Apa Itu Royalti?
KAMUS PAJAK

DEFINISI royalti yang tercantum dalam undang-undang perpajakan berbagai negara sangat beragam. Begitu pula dengan definisi royalti yang termaktub dalam berbagai perjanjian pajak (tax treaties) juga berbeda-beda (IBFD, 2015).

Padahal, klasifikasi penghasilan sebagai royalti dalam konteks internasional merupakan hal yang penting. Pasalnya, banyak negara, khususnya negara berkembang, mengenakan pajak atas royalti yang dibayarkan kepada nonresiden.  

Sementara itu, tax treaty cenderung membatasi, baik secara keseluruhan sesuai dengan OECD Model maupun sebagian, hak pemajakan negara sumber atas royalti.

Lantas, sebenarnya apa definisi royalti dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan dalam undang-undang perpajakan Indonesia?

Definisi Royalti dalam P3B
SECARA umum, royalti didefinisikan sebagai pembayaran untuk penggunaan aset tak berwujud (intangible asset) (Holmes, 2007). Namun, kini definisi royalti juga mencakup pembayaran atas penggunaan hak kekayaan intelektual (intellectual property).

Untuk tujuan pajak internasional, pengertian royalti dalam P3B  umumnya mengikuti model yang dikembangkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) maupun model yang dikembangkan oleh United Nations (UN).

Adapun aspek pajak internasional atas royalti, termasuk pengertiannya, pada OECD Model dan UN Model diatur dalam Pasal 12.  Secara lebih rinci, Pasal 12 ayat (2) OECD Model mendefinisikan royalti sebagai berikut.

“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi, paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan”

Sementara itu, UN Model memberikan definisi royalti yang lebih luas. Hal ini lantaran ada jenis pembayaran yang termasuk dalam penghasilan royalti berdasarkan UN Model, tetapi tidak lagi termasuk dalam OECD Model. Mengacu Pasal 12 ayat (3) UN Model, definisi royalti adalah sebagai berikut.

“Setiap pembayaran dalam bentuk apa pun yang diterima sebagai imbalan atas penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta kesusastraan, karya seni, atau karya ilmiah termasuk film-film sinematografi, atau film atau pita-pita yang dipakai untuk penyiaran radio atau televisi, paten, merek dagang, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, atau untuk menggunakan, atau hak untuk menggunakan, perlengkapan perindustrian, perdagangan atau ilmiah atau atas informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan”.

Definisi royalti dalam OECD Model dan UN Model dimaksudkan agar mempunyai pengertian (interpretasi) tersendiri (exhaustive). Dengan demikian, makna sehari-hari (ordinary meaning) ataupun pengertian menurut ketentuan domestik negara pihak P3B tidak dapat dijadikan sebagai acuan.

Namun ketentuan domestik dapat dijadikan acuan untuk melakukan interpretasi atas istilah dalam definisi royalti tersebut. Pembahasan lebih terperinci mengenai definisi royalti dalam P3B dapat disimak dalam buku ‘Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi’ yang dirilis DDTC pada 2017.

Definisi Royalti dalam UU PPh
DALAM lanskap domestik, definisi royalti terkait dengan pajak penghasilan (PPh) tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Penjelasan pasal tersebut menyatakan royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas 6 hal.

Pertama, penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.

Kedua, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah. Ketiga, pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.

Keempat, pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan itu pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:

(i).   Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

(ii).  Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.

(iii). Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.

Kelima, penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.

Keenam, pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Definisi Royalti dalam Bea Masuk
SELAIN dalam UU PPh, terdapat pula definisi royalti yang berkaitan dengan ketentuan deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dan pembayaran inisiatif (voluntary payment) atas nilai pabean untuk penghitungan bea masuk.

Mengacu pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.04/2020, royalti adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang mengandung Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).

Tidak hanya dalam undang-undang perpajakan, definisi dan ketentuan yang berkaitan dengan royalti di antaranya juga diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Undang-Undang No.13 Tahun 2016 tentang Paten.