SEBAGAI negara maritim, sekitar dua pertiga dari luas wilayah Indonesia merupakan perairan. Secara terperinci, Indonesia memiliki wilayah lautan seluas 3,25 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) dengan luas 2,55 juta km2.
Berdasarkan pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), panjang garis pantai Indonesia adalah 95.181 km. Garis pantai Indonesia terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Adapun Kanada memiliki garis pantai sepanjang 202.080 km.
Tidak hanya itu, berdasarkan pada data KKP, Indonesia memiliki sebanyak 16.771 pulau. Dengan bentang alam tersebut, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara maritim, tetapi juga menyandang status sebagai negara kepulauan.
Dengan kedua status tersebut, transportasi air merupakan aspek yang berperan penting bagi Bumi Pertiwi. Menilai adanya peluang di sektor tersebut, baik sektor publik maupun sektor privat mulai mengembangkan perusahaan pelayaran di Indonesia.
Subjek, Objek, dan Tarif
DALAM konteks pajak penghasilan (PPh), wajib pajak perusahaan dalam negeri yang menyediakan jasa pelayaran akan dikenai PPh Pasal 15. PPh itu dikenakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal.
Ketentuan tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 416/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (KMK 416/1996).
Dalam hal ini, terdapat 4 jenis pengangkutan orang dan/atau barang yang dimaksud dalam Pasal 1 KMK 416/1996. Pertama, pengangkutan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia. Kedua, pengangkutan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia.
Ketiga, pengangkutan dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia. Keempat, pengangkutan dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia. Dalam menghitung besaran PPh Pasal 15 yang terutang, perusahaan pelayaran dalam negeri menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).
Oleh sebab itu, peredaran bruto dari objek PPh Pasal 15 akan dikalikan dengan tarif khusus, yakni sebesar 4%, untuk menentukan penghasilan neto. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) KMK 416/1996.
Berikutnya, penghasilan neto akan dikalikan dengan tarif PPh Pasal 15 sebesar 30% untuk menemukan jumlah PPh yang terutang. Secara sederhana, tarif efektif yang berlaku untuk PPh Pasal 15 atas wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah 1,2% dikalikan dengan peredaran bruto.
Pemotongan dan Pelaporan
DALAM tataran teknis, pemotongan dan pelaporan PPh diatur dalam SE-29/PJ.4/1996. Jika penghasilan diperoleh berdasarkan pada perjanjian charter dengan pemotong pajak, pihak pemotong wajib menyetorkan PPh terutang paling lambat tanggal 10 bulan berikut setelah bulan terutangnya PPh. Adapun saat terutangnya PPh adalah saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti.
Di samping itu, pemotong juga wajib menyerahkan bukti pemotongan PPh kepada perusahaan pelayaran dalam negeri dan melaporkan pemotongan PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikut setelah bulan terutangnya PPh. Hal ini dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
Sementara itu, PPh Pasal 15 atas penghasilan yang diperoleh selain dari perjanjian charter dengan pemotong pajak akan disetor dan dilaporkan oleh wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri secara mandiri. Batas waktu penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikut dan pelaporan paling lambat tanggal 20 bulan berikut setelah bulan terutangnya PPh.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 8 September 2022