Memahami Konsep Person & Resident dalam P3B
KAMUS PAJAK

SALAH satu ruang lingkup yang diatur dalam tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) adalah mengenai subjek pajak yang dapat memanfaatkan P3B. Dalam Pasal 1 OECD Model maupun UN Model dinyatakan bahwa “This convention applies to persons who are residents of one or both Contracting States”.

Meskipun singkat, pasal ini memiliki peran yang krusial. Sebab, siapa pun yang tidak dapat memenuhi persyaratan sebagai person dan resident pada prinsipnya tidak dapat mengklaim manfaat suatu P3B. Lantas seperti apa konsep person dan resident dalam P3B?

Definisi Person dan Resident

Definisi person diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b OECD Model dan UN Model, yang berbunyi sebagai berikut:

a) the term “person” includes an individual, a company and any other body of persons; b) the term “company” means any body corporate or any entity that is treated as a body corporate for the tax purpose;

Berdasarkan bunyi Pasal 3 ayat (1) huruf a dan huruf b di atas, yang dimaksud dengan person dapat berupa: orang pribadi (individual), badan (company), serta kumpulan orang pribadi dan badan yang merupakan satu kesatuan badan (any other body of persons).

Pengertian ‘company sendiri diartikan sebagai badan hukum (body corporate) atau suatu entitas dalam bentuk apapun (any entity) yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk tujuan pajak. Apabila Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b tersebut disimpulkan, pengertian person adalah sebagai berikut:

  • orang pribadi (individual);
  • badan hukum (body corporate);
  • entitas dalam bentuk apapun (any entity) yang diperlakukan sebagai badan hukum untuk tujuan pajak; dan
  • kumpulan orang pribadi dan badan yang merupakan satu kesatuan badan (any other body of persons).

Adapun ketentuan resident atau subjek pajak dalam negeri (SPDN), baik berdasarkan OECD Model maupun UN Model, diatur secara khusus dalam Pasal 4 ayat (1), (2) dan (3).

Dalam Pasal 4 Ayat (1) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan resident dalam suatu P3B adalah person yang berdasarkan ketentuan domestik dari negara-negara yang mengadakan P3B, terutang pajak di negara-negara tersebut oleh karena domisilinya, tempat kedudukannya, tempat manajemen efektifnya, atau alasan lainnya. Akan tetapi, tidak termasuk dalam pengertian sebagai SPDN apabila hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari dalam negaranya saja.

Perlu dicatat, Pasal 4 OECD Model maupun UN Model tidak memberikan definisi tentang SPDN. Definisi mengenai resident atau disebut SPDN diberikan kepada undang- undang domestik dari kedua negara yang mengadakan perjanjian tersebut.

Dengan demikian, untuk menentukan apakah subjek pajak merupakan resident dari negara yang mengadakan P3B adalah berpedoman pada ketentuan domestik masing-masing negara (Schwarzenhofer, 2005). Namun, definisi resident yang diberikan kepada ketentuan domestik masing-masing negara yang mengikat P3B menimbulkan konsekuensi tersendiri.

Konsekuensinya adalah akan terjadi situasi di mana seorang subjek pajak dapat menjadi resident di kedua negara yang mengikat P3B (dual resident) atau mungkin juga tidak menjadi resident di negara mana pun.

Lebih lanjut, dalam hal terjadi masalah dual resident, untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya pemajakan berganda, sesuai Pasal 4 ayat (2) dan (3) P3B di atas memberikan panduan untuk memecahkan permasalahan dual resident ini, atau yang dikenal dengan sebutan tie breaker rule.

Terlepas dari tidak diberikannya definisi resident atau SPDN dalam model P3B, konsep SPDN merupakan konsep yang penting dalam P3B. Menurut Paragraf 1 OECD Commentary atas Pasal 4, konsep SPDN berguna untuk:

  • menentukan subjek pajak yang dicakup dalam P3B. Atau dengan kata lain, untuk menentukan subjek pajak yang berhak mendapatkan fasilitas yang diberikan dalam P3B;
  • menghilangkan pajak berganda yang diakibatkan adanya SPDN rangkap (dual resident); dan
  • untuk menghilangkan pajak berganda yang diakibatkan oleh pemajakan yang dilakukan oleh negara domisili dan negara sumber atau tempat harta berada.

Di samping itu, pada umumnya pasal-pasal substantif (substantive provisions) hanya bisa diterapkan apabila penerima penghasilan (recepient) atau pemilik modal dan pembayar penghasilan (payer) merupakan SPDN dari negara yang mengadakan P3B (Baker, 2012).