Bukan Konsultan Pajak, Boleh Jadi Kuasa Wajib Pajak
PP NOMOR 74 TAHUN 2011

TERKAIT dengan deadline penyampaian SPT Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang akan berakhir pada tanggal 30 April 2020, perlu untuk mengulas sepintas mengenai seorang yang dapat ditunjuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan.

Seorang yang dapat menjadi kuasa dari wajib pajak diatur dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Tahun 1983 (UU KUP) sebagai berikut:

“Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Penjelasan Pasal 32 ayat (3) menjelaskan bahwa:

“Ayat ini memberikan kelonggaran dan kesempatan bagi wajib pajak untuk meminta bantuan pihak lain yang memahami masalah perpajakan sebagai kuasanya, untuk dan atas namanya, membantu melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Bantuan tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal dan material serta pemenuhan hak wajib pajak yang ditentukan daiam peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan "kuasa" adalah orang yang menerima kuasa khusus dari wajib pajak untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Selanjutnya, Pasal 32 ayat (3a) mengatur mengenai kualifikasi persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang Kuasa wajib pajak sebagai berikut ini:

“Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”

Sebelum membahas Peraturan Menteri Keuangan sebagai peraturan delegasi Pasal 32 ayat (3a) UU KUP, perlu juga diperhatikan Pasal 48 UU Nomor 6 Tahun 1983 (UU KUP) sebagai dasar penerbitan peraturan pemerintah untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang belum cukup diatur dalam UU KUP. Berikut bunyi Pasal 48 UU KUP:

“Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Oleh karena itu, atas dasar kuasa Pasal 48, ketentuan tentang Kuasa wajib pajak diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 (PP 74/2011). Terkait seorang yang dapat menjadi Kuasa wajib pajak, Pasal 49 ayat (2) PP 74/2011 menyatakan bahwa kuasa wajib pajak bisa dijalankan oleh  Konsultan Pajak dan Bukan Konsultan Pajak.

Nah, untuk dapat menjalankan Kuasa wajib pajak melalui jalur Bukan Konsultan Pajak harus memenuhi kualifikasi persyaratan yang diatur dalam Pasal 49 ayat (3) PP 74/2011 sebagai berikut ini:

  1. Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. Memiliki surat kuasa khusus dari wajib pajak yang memberi kuasa;
  3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  4. Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir; dan
  5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Sehubungan dengan kualifikasi menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, Penjelasan Pasal 49 ayat (3) PP 74/2011 memberikan panduan bahwa:

“….. seorang kuasa yang Bukan Konsultan Pajak dianggap menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dapat menyerahkan fotokopi sertifikat brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta dengan status terakreditasi A, sekurang-kurangnya tingkat Diploma III.”

Perdebatan atas ketentuan Kuasa wajib pajak sebagaimana di atur dalam PP 74/2011di atas terjadi ketika disandingkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 229/PMK.03/2011 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. PMK ini merupakan delegasi dari Pasal 32 ayat (3a) UU KUP.

Permasalahan terkait dengan Pasal 2 ayat (4) PMK-229/PMK.03/2014 yang mengatur untuk menjadi Kuasa wajib pajak, yaitu Konsultan Pajak dan Karyawan wajib pajak. Jadi, berdasarkan PMK-229/PMK.03/2014, seorang Bukan Konsultan Pajak dilarang menjadi Kuasa wajib pajak. Padahal, berdasarkan PP 74/2011, seorang Bukan Konsultan Pajak dipersilahkan untuk menjadi Kuasa wajib pajak.

Terlepas dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 63/PUU-XV/2017 terkait dengan masalah pendelegasian kewenangan Pasal 32 ayat (3a) kepada PMK-229/PMK.03/2014 untuk mengatur persyaratan substansi seorang Kuasa wajib pajak, keberadaan PP 74/2011 yang mengatur Kuasa wajib pajak tentunya dapat dijadikan acuan.

Demikian diskusi Kelas Pajak dengan tema yang sangat menarik ini, yang tentu akan mengundang perdebatan yang konstruktif. Simak pula seluk beluk profesi konsultan pajak di berbagai negara di sini.