Biaya Bunga Pinjaman yang Boleh Dibebankan Secara Fiskal
PAJAK PENGHASILAN BADAN (13)

PENGHASILAN berupa bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diterima baik oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak orang pribadi merupakan objek pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final. Hal ini dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 123 Tahun 2015 jo. PP No. 131 Tahun 2000.

Dengan pengenaan pajak yang bersifat final maka biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak, atau dengan kata lain tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal.

Hal itu ditegaskan dalam Pasal 13 PP No. 94 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, pengenaan pajaknya bersifat final, dan/atau dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus (Pasal 14 & 15 Undang-Undang PPh).

Terkait dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan berupa bunga deposito tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal karena bunga deposito merupakan objek PPh yang bersifat final. Namun, khusus untuk biaya bunga pinjaman yang dibayarkan kepada pihak ketiga dalam hal dana yang ditempatkan oleh wajib pajak dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya bersumber dari pinjaman tersebut, diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-46/PJ.4/1995.

Ketentuan tersebut memberikan penegasan terkait biaya yang boleh dibebankan secara fiskal (deductible expense) maupun biaya yang tidak dapat dibebankan secara fiskal (non deductible expense) terkait dengan bunga pinjaman.

Landasan berpikir yang disebutkan dalam SE-46/1995 adalah sebagai berikut:

Dapat terjadi bahwa dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya langsung atau tidak langsung berasal dari pinjaman atau dana yang berasal dari pihak ketiga yang dibebani biaya bunga. Apabila hal tersebut terjadi Wajib Pajak dapat memperkecil Penghasilan Kena Pajak secara tidak wajar, karena bunga yang terutang atau dibayar atas pinjaman tersebut dikurangkan sebagai biaya, sedangkan bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak karena telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 15%."

Sehubungan dengan hal-hal diatas, berikut ini diberikan penegasan terkait cara menghitung koreksi biaya bunga pinjaman menurut SE-46/1995:

  • Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
  • Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.

Contoh Kasus:

Pada tahun 2018 PT. A mendapat pinjaman dari pihak ketiga dengan batas maksimum sebesar Rp200.000.000 dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut telah diambil pada bulan Februari sebesar Rp125.000.000, pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp25.000.000 dan sisanya (Rp50.000.000) diambil pada bulan Agustus.

Di samping itu wajib pajak mempunyai dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian sebagai berikut:

  • bulan Februari s.d Maret sebesar Rp25.000.000
  • bulan April s.d Agustus sebesar Rp46.000.000
  • bulan September s.d Desember sebesar Rp50.000.000

Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah sebagai berikut:

  1. rata-rata pinjaman per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata pinjaman per bulan adalah Rp1.800.000.000 : 12 = Rp150.000.000.

  1. rata-rata deposito per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata deposito per bulan adalah Rp480.000.000 : 12 = Rp40.000.000.

Berdasarkan perhitungan rata-rata pinjaman dan deposito perbulan, maka biaya bunga yang dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal adalah sebagai berikut:

= 20% x (Rp150.000.000 – Rp40.000.000,00)

= Rp22.000.000.

Ketentuan Pengecualian

Bunga yang dibayarkan atau terutang atas pinjaman Wajib Pajak dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, dalam hal:

  • dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas jasanya dikenakan PPh yang bersifat final,
  • adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi keharusan tersebut: misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito atau tabungan di Bank Pemerintah,
  • dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan tersebut dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba setelah kena pajak.

Dari ketentuan SE-46/1995 di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya wajib pajak diperkenankan untuk menempatkan dana pinjaman dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya baik secara langsung atau tidak langsung, tetapi wajib pajak perlu melakukan penghitungan kembali terkait dengan biaya pinjaman yang dapat dibebankan secara fiskal. Sebab, bunga yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya tidak ditambahkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak karena telah dikenakan PPh yang bersifat final.