Kepoin NPWP Terkini
Ditulis : Putri Utami, Mahasiswa RENJANI -Tax Center Universitas Muhammadiyah Bandung
Bandung, 28 Juni 2024
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Peraturan Terkait NPWP tercantum dalam PMK Nomor 136 Tahun 2023 (PMK 136/2023) tentang perubahan atas PMK Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP bagi wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah.
Dalam acara Talkshow BERLIAN episode 5 yang dipandu oleh praktisi dari KPP Pratama Bandung Bojonagara Kak Fakhri dan PERTAPSI Korwil Jabar I diwakili oleh Ibu Yeti seorang akademisi di Politeknik Negeri Bandung mengupas tuntas mengenai NPWP terkini dan sistematika terbaru yang ditetapkan.
Ibu Yeti memaparkan mengenai format NPWP terkini memiliki 16 digit sama dengan jumlah digit NIK yang sebelumnya memiliki 15 digit. Untuk Wajib Pajak nonpenduduk yang sudah memiliki NPWP 15 digit, bisa ditambahkan angka 0 di depan NPWP sehingga jumlah digitnya menjadi 16. Dengan ini berarti, semua administrasi dan aktivitas yang menyangkut perpajakan bagi Orang Pribadi yang memiliki Kewarganegaraan Indonesia bisa menggunakan NIK yang pemadanannya dilakukan paling lambat pada 30 Juni 2024.
Kak Fakhri pun memaparkan bahwa akan ada konsekuensi yang dirasakan Wajib Pajak jika tidak melakukan pemadanan NIK yaitu Apabila Wajib Pajak memiliki data yang tidak valid dan tidak melakukan pemadanan NIK sampai dengan 30 Juni 2024, maka Wajib Pajak tidak bisa memanfaatkan layanan administrasi perpajakan dan administrasi pihak lain yang menggunakan NPWP. Namun demikian DJP juga masih memberikan relaksasi kepada Wajib Pajak untuk tetap dapat mengakses layanan perpajakan maupun menerima pelayanan publik dengan menggunakan NPWP 15 digit hingga 31 Desember 2024. Pemadanan NIK sebenarnya cukup mudah bisa dilakukan secara online melalui portal pajak.go.id maupun melalui KPP terdekat.
Banyak isu yang tersebar di kalangan masyarakat mengenai pemadanan NIK menjadi NPWP bahwa semua orang yang mempunyai NIK harus membayar pajak. Ibu Yeti dan Kak Fakhri menegaskan bahwa anggapan tersebut sangat salah karena jika seseorang membayar pajak atau mempunyai NPWP berarti harus memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Ketentuan syarat subjektif diatur dalam Pasal 2 UU PPh, sedangkan Objek Pajak adalah memiliki penghasilan yang diatur dalam Pasal 4 UU PPh.
Apabila seseorang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak, maka memiliki kewajiban 3M yaitu menghitung, menyetor, dan melapor. Jika seseorang yang sudah memiliki NPWP tetapi penghasilan masih di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maka secara praktis kewajibannya hanya 1 yaitu lapor saja. Jadi tidak semua orang harus membayar pajak, apalagi jika tidak memenuhi semua peryaratan yang sudah ditetapkan.
Jadi dengan banyaknya isu yang beredar di masyarakat, kita sebagai Generasi Muda Sadar Pajak harus mengambil peran untuk meningkatkan kesadaran lingkungan sekitar mengenai dunia perpajakan agar dapat memupuk rasa kepedulian untuk Negeri dan mencapai Indonesia Emas 2045.