Ada PPS, Begini Imbauan DJP untuk Wajib Pajak Peserta Tax Amnesty
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Jika masih mempunyai harta yang belum dilaporkan, wajib pajak peserta tax amnesty dapat mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (2/6/2022).

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan jika setelah PPS berakhir ditemukan data yang belum dilaporkan saat tax amnesty, ada pengenaan PPh 30% untuk orang pribadi dan 25% untuk badan. Ada pula sanksi administrasi UU Pengampunan Pajak.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak, atas penghasilan yang belum atau diungkapkan dalam surat pernyataan pengampunan pajak dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

“Akan dikenai PPh 30% [untuk] orang pribadi, [untuk] badan [sebesar] 25%, dan sanksinya 200% dari pajak terutang. Jadi, 90% dari nilai harta itu akan untuk negara, ditagih oleh DJP,” kata Hestu.

Hestu mengatakan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) disampaikan secara elektronik. Berkaca dari penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui e-filing, wajib pajak perlu mewaspadai penumpukan di akhir periode.

Selain imbauan untuk mengikuti PPS, ada pula bahasan terkait dengan rencana peningkatan aktivitas forensik digital sebagai bagian dari upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Imbauan untuk Ikut PPS

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama melihat masih banyak wajib pajak peserta tax amnesty yang seharusnya memanfaatkan PPS. Terlebih, peserta tax amnesty pada 2016-2017 tercatat lebih dari 900.000. Adapun kesempatan untuk mengikuti PPS hanya sampai 30 Juni 2022.

“Untuk peserta tax amnesty yang dulu masih ketinggalan harta-hartanya [masih ada yang belum dilaporkan] entah karena ragu atau masih menginventarisasi, kesempatan ini [PPS] harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” ujar Hestu. (DDTCNews)

Tindak Lanjut PPS

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023 disebutkan pemerintah akan melakukan pengawasan wajib pajak sebagai tindak lanjut PPS. Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, Sri Mulyani mengimbau wajib pajak untuk memanfaatkan PPS.

“Beberapa terobosan dalam APBN 2023 diantaranya pemerintah akan melanjutkan upaya perluasan basis pajak sebagai tindak lanjut PPS,” ujar Sri Mulyani. (DDTCNews)

Aktivitas Forensik Digital

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan aktivitas forensik digital akan ditingkatkan pada tahun depan. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023 disebutkan forensik digital dilakukan dalam konteks untuk menciptakan penegakan hukum yang berkeadilan.

“Hal yang juga penting adalah melakukan percepatan implementasi coretax system dan meningkatkan aktivitas digital forensic untuk mendukung penegakan hukum pajak,” ujar Sri Mulyani. (DDTCNews)

Tidak Lakukan Repatriasi Harta

Wajib pajak peserta PPS tercatat lebih banyak yang memilih untuk tetap menempatkan harta deklarasinya di luar negeri ketimbang merepatriasi dan menginvestasikan di Indonesia sesuai dengan ketentuan PMK 196/2021.

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama mengungkapkan tarif PPh final yang lebih rendah tak serta merta membuat wajib pajak tertarik untuk memulangkan harta deklarasi PPS ke dalam negeri.

"Sebagai contoh wajib pajak yang memiliki bisnis atau usaha di luar negeri, atau kebutuhan wajib pajak untuk berobat, atau kebutuhan lainnya, pada akhirnya semua membutuhkan dana cadangan yang lebih efisien bila ditempatkan di luar negeri," ujar Siddhi. (DDTCNews)

Tarif Bunga

Tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga periode 1 Juni — 30 Juni 2022 lebih tinggi dari patokan bulan lalu

Terdapat 5 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,60% sampai dengan 2,27%. Kelima tarif tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pada periode Mei 2022. Simak artikel ‘KMK Baru! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Juni 2022’. (DDTCNews)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 2 Juni 2022