JAKARTA - Sudah sejak lama aktivitas pemeriksaan pajak berada dalam kritik, terutama karena diskresi fiskus yang cukup longgar. Tidak heran, pemeriksaan pun akhirnya seperti menjadi momok yang menyeramkan bagi wajib pajak.
Pernah ada masa ketika wajib pajak bahkan tidak mengetahui alasan yang jelas kenapa ia diperiksa. Sampai akhirnya jatuh Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan koreksi besar, yang memaksanya untuk mengajukan keberatan hingga banding ke Pengadilan Pajak.
Itulah antara lain sebabnya, kenapa hingga kini lebih dari 60% SKP buatan fiskus mentah alias kalah di Pengadilan Pajak. Kekalahan Ditjen Pajak itu pula yang seolah mengonfirmasi kritik, bahwa selama ini pemeriksaan pajak berjalan dengan tidak profesional.
Sebab jika pemeriksaannya dijalankan secara profesional, kekalahannya tentu tidak sebesar itu. Hal inilah yang coba diperbaiki pada masa Dirjen Pajak Robert Pakpahan. Ia pun merilis Surat Edaran (SE) Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan pada 13 Agustus 2018.
Perbaikannya dimulai dari tata cara, tata kelola, hingga serangkaian upaya untuk menjaga kualitas pemeriksaan. Beberapa hal baru diperkenalkan, misalnya Komite Perencanaan Pemeriksaan yang membahas dan menentukan sasaran prioritas pemeriksaan.
Lalu Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) dan Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP). DSP3 adalah daftar wajib pajak sasaran prioritas penggalian melalui pengawasan atau pemeriksaan, sedangkan DSPP adalah daftar wajib pajak yang akan diperiksa.
SE ini juga menetapkan 5 indikator yang dapat digunakan untuk menyusun DSP3 dan DSPP, yaitu: 1) indikasi ketidakpatuhan tinggi, 2) indikasi modus ketidakpatuhan, 3) identifikasi nilai potensi pajak, 4) identifikasi kemampuan membayar, dan 5) pertimbangan Dirjen Pajak.
Di dalam SE ini juga disebutkan bahwa setiap kantor pajak wajib menyusun daftar wajib pajak yang pengawasannya akan diintensifkan, dan terhadap wajib pajak itu dapat diusulkan untuk dilakukan pengujian kepatuhan pajak melalui pemeriksaan.
Singkatnya, dengan SE itu tadi Ditjen Pajak akan lebih selektif dalam menentukan wajib pajak untuk diperiksa, karena Ditjen Pajak harus melakukan seleksi terlebih dahulu. Hanya wajib pajak yang betul-betul layaklah yang akan diperiksa.
Lalu apakah ini SE ini dapat menjawab keluhan wajib pajak? Apakah SE ini mampu mengubah wajah pemeriksaan yang menyeramkan? Apa SE ini bisa signifikan memenangkan Ditjen Pajak di Pengadilan Pajak? Downloadselengkapnya aturan kebijakan pemeriksaan pajak di bawah ini:
Undang-Undang (UU):
Peraturan Pemerintah (PP):
Peraturan Menteri Keuangan (PMK):
Peraturan Direktur Jenderal:
Keputusan Direktur Jenderal:
Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal: