APBN Perubahan 2020, Penerimaan Pajak Turun 23,65% dari Target Awal
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Pemerintah resmi mengubah postur APBN 2020 melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No.54/2020. Perubahan tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (7/4/2020).

Secara umum, perubahan sesuai outlook yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya. Ada penurunan pendapatan negara hingga 21,15% dibandingkan APBN induk. Pada saat yang sama, ada peningkatan belanja 2,89%. Alhasil, defisit anggaran melebar menjadi 5,07% PDB. Simak artikel ‘Postur APBN 2020 Direvisi Karena Pandemi Corona, Ini Perinciannya’.

Adapun pos penerimaan pajak dalam APBN Perubahan 2020 ditargetkan senilai Rp1.254,1 triliun atau turun 23,65% dibandingkan target dalam APBN induk senilai Rp1.642,6 triliun. Target yang baru ini mengalami penurunan 5,9% dibandingkan realisasi tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun. Simak artikel ‘Sri Mulyani: Proyeksi Realisasi Penerimaan Pajak 2020 Minus 5,9%’.

Sri Mulyani mengatakan ada 5 aspek yang membuat target penerimaan pajak turun. Pertama, penurunan pertumbuhan ekonomi serta perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia. Kedua, pemberian berbagai insentif pajak untuk memitigasi dampak virus Corona.

Ketiga, relaksasi pajak tambahan karena rencana perluasan stimulus kepada pelaku usaha. Keempat, pengurangan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%. Kelima, potensi penundaan PPh dividen jika RUU Omnibus Law Perpajakan disahkan.

Selain itu, sejumlah media nasional juga masih menyoroti pengajuan pemberitahuan dan permohonan insentif pajak sesuai PMK 23/2020. Pemberian insentif PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 25 dilakukan secara online dengan menggunakan data SPT 2018.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Semua Pos Penerimaan Pajak Turun

Dengan target penerimaan pajak yang ada dalam APBN Perubahan 2020 senilai Rp1.254,1 triliun, target penerimaan pajak penghasilan (PPh) dipatok senilai Rp703,3 triliun atau turun 24,36% dibandingkan APBN induk senilai Rp929,9 triliun.

Selanjutnya penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dipatok senilai Rp529,7 triliun atau turun 22,78% dibandingkan APBN induk senilai Rp685,9 triliun.

Adapun penerimaan pajak bumi dan bangunan dipatok senilai Rp13,4 triliun atau turun 28,75% dibandingkan APBN induk Rp18,7 triliun. Kemudian, target penerimaan pajak lainnya tercatat senilai Rp7,7 triliun atau turun 3,27% dari target awal senilai Rp7,9 triliun. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews).

  • Penentuan KLU

Pemberitahuan dan permohonan yang bisa disampaikan melalui DJP Online adalah insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Simak artikel ‘Wah, Pengajuan Insentif Pajak Gaji Karyawan Bisa Lewat DJP Online’.

Untuk melaksanakan pemberian insentif, DJP menentukan klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak berdasarkan surat pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2018. Sistem DJP mengikuti KLU yang dicantumkan oleh wajib pajak pada SPT tersebut.

“Apabila wajib pajak tidak mengisi KLU pada SPT dimaksud maka KLU wajib pajak ditentukan berdasarkan data KLU terakhir yang ada pada database (masterfile) DJP,” demikian penjelasan DJP. (DDTCNews)

  • Alasan Tidak Ada Perpanjangan Deadline Pelaporan SPT WP Badan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas mempunyai pertimbangan khusus tidak memberikan relaksasi penyampaian SPT untuk WP badan. Salah satu pertimbangannya adalah jumlah WP badan relatif sedikit.

Selain itu, pertimbangan selanjutnya adalah tingkat literasi pajak WP badan yang lebih baik dibandingkan WP OP. Menurutnya, WP badan lebih melek pajak ketimbang WP OP. Dengan demikian, DJP berharap pemenuhan kewajiban perpajakan WP badan sudah lebih baik.

Kemudian, tidak diberikannya perpanjangan penyampaian SPT badan agar pelaku usaha dapat segera menikmati penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%, terutama bagi yang melakukan angsuran PPh Pasal 25. Simak artikel ‘Ini Alasan DJP Tidak Perpanjang Deadline Lapor SPT Tahunan WP Badan’. (DDTCNews)

  • Perluasan Penerima Insentif Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana memperluas penerima insentif pembebasan PPh Pasal 22 dan keringanan angsuran PPh Pasal 25 untuk menangkal dampak virus Corona.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah menerima banyak usulan insentif pajak dari berbagai asosiasi sektor usaha, seperti transportasi hingga media massa. Kebijakan perluasan insentif fiskal tersebut akan masuk dalam perluasan paket stimulus jilid II. (DDTCNews)

  • Kawasan Industri Hasil Tembakau

Direktur Teknik dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ada tiga daerah yang akan menjadi kawasan industri hasil tembakau (KIHT). KIHT ini diharapkan membuat produksi IKM menjadi lebih efisien dan efektif.

“Misalnya mesin akan disediakan pihak swasta atau profesional yang ditunjuk pemerintah daerah,” katanya. (Kontan)