Bertahap, DJP Mulai Geser Layanan Pajak Secara Manual Jadi Otomatis
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan pergeseran layanan manual, yang selama ini masih dominan melalui kantor pelayanan pajak (KPP), menjadi layanan otomatis. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (17/9/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pergeseran tersebut merupakan bagian dari program Click, Call, dan Counter (3C). Nantinya, setiap permohonan layanan yang diajukan wajib pajak (WP) akan diselesaikan lewat sistem.

“Layanan perpajakan yang sekarang masih dominan dilayani di KPP secara manual (Counter), secara bertahap akan kita shifting ke layanan otomatis (Click), di mana WP mengakses layanan melalui website dan proses penyelesaiannya dilakukan secara otomatis secara sistem,” jelas Hestu.

Dia memberi contoh beberapa layanan yang sudah bisa diakses secara otomatis melalui saluran elektronik atau digital adalah permohonan surat keterangan fiskal (SKF), surat keterangan domisili (SKD), serta pemberitahuan dan pelaporan pemanfaatan insentif pajak pada masa pandemi Covid-19.

Tahun depan, dengan rencana pagu anggaran Rp371 juta, program 3C ditargetkan dapat menambah 6 layanan administrasi perpajakan pada situs web DJP. Otoritas juga menargetkan adanya penyediaan layanan melalui mobile apps.

Selain perubahan pelayanan ke arah digital, masih ada pula bahasan mengenai implementasi e-Faktur 3.0 yang diyakini mampu menekan pelanggaran hukum terkait pajak pertambahan nilai. Kemudian, ada bahasan mengenai PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas kertas koran dan majalah.

Berikut ulasan berita selengkapnya.  

  • Revitalisasi Contact Center

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk layanan yang masih memerlukan proses penelitian petugas pajak akan digeser ke contact center (Call).

Dengan demikian, WP mengajukan permohonan lewat situs web dan proses penyelesaiannya tidak dilakukan di KPP. Proses penyelesaiannya, sambung Hestu, terpusat oleh agen Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP) sebagai back office.

“Kita sudah memiliki roadmap-nya, berapa layanan yang akan di-shifting ke Click (otomatis) dan ke back office contact center (Call) untuk tiap tahunnya,” kata Hestu.

Tahun depan, dengan rencana pagu anggaran Rp240,9 juta, DJP akan melakukan revitalisasi peran contact center dalam pengembangan layanan perpajakan. Targetnya, ada 10 layanan perpajakan tambahan yang disediakan contact center. (DDTCNews)

  • Tekan Penerbitan Faktur Pajak Fiktif

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan implementasi e-faktur 3.0 tidak hanya untuk memudahkan WP pengusaha kena pajak (PKP) dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi juga sebagai alat pengawasan terhadap potensi pelanggaran hukum.

Iwan menyebut penerbitan faktur pajak berbasis elektronik dan pengembangan aplikasi menjadi cara DJP untuk meminimalisasi terjadinya tindak pidana perpajakan seperti penerbitan faktur fiktif. DJP dapat melakukan deteksi dini atas potensi pelanggaran hukum terkait dengan PPN.

“Tujuan implementasi e-Faktur memang seperti itu [mencegah tindak pidana perpajakan]," katanya. (DDTCNews)

  • Dukungan untuk Industri Media Cetak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama berujar pemberian insentif PPN DTP kertas koran dan majalah dikarenakan kondisi industri media massa cetak cukup tertekan akibat pandemi. Selain itu ada persaingan dengan media online, termasuk yang dari luar negeri.

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat insentif yang tertuang dalam PMK 125/2020 menjadi dukungan fiskal dari pemerintah untuk industri media. Dengan adanya fasilitas tersebut, beban dari sisi struktur biaya percetakan akan berkurang. (Kontan)

  • PPN Produk Kesehatan

Pemerintah akan mengkaji ketentuan mengenai PPN atas produk kesehatan, baik obat-obatan maupun peralatan yang berkaitan dengan dunia medis. Setidaknya ada tiga alasan pemerintah mengenai urgensi dijalankannya kajian.

Pertama, menjamin agar obat esensial tersedia secara merata dan terjangkau melalui penetapan harga yang salah satu komponennya dipengaruhi oleh PPN. Kedua, mengetahui dukungan pemerintah yang efektif. Ketiga, mendapat gambaran perlakuan perpajakan dan insentif perpajakan di sektor kesehatan secara terperinci. (Bisnis Indonesia)

  • Sengketa Pajak

Jumlah berkas sengketa yang masuk ke Pengadilan Pajak secara konsisten meningkat setiap tahunnya. Kini, jumlahnya sudah melebihi kapasitas Pengadilan Pajak untuk melakukan proses penyelesaian.

"Dari tahun ke tahun dari 2013 sampai 2019 adanya tren peningkatan dan sempat turun pada periode tax amnesty. Jumlahnya kemudian sudah di atas 10.000 sengketa pada 2018 dan 2019," kata Panitera Pengganti Pengadilan Pajak Aniek Andriani. Simak artikel ‘Tren Sengketa Meningkat, Lampaui Kapasitas Pengadilan Pajak’. (DDTCNews)

  • Suku Bunga Acuan BI

Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 4% pada Rapat Dewan Gubernur pada 16—17 September 2020. Pasalnya, pada saat ini, suku bunga acauan BI sudah tergolong sangat rendah.

Jika dosis kebijakan moneter dilonggarkan, ada kekhawatiran risiko gejolak pada pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. Apalagi, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II di DKI Jakarta juga sempat memberikan tekanan. (Bisnis Indonesia/Kontan)