JAKARTA, Pekan pertama Januari 2022 menjadi awal yang baru bagi wajib pajak. Sejumlah ketentuan mulai berlaku seiring dengan pergantian tahun. Perihal ketentuan baru yang mulai berlaku ini menjadi isu yang banyak diperbincangkan selama sepekan terakhir, periode 3-7 Januari 2022.
UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur dan menambahkan sejumlah kebijakan baru yang mulai berjalan tahun 2022 ini. Misalnya, seluruh ketentuan terkait pajak penghasilan (PPh) yang berlaku pada tahun pajak 2022.
Berdasarkan UU HPP, wajib pajak orang pribadi UMKM yang membayar pajak menggunakan skema PPh final UMKM mendapatkan fasilitas batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta.
Dengan demikian, bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM ternyata kurang dari atau sama dengan Rp500 juta dalam setahun, maka wajib pajak orang pribadi UMKM tersebut tidak perlu membayar PPh final dengan tarif 0,5%.
Bila omzet wajib pajak orang pribadi UMKM dalam setahun melampaui Rp500 juta, maka hanya setiap omzet di atas Rp500 juta saja yang dikenai PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018.
Artikel lengkapnya, baca Ingat! Batas Omzet UMKM Tak Kena Pajak Rp500 Juta Berlaku Bulan Ini.
Tak cuma ketentuan PPh saja yang sudah berlaku sejak awal Januari 2022 ini. UU HPP juga menambahkan 1 kebijakan baru yakni program pengungkapan sukarela (PPS). Tercatat hingga Kamis, 6 Januari 2022, sebanyak 1.418 wajib pajak mengikuti PPS.
Dalam kurun waktu 6 hari pertama pelaksanaan, nilai harta bersih yang diungkap mencapai Rp778,13 miliar. Sementara nominal PPh final yang terkumpul adalah Rp93,99 miliar. Angka-angka ini akan terus bergerak dinamis dari hari ke hari, seiring bertambahnya peserta PPS.
Artikel lengkap, baca Data per 6 Januari 2022: Sebanyak 1.418 Wajib Pajak Sudah Ungkap Harta.
Isu ketiga yang santer dibaca netizen DDTCNews adalah terkait pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. Seperti diketahui, memasuki Januari 2022 berarti musim lapor SPT Tahunan PPh orang pribadi dan badan untuk tahun pajak 2021 telah tiba.
Merespons hal ini, Ditjen Pajak (DJP) mulai gencar mengingatkan wajib pajak agar melaporkan SPT Tahunannya di awal periode.
Sesuai dengan ketentuan, batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi adalah 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, yakni 31 Maret. Sementara batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak badan adalah 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, yakni 30 April.
Lantas, bagaimana jika wajib pajak terlambat melaporkan SPT Tahunan PPh? Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyampaian SPT yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan. Skema kebijakan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT.
Untuk SPT tahunan PPh orang pribadi, denda dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta. Selebihnya, ada SPT masa pajak pertambahan nilai (PPN) dan SPT masa lainnya yang masing-masing memuat denda Rp500.000 dan Rp100.000 jika terlambat disampaikan.
Artikel lengkapnya, Jangan Telat Lapor SPT! Ingat Lagi, Ini Sanksi Dendanya.
Selain ketiga artikel di atas, masih ada sejumlah berita DDTCNews lainnya yang menarik untuk disimak. Berikut adalah 5 artikel DDTCNews terpopuler lainnya dalam sepekan terakhir:
1. Seluruh Aturan Pelaksana UU HPP Ditargetkan Rampung Sebelum April 2022
DJP menargetkan seluruh aturan turunan atau pelaksana UU HPP seperti peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan dapat dirilis sebelum April 2022.
Saat ini, baru 1 aturan pelaksana UU No. 7/2021 tentang HPP yang sudah diterbitkan oleh pemerintah, yaitu PMK No. 196/2020 yang memerinci tentang PPS.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan DJP masih terus berupaya menyiapkan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK) yang dibutuhkan untuk melaksanakan UU HPP.
"Kami sedang siapkan untuk diselesaikan sebelum implementasi. Harapannya sebelum April [2022], kami coba selesaikan. Banyak sekali PP dan PMK yang harus kita selesaikan," katanya.
Suryo menuturkan DJP sedang menyiapkan aturan turunan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan baru pada UU KUP, UU PPh, UU PPN, dan juga pajak karbon. Pemerintah juga sempat menyebutkan setidaknya akan ada 43 aturan turunan dari UU HPP.
2. Penghasilan Deddy Corbuzier Rp5 M, Sri Mulyani: Pajak Kamu Naik 5%
Influencer Deddy Corbuzier diingatkan mengenai tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi yang kini naik dari 30% menjadi 35% atas penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.
'Peringatan' itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat hadir sebagai tamu dalam sebuah siniar yang dipandu Deddy. Saat itu, dia menanyakan nominal penghasilan Deddy dalam setahun.
"Kalau pajak Deddy, aku enggak tahu. Deddy itu pendapatannya di atas Rp5 miliar atau tidak, setahun?" tanyanya dalam Deddy Corbuzier Podcast.
Mendapat pertanyaan tersebut, Deddy sempat kebingungan. Namun, seorang kru di balik layar membenarkan penghasilan Deddy mencapai Rp5 miliar dalam setahun.
Sri Mulyani pun langsung mengingatkan Deddy mengenai penambahan bracket tarif PPh orang pribadi yang mulai berlaku pada tahun pajak 2022. Bracket PPh orang pribadi kini telah menjadi 5 layer, dengan tarif tertinggi sebesar 35%.
3. Awas, SPT Dianggap Tidak Disampaikan Wajib Pajak Jika Ini Terjadi
Wajib pajak perlu memperhatikan pelaporan SPT mereka. Hal ini untuk menghindari risiko SPT dianggap tidak disampaikan.
Pasal 3 ayat (7) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur ketentuan mengenai SPT dianggap tidak disampaikan. Ada 4 kondisi yang dapat menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan wajib pajak.
Dalam aturan turunannya, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, juga ditegaskan 4 kondisi tersebut. Pertama, SPT tidak ditandatangani. Dalam Pasal 7 PMK tersebut dijelaskan SPT wajib ditandatangani wajib pajak atau kuasa wajib pajak.
Jika ditandatangani kuasa wajib pajak, SPT harus dilampiri surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Penandatanganan SPT dilakukan dengan cara tanda tangan biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital.
Kedua, SPT tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. SPT yang tidak dilengkapi dengan lampiran yang dipersyaratkan, tidak dianggap sebagai SPT dalam administrasi Ditjen Pajak.
Ketiga, SPT yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Wajib pajak telah ditegur secara tertulis.
Keempat, SPT disampaikan setelah direktur jenderal pajak melakukan pemeriksaan, melakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
4. Wajib Pajak Perlu Laporkan Hartanya di SPT Tahunan, Ini Alasannya
Tidak cuma penghasilan yang perlu dilaporkan wajib pajak dalam surat pemberitahuan (SPT) Tahunannya. Selain penghasilan, wajib pajak juga perlu mencantumkan hartanya dalam SPT Tahunan.
Sebagaimana dijabarkan pada ayat penjelas Pasal 3 ayat (1) UU KUP beserta ayat penjelasnya, SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas.
"Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya," bunyi Pasal 4 ayat (1) UU KUP, dikutip Jumat (7/1/2022).
SPT sendiri sesungguhnya berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Informasi yang harus dicantumkan pada SPT antara lain pembayaran atau pelunasan pajak dalam 1 tahun pajak atau bagian tahun pajak, penghasilan yang objek pajak maupun bukan objek pajak, harta dan kewajiban, serta pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak.
Harta perlu dilaporkan karena aset-aset milik wajib pajak adalah representasi dari penghasilan wajib pajak. Informasi mengenai harta diperlukan oleh DJP sebagai pembanding atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak.
Bila harta tidak dilaporkan, DJP sewaktu-waktu bisa saja menemukan harta tersebut dan wajib pajak nantinya harus membuktikan dari mana harta tersebut berasal.
5. Debat Pajak: Setuju Sidang Online Pengadilan Pajak? Tulis Komentar, Rebut Hadiahnya
DDTCNews kembali mengadakan debat pajak bagi pembaca. Anda bisa memberikan pendapat dan raih hadiahnya.
Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Rabu, 19 Januari 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 21 Januari 2022. Untuk informasi dan ikut serta, klik tautan di atas.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 8 Januari 2022