multinasional terlalu rendah atau bahkan tidak mengenakan pajak sama sekali.
Misalnya, karena yurisdiksi atau negara tersebut memberlakukan tarif atau ketentuan khusus. Adapun penerapan minimum tax ini dilakukan pada negara domisili dari kantor pusat, perusahaan induk, atau yurisdiksi tempat barang atau jasa terkait dijual atau dibayar atau market jurisdiction (Dhora, 2019).
AS menjadi negara yang sudah menerapkan konsep global minimum tax melalui skema Global Intangible Law Tax Income (GILTI). Secara teknis, menurut DiFilippo (2018) ketentuan ini berfungsi sebagai global minimum tax yang ditujukan pada semua pemegang saham AS atas controlled foreign company (Dhora, 2019).