Upload e-Faktur Lewat Tanggal 15 Di-Reject! Batas SPT Masa PPN Mundur
BERITA PAJAK PEKAN INI

JAKARTA, Terbitnya Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) PER-03/PJ/2022 menjadi topik yang paling banyak dibicarakan netizen selama 1 pekan terakhir. 

Beleid ini menjadi pedoman pelaksana atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 18/2021. Perdirjen teranyar ini sekaligus memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi pengusaha kena pajak (PKP) dalam membuat dan mengadministrasikan faktur pajak. 

Salah satu poin paling menarik perhatian dalam Perdirjen ini adalah ketentuan baru mengenai batas akhir pengunggahan (upload) e-faktur. Disebutkan dalam beleid ini, e-faktur wajib diunggah (di-upload) ke Ditjen Pajak (DJP) menggunakan aplikasi e-faktur dan memperoleh persetujuan DJP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur

Perlu dicatat, ada 2 hal yang membuat sebuah e-faktur mendapat persetujuan DJP. Pertama, nomor seri faktur pajak (NSFP) yang digunakan untuk penomoran e-faktur merupakan NSFP yang diberikan oleh DJP. Kedua, e-faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur.

Dalam Pasal 18 ayat (3) PER-03/PJ/2022 disebutkan e-faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP bukan merupakan faktur pajak. 

DJP lantas memberikan contoh kasus mengenai batas waktu pengunggahan (peng-upload-an) dan persetujuan e-faktur melalui Perdirjen ini:

"PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT H membuat e-faktur pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-faktur dengan mengisi kolom tanggal faktur pajak 18 April 2022. Namun, e-faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan aplikasi e-faktur pada 16 Mei 2022. 

Berdasarkan ketentuan dalam Perdirjen, DJP tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-faktur yang diunggah tersebut karena diunggah setelah tanggal 15 Mei 2022. E-faktur yang tidak memperoleh persetujuan DJP bukan merupakan faktur pajak."

Artikel lengkapnya, baca Catat, e-Faktur Di-upload dan Disetujui DJP Paling Lambat Tanggal 15.

Perdirjen ini juga memuat ketentuan-ketentuan lain yang perlu dipahami oleh pengusaha kena pajak. 

Sesuai dengan Pasal 2, PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terutang dan membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN. 

Di dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP.

Faktur pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3), PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan faktur pajak.

PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.

Artikel lengkapnya, baca DJP Terbitkan Peraturan Baru Soal Faktur Pajak.

Selain 2 topik di atas, pembahasan mengenai terbitnya 14 peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai aturan turunan UU HPP klaster PPN juga ramai dibicarakan warganet. Berikut adalah rangkuman 5 berita terpopuler DDTCNews lainnya yang sayang untuk dilewatkan:

1. Ini Penjelasan Resmi Ditjen Pajak Soal 14 Aturan Baru Turunan UU HPP
Pemerintah resmi menerbitkan 14 aturan turunan berupa PMK untuk mengimplementasikan sejumlah ketentuan dalam UU 7/2021 tentang HPP.

Melalui ke-14 PMK ini, otoritas ingin merumuskan kebijakan yang seimbang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

“Kami berharap agar wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada UU HPP serta aturan turunannya,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Apa saja ke-14 PMK yang baru saja terbit ini? Simak daftar lengkapnya melalui tautan di atas. 

2. Sri Mulyani Revisi Aturan PPN Kegiatan Membangun Sendiri, Cek di Sini
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyesuaikan aturan PPN atas kegiatan membangun sendiri (KMS) menyusul diterbitkannya PMK 61/2022. Beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 itu mencabut dan menggantikan PMK 163/2012.

Merujuk pada PMK 61/2022, KMS adalah kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Bangunan yang dimaksud berupa 1 atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan memenuhi 3 kriteria. Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja.

Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2. 

KMS dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tidak lebih dari 2 tahun.

Bagaimana perhitungan PPN atas KMS? Klik tautan di atas. 

3. Tarif Pajak Naik, Sri Mulyani Resmi Revisi Aturan PPN Kendaraan Bekas
Sri Mulyani menerbitkan PMK 65/2022 yang mengatur tentang ketentuan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Beleid yang berlaku mulai 1 April 2022 itu mencabut dan menggantikan PMK 79/2010. Penggantian ketentuan dilakukan untuk lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan serta kepastian hukum dalam pengenaan PPN atas penyerahan kendaraan bermotor bekas.

Berdasarkan PMK 65/2022, PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas wajib memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu. Besaran tertentu itu diperoleh dari hasil perkalian 10% dari tarif PPN dikalikan dengan harga jual.

Dengan demikian, besaran tertentu yang digunakan untuk menghitung PPN atas kendaraan bekas per 1 April 2022 sebesar 1,1% dari harga jual. Sementara itu, besaran tertentu sebesar 1,2% dari harga jual akan digunakan saat tarif PPN 12% resmi berlaku.

4. DJP Sebut Jatuh Tempo SPT Masa PPN Periode Maret Jadi 9 Mei 2022
DJP menyebut batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN untuk bulan Maret 2022 diundur menjadi Senin (9/5/2022) seiring dengan adanya hari libur nasional dan cuti bersama.

Neilmaldrin Noor mengatakan batas waktu pelaporan SPT Masa PPN untuk Maret 2022 sejatinya jatuh pada Sabtu (30/4/2022). Mengingat 30 April bukan hari kerja maka tenggat waktu pelaporan digeser pada hari kerja berikutnya.

"Apabila dilihat dari kalender libur nasional yang jatuh pada tanggal 29 April 2022 sampai dengan 6 Mei 2022 maka jatuh tempo pelaporan SPT Masa PPN jatuh pada Senin, 9 Mei 2022," katanya.

5. Bersamaan dengan Libur Lebaran, Batas Waktu SPT PPh Badan Tidak Mundur
Tenggat waktu penyampaian SPT Tahunan bagi wajib pajak badan pada tahun ini bertepatan dengan rangkaian hari libur dan cuti bersama Idulfitri.

Neilmaldrin Noor mengatakan DJP belum memiliki rencana untuk mengundur batas waktu penyampaian SPT Tahunan untuk wajib pajak badan.

"Sampai saat ini belum ada, sesuai ketentuan batas waktu pelaporan SPT Tahunan wajib pajak badan tanggal 30 April," ujar Neilmaldrin.

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 9 April 2022