Apa Itu Yurisdiksi Partisipan dan Yurisdiksi Tujuan Pelaporan?
KAMUS PAJAK

DITJEN Pajak (DJP) memperbarui daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan untuk automatic exchange of information (AEOI). Pembaruan tersebut tercantum dalam Pengumuman DJP No.PENG-1/PJ/2022 yang ditetapkan pada 10 Maret 2022.

Merujuk pada lampiran PENG-1/PJ/2022, terdapat 113 yurisdiksi yang masuk dalam daftar yurisdiksi partisipan dan 95 yurisdiksi dalam daftar yurisdiksi tujuan pelaporan. Jumlah tersebut bertambah dari sebelumnya 108 yurisdiksi partisipan dan 87 yurisdiksi tujuan pelaporan.

Dengan demikian, jumlah yurisdiksi partisipan bertambah sebanyak 5 yurisdiksi, sedangkan jumlah yurisdiksi tujuan pelaporan bertambah sebanyak 8 yurisdiksi. Penambahan yurisdiksi tersebut sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 16 huruf a dan huruf b PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 19/2018.

Pasal tersebut mengamanatkan kepada dirjen pajak untuk mengumumkan daftar yurisdiksi partisipan dan tujuan pelaporan kepada publik melalui laman resmi DJP ataupun Kementerian Keuangan. Lantas, apa itu yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan?

Definisi
KETENTUAN mengenai yurisdiksi yang berpartisipasi dalam pertukaran informasi secara otomatis (yurisdiksi partisipan) dan yurisdiksi tujuan pelaporan tercantum dalam PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 19/2018.

Berdasarkan beleid tersebut yurisdiksi partisipan adalah yurisdiksi asing yang terikat dengan Pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara otomatis.

Sementara itu, yurisdiksi tujuan pelaporan adalah yurisdiksi partisipan yang merupakan tujuan bagi Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian informasi keuangan secara otomatis.

Kemudian, pertukaran informasi keuangan adalah kegiatan menyampaikan, menerima, dan/atau memperoleh informasi keuangan yang berkaitan dengan perpajakan berdasarkan perjanjian internasional.

Kegiatan pertukaran informasi tersebut memiliki 4 tujuan, antara lain: mencegah penghindaran pajak; mencegah pengelakan pajak; mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak; dan/ atau mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

Sementara itu, pertukaran informasi keuangan secara otomatis adalah pertukaran informasi yang dilakukan pada waktu tertentu, secara periodik, sistematis, dan berkesinambungan atas informasi keuangan yang diperoleh dari lembaga keuangan.

Secara lebih terperinci, wewenang otoritas pajak untuk memperoleh akses informasi keuangan secara otomatis tercantum dalam Pasal 2 PMK 70/2017 s.t.d.t.d PMK 19/2018.

Pasal tersebut memberikan wewenang kepada dirjen pajak untuk mendapatkan akses informasi keuangan dalam rangka kepentingan perpajakan dari Lembaga jasa keuangan (LJK), LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain.

Akses informasi keuangan yang dapat diperoleh dirjen pajak itu meliputi: (i) penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis; dan (ii) pemberian informasi dan/ atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan.

Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis itu dilakukan antara pejabat di Indonesia yang berwenang dan pejabat di yurisdiksi partisipan dan/ atau yurisdiksi tujuan pelaporan yang berwenang untuk melaksanakan pertukaran informasi.

Untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, laporan yang berisi informasi keuangan tersebut disusun berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), kecuali diatur lain dalam PMK.

CRS adalah standar yang berisi pelaporan, prosedur identifikasi rekening keuangan, dan pertukaran informasi yang dirujuk atau diatur dalam perjanjian internasional untuk melakukan pertukaran informasi antarnegara.

CRS tersebut tercantum dalam pokok-pokok pengaturan/batang tubuh bagian II.B, penjelasan (commentaries) bagian III.B dan Annex 5 Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters, beserta perubahannya.

Untuk diketahui, melalui program AEoI, Indonesia dan yurisdiksi/negara mitra akan saling bertukar informasi perpajakan. Informasi yang dipertukarkan itu di antaranya tentang pemotongan PPh yang dibayarkan subjek pajak Indonesia kepada negara mitra atau sebaliknya serta Informasi keuangan nasabah asing (Pasal 5 ayat (2) PMK 39/2017).

Untuk melaksanakan kesepakatan tersebut, otoritas pajak mendapat akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari LJK, LJK Lain atau lembaga keuangan lain seperti lembaga kustodian, lembaga simpanan dan asuransi. 

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 14 Maret 2022