NILAI jual objek pajak (NJOP) menjadi dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB), baik untuk sektor perkotaan dan perdesaan (PBB-P2) maupun sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (PBB-P3).
Secara sederhana, NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi yang terjadi secara wajar. Namun demikian, apabila tidak terdapat transaksi jual beli maka NJOP ditentukan berdasarkan proses penilaian.
Terdapat tiga pendekatan atau metode yang umumnya dipakai dalam proses penilaian untuk menetapkan NJOP antara lain metode perbandingan harga pasar (market data approach), metode biaya (cost approach), dan metode pendapatan (income approach).
Penggunaan metode tersebut ditentukan berdasarkan jenis objek serta data yang dapat dikumpulkan (Sukada, 2017). Sementara itu, metode penilaian yang digunakan untuk menetapkan NJOP perkebunan mengacu pada pendekatan biaya.
Hal tersebut tercermin dari adanya standar investasi tanaman (SIT) perkebunan (Darwin, 2013). Lantas, apa yang dimaksud SIT dalam PBB Perkebunan?
Definisi
BERDASARKAN Pasal 1 angka 11 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/PJ/2014, Standar Investasi Tanaman (SIT) adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
Besaran SIT perkebunan tersebut ditetapkan oleh kepala kanwil Ditjen Pajak (DJP) setempat setiap tahun untuk masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian, SIT perkebunan dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Kemudian, besaran SIT ditetapkan secara berbeda-beda tergantung pada umur dan jenis tanamannya. Misal, SIT atas tanaman coklat yang berumur satu tahun akan berbeda dengan yang telah berumur lebih dari satu tahun.
SIT tanaman coklat juga berbeda dengan SIT yang ditetapkan untuk tanaman karet meski umurnya sama. Selain itu, SIT yang ditetapkan meliputi SIT tanaman berumur pendek dan SIT tanaman berumur panjang (Darwin, 2014).
Tanaman berumur pendek adalah tanaman yang berumur sampai dengan satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan satu kali dan dibongkar sekali panen. Tanaman tersebut seperti seperti tebu, jarak, tanaman obat-obatan.
Sementara itu, tanaman berumur panjang adalah tanaman yang berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen. Tanaman tersebut seperti kelapa sawit, karet, cengkeh, coklat, dan lainnya.
Perhitungan besaran SIT dipengaruhi oleh empat hal, yaitu satuan biaya tanaman (SBT), satuan biaya pembangunan kebun (SPBK), fase tanaman, dan indeks biaya tanaman (IBT). SBT adalah satuan biaya yang diivestasikan tiap tahun berdasarkan umum dan jenis tanaman.
Lebih lanjut, SPBK adalah satuan biaya tahunan per kegiatan yang meliputi pembukaan lahan dan penanaman (P0), pemeliharaan tahun pertama (P1), dan seterusnya hingga tahun terakhir sebelum tanaman menghasilkan (Pn). SPBK ini diterbitkan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian.
Lalu, fase tanaman digolongkan menjadi fase tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase tanaman menghasilkan (TM). Sementara itu, IBT adalah angka yang digunakan sebagai dasar penentuan SBT untuk fase TM dan disusun oleh DJP (Darwin, 2013).
Saat ini, PER-31/PJ/2014 telah dicabut melalui PER-22/PJ/2020. Selanjutnya, aturan yang saat ini berlaku yaitu Peraturan Menteri Keuangan 186/PMK.03/2019. Namun, PMK tersebut tidak menyebutkan istilah SIT, tetapi ada istilah biaya investasi tanaman.
Biaya investasi tanaman memiliki definisi yang serupa dengan SIT yaitu jumlah biaya tenaga kerja, bahan, dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Namun, berbeda dengan SIT, biaya investasi tanaman ditetapkan oleh dirjen pajak.