Contoh Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri
REKONSILIASI FISKAL (12)

PADA dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterimanya, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Hal ini disebabkan sistem perpajakan di Indonesia saat ini menganut sistem worldwide income.

Untuk menghindari terjadinya pajak berganda yang disebabkan oleh pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, besarnya pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Dalam pasal itu diatur tentang hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Dalam pasal itu juga diatur mengenai batasan jumlah kredit pajak luar negeri yang dapat dikurangkan dari pajak terutang yang dimiliki di Indonesia 

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kredit pajak luar negeri tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak Atas Penghasilan Dari Luar Negeri.

Pasal 4 PMK 192/2018 menyatakan bahwa dalam menghitung penghasilan kena pajak, wajib pajak dalam negeri wajib melakukan penggabungan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di Indonesia.

Lebih lanjut, besarnya penghasilan yang diterima atau diperoleh dari sumber penghasilan di luar negeri adalah sebesar penghasilan neto. Perlu dicatat, wajib pajak tidak dapat memperhitungkan kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri, termasuk juga kerugian usaha dari cabang atau perwakilan di luar negeri.

Kerugian usaha yang tersebut diperoleh setelah memperhitungkan kerugian yang diperoleh dari harta atau kegiatan yang memiliki hubungan efektif dengan cabang atau perwakilan wajib pajak di luar negeri. Kerugian lain yang diderita di luar negeri juga tidak dapat diperhitungkan.

Contoh Kasus

PT Dagang Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha perdagangan yang didirikan dan bertempat kedudukan di Surabaya. Penjualan barang dilakukan di Indonesia  dan melalui beberapa cabangnya di luar negeri. Penghasilan dari kegiatan usahanya tersebut pada 2019 adalah sebagai berikut:

  • Kerugian (penghasilan neto negatif) dari penjualan barang di Indonesia sebesar Rp10.000.000.000.
  • Penghasilan neto sebelum pajak dari penjualan barang melalui cabangnya di negara A sebesar Rp75.000.000.000 (tarif pajak di negara A sebesar 30%).
  • Kerugian (penghasilan neto negatif) dari penjualan barang melalui cabangnya di negara B sebesar Rp5.000.000.000 (tarif pajak negara B sebesar 20%).

Tidak ada sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto tahun 2019. Pertanyaannya, berapa PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang pada SPT tahunan PPh badan tahun 2019 atas nama PT Dagang Indonesia?

Jawaban:

Berdasarkan ketentuan pajak yang telah diuraikan sebelumnya, perhitungan untuk kasus di atas terangkum dalam tabel berikut, Dalam hal ini, kerugian negara B tidak dapat digabungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak karena tidak diperkenankan sesuai Pasal 4 PMK 192/2018.

Berikut penghitungan kredit PPh luar negeri yang dapat dilakukan PT Dagang Indonesia untuk tahun pajak 2019.

Dengan demikian, PT Dagang Indonesia dapat mengkreditkan PPh Pasal 24 sebesar Rp18.750.000 dalam SPT tahunan PPh badan 2019.