PERJANJIAN Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda antara 2 negara. Namun, dalam praktiknya tax treaty berpotensi membuka kemungkinan penyalahgunaan manfaat, salah satunya melalui skema treaty shopping.
Treaty shopping secara ringkas dapat digambarkan sebagai upaya untuk mendapatkan manfaat dari tax treaty oleh pihak yang sebenarnya tidak berhak atas manfaat tax treaty tersebut. Treaty shopping ini salah satunya dilakukan dengan mendirikan special purpose company.
Special purpose company ini juga dikenal dengan special purpose entities atau special purpose vehicle. Selain itu, special purpose company relevan dengan istilah letter box company, money box company, paper company, dan shell company. Lantas apa itu special purpose company?
DefinisiMERUJUK pada IBFD International Tax Glossary (2015), special purpose vehicle adalah entitas yang dibentuk untuk berpartisipasi dalam pengaturan keuangan terstruktur atau transaksi investasi yang biasanya sebagai bagian dari rencana pengurangan atau penghindaran pajak.
Sementara itu, mengutip dari OECD Glossary Statistical Terms, special purpose entities adalah entitas yang secara umum terorganisir atau didirikan dalam perekonomian selain perekonomian di mana perusahaan induk berada.
Special purpose entities ini terlibat terutama dalam transaksi internasional tetapi tidak ada atau hanya sedikit terlibat dalam operasi lokal. Adapun special purpose entities ini dapat berbentuk conduit company, letter box company, money box company, paper company, atau shell company.
OECD Glossary Tax Terms mendefinisikan conduit company sebagai perusahaan yang didirikan untuk penghindaran pajak, di mana penghasilan dibayar perusahaan ke conduit company dan didistribusikan kembali oleh perusahaan itu ke pemegang sahamnya sebagai dividen, bunga, royalti, dll.
Secara lebih luas, berdasarkan IBFD International Tax Glossary (2015), conduit company dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang berhak atas manfaat perjanjian pajak sehubungan dengan penghasilan yang timbul di negara asing, keuntungan ekonomi yang diperoleh orang-orang di negara lain yang tidak berhak atas perjanjian tersebut jika mereka menerima penghasilan secara langsung.
Hal itu dapat dicapai misalnya dengan meminjamkan penghasilan ke orang-orang tersebut, menginvestasikan kembali penghasilan untuk keuntungan utamanya, atau mendistribusikan melalui dividen (bebas pajak). Back-to-back loan merupakan contoh pemanfaatan conduit company.
Conduit company umumnya tidak dikenakan pajak atau dikenakan pajak secara minim berdasarkan undang-undang domestik atau karena penghasilan dibayar dalam bentuk yang dapat dikurangkan dari pajak.
Dengan demikian, conduit company memainkan peran utama dalam treaty shopping. P3B kini semakin memuat pembatasan pemberian manfaat yang secara khusus ditujukan untuk mencegah penyalahgunaannya melalui conduit company.
Sementara itu, letter box company/money box company/paper company/shell company merupakan istilah populer yang mengacu pada perusahaan yang secara resmi bergabung dan terdaftar di bawah hukum yurisdiksi tertentu tetapi tidak memiliki substansi bisnis lebih lanjut.
Perusahaan semacam itu biasanya berbasis di negara dengan pajak rendah atau tanpa pajak dan digunakan untuk mengakumulasi keuntungan yang dialihkan dari negara dengan pajak tinggi (IBFD,2015).
Definisi dalam Aturan Domestik
KETENTUAN mengenai special purpose company atau special purpose vehicle atau conduit company di antaranya tercantum dalam dalam Pasal 18 ayat (3b) dan ayat (3c) UU Pajak Penghasilan (PPh), PMK No.140/PMK/2010, PMK No. 258/PMK.03/2008 dan PMK No.127/PMK.010/2016.
Merujuk Pasal 1 angka 2 PMK No. 258/PMK.03/2008 perusahaan antara (special purpose company atau conduit company) adalah:
“Perusahaan yang dibentuk untuk tujuan penjualan atau pengalihan saham perusahaan, yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, atau bentuk usaha tetap di Indonesia.”
Definisi ini berkaitan dengan kepentingan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas penghasilan dari pengalihan atau penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3c) UU PPh.
Sementara itu, Pasal 2 ayat (4) PMK No.127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan UU No.11/2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle, mendefinisikan special purpose vehicle sebagai:
“Perusahaan antara yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti untuk pembelian dan/atau pembiayaan investasi, dan tidak melakukan kegiatan usaha aktif.”