SAAT ini, skema penghindaran pajak—khususnya lintas yurisdiksi—makin kompleks dan terkadang terlambat untuk diikuti pemerintah dalam menutup celah hukum. Untuk itu, perlu ada instrumen khusus dalam mengantisipasi hal tersebut.
Salah satu instrumen yang kerap digunakan tersebut adalah general anti-avoidance rule (GAAR). GAAR merupakan ketentuan antipenghindaran pajak yang bersifat umum yang tidak dibatasi kepada subjek atau objek tertentu.
Dalam GAAR, terdapat salah satu elemen penting yang kerap dibicarakan, yaitu business purpose test. Lantas, apa itu business purpose test?
Definisi
MENURUT IBFD International Tax Glossary (2015), business purpose test adalah kriteria yang kerap digunakan untuk menentukan apakah sebuah transaksi harus dicegah dengan tindakan anti-avoidance atau tidak.
Kriteria ini sering dihubungkan dengan motif penghindaran pajak, tetapi besaran beban penentuan penghindaran pajak akan dikembalikan ke ketentuan tiap negara.
Umumnya, business purpose test menjadi salah satu elemen penting dalam GAAR. Hal ini seperti yang telah diimplementasikan di Spanyol atau seperti tidak diperbolehkannya elemen artifisial (inadequate transaction) di Jerman (Taboda, 2016).
Ditinjau dari sejarahnya, mayoritas negara di Eropa sudah sejak lama menggunakan doktrin business purpose test dalam menguji suatu transaksi, khususnya dalam ranah yudisial. Simak ‘Begini Tren Penerapan General Anti-Avoidance Rule secara Global’.
Dalam aturan domestik, business purpose test menjadi salah satu materi penelitian dalam permohonan penggunaan nilai buku bagi wajib pajak yang akan mengalihkan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha. Ketentuan ini sebagaimana dapat ditemukan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2015 (SE-29/2015).
Sering kali, wajib pajak yang akan mengalihkan hartanya ingin menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha untuk melakukan penghindaran pajak.
Oleh karena itu, business purpose test dibutuhkan untuk memastikan penggunaan nilai buku ditujukan semata-mata hanya untuk tujuan pengembangan bisnis.
Business purpose test wajib dipenuhi wajib pajak yang melakukan merger atau pemekaran usaha, baik dalam bidang usaha yang sama maupun dalam bidang usaha yang tidak sama. Terdapat tiga hal yang harus terlihat dalam hasil business purpose test khususnya untuk permohonan penggunaan nilai buku.
Pertama, merger atau pemekaran usaha bertujuan menciptakan sinergi usaha yang kuat, memperkuat struktur permodalan, dan tidak dilakukan untuk penghindaran pajak.
Kedua, menginformasikan mengenai kerugian atau sisa kerugian fiskal dan komersial, bidang usaha utama, produk atau jasa yang dihasilkan, segmen pasar, jumlah cabang atau jaringan, komposisi kepemilikan, total harta, pajak penghasilan badan yang terutang.
Ketiga, khusus untuk penggabungan usaha, apabila wajib pajak yang menerima pengalihan harta (surviving company) mempunyai kerugian/sisa kerugian maka kerugian tersebut harus lebih kecil dari kerugian/sisa kerugian wajib pajak yang mengalihkan harta (transferor company) berdasarkan sisa kerugian fiskal dan komersial.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 28 April 2022