4 Bentuk Fasilitas Tax Allowance, Apa Saja?
TAX ALLOWANCE (2)

INVESTASI merupakan salah satu kunci percepatan dan peningkatan pembangunan. Selain itu, investasi juga berperan mengakselerasi perekonomian nasional.

Pada pada uraian sebelumnya telah dijelaskan mengenai syarat dan kriteria agar wajib pajak badan memperoleh fasilitas tax allowance. Dalam artikel ini diuraikan mengenai bentuk fasilitas tax allowance yang berlaku di Indonesia.

Secara umum, ketentuan mengenai tax allowance diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh) beserta aturan turuannya.

Terdapat 2 aturan turunan mengenai tax allowance. Pertama, Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (PP 78/2019).

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.010/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 11/PMK.010/2020 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (PMK 96/2020).

Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (1) huruf a sampai d PP 78/2019, terdapat 4 bentuk fasilitas tax allowance yang diberikan kepada wajib pajak badan.

Pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari nilai penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama. Fasilitas pengurangan penghasilan neto tersebut diberikan secara bertahap selama 6 tahun. Wajib pajak badan setiap tahunnya akan memperoleh pengurangan penghasilan neto sebesar 5%.

Kedua, penyusutan yang dipercepat atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud yang diperoleh dalam rangka penanaman modal. Adapun perincian masa manfaat dan tarif penyusutan atas aktiva tetap berwujud serta tarif amortisasi atas aktiva tak berwujud adalah sebagai berikut.

Ketiga, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah berdasarkan pada perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Pemerintah Indonesia.

Keempat, kompensasi kerugian yang lebih dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Sebagai informasi, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (2) UU PPh, apabila wajib pajak mengalami kerugian fiskal pada suatu tahun pajak, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

Wajib pajak dapat diberikan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian lebih dari 5 tahun, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Penambahan masa kompensasi kerugian tersebut diberikan apabila wajib pajak memenuhi persyaratan tertentu. Adapun penambahan jangka waktu kompensasi kerugian beserta syaratnya diuraikan sebagai berikut.

Merujuk pada Pasal 3 ayat 2 PP 78/2019, tambahan kompensasi kerugian untuk poin 1 dan 2 di atas diberikan atas kerugian pada tahun pajak pertama, kedua, dan/atau ketiga sejak saat mulai berproduksi komersial.

Sementara itu, tambahan kompensasi kerugian untuk poin 3 hingga 9 di atas diberikan atas kerugian yang terjadi sampai dengan jangka waktu pemanfaatan insentif pengurangan penghasilan neto sebesar 30% berakhir. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PP 78/2019.