SEBAGAI pajak yang bersifat objektif, keberadaan dan keadaan objek pajak pada pajak bumi dan bangunan (PBB) sangat penting. Keadaan objek, misalnya luas tanah dan bangunan, akan sangat memengaruhi jumlah pajak terutang.
Oleh karena itu, proses awal yang dilakukan sebelum objek pajak dikenakan PBB adalah proses pendataan. Proses pendataan ini merupakan tahap pengumpulan data objek yang nantinya akan menjadi salah satu dasar dalam melakukan penilaian dan penetapan nilai PBB terutang.
Proses pendataan dilakukan dengan menggunakan sarana berupa SPOP untuk objek berupa tanah dan LSPOP jika terdapat bangunan di atasnya, sedangkan untuk data-data tambahan dilaporkan dengan menggunakan LKOK. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan SPOP, LSPOP, dan LKOK?
Definisi
PBB pada awalnya merupakan pajak pusat yang alokasi penerimaannya dialokasikan ke pemerintah daerah dengan proporsi tertentu. Namun, setelah disahkannya UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), wewenang pemungutan PBB sektor perkotaan dan pedesaan berada di tangan pemerintah daerah.
Sementara itu, wewenang pemungutan PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya tetap berada di pemerintah pusat. Segmentasi wewenang pemungutan PBB membuat adanya istilah PBB-P2 dan PBB-P3. Simak Kamus ‘Beda PBB-P2 dan PBB-P3’.
Merujuk pada Pasal 1 angka 4 UU PBB, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut UU PBB.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 51 UU PDRD, SPOP adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Perdirjen Pajak No. PER-19/PJ/2019 yang mengatur tentang SPOP PBB-P3, SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan UU PBB.
SPOP tersebut dilampiri dengan Lampiran SPOP (LSPOP) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan SPOP. Adapun Pasal 1 angka 7 PER-19/PJ/2019 mendefinisikan LSPOP sebagai formulir yang digunakan oleh subjek pajak atau wajib pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak.
Merujuk pada PMK No.208/PMK. 07/2018 yang mengatur tentang PBB-P2, Lembar Kerja Objek Khusus (LKOK) adalah formulir tambahan yang dipergunakan untuk menghimpun data tambahan atas objek pajak yang mempunyai kriteria khusus dan belum tertampung dalam SPOP dan LSPOP.
Adapun SPOP harus diisi dengan benar jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada KPP (untuk PBB-P3) atau kepada (Kepala Daerah atau Bapenda untuk PBB-P2) selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.
Berdasarkan SPOP yang telah disampaikan oleh wajib pajak inilah dirjen pajak akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB-P3 dan Kepala Daerah akan menerbitkan SPPT PBB-P2. Ketentuan lebih lanjut mengenai SPOP, LSPOP, dan LKOK dapat disimak dalam UU PBB dan UU PDRD dan aturan turunannya.
Adapun berdasarkan Modul Penilaian PBB yang diterbitkan Kementerian Keuangan (2018), SPOP, LSPOP, dan LKOK digunakan untuk proses penilaian objek PBB secara individual. Penilaian objek PBB dengan cara individual umumnya diterapkan untuk objek pajak nonstandar dan khusus atau yang bernilai tinggi (tertentu).