JAKARTA, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengurangi jumlah kriteria atau tujuan pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (7/12/2021).
Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Industri Ditjen Pajak (DJP) Josephine Wiwiek Widwijanti mengatakan pengurangan fasilitas pajak merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak.
“Kriteria fasilitas tadinya ada 15, sekarang jadi 10. Perluasan basis PPN ini mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat dan juga bagi negara," katanya.
Pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan masuk dalam Pasal 16B UU PPN. Dengan adanya perubahan UU PPN melalui UU HPP, perincian kriteria pemberian fasilitas PPN masuk dalam Pasal 16B ayat (1a). Sebelumnya, ada 15 kriteria yang dicantumkan dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1).
Selain mengenai fasilitas PPN yang tercantum dalam perubahan UU PPN melalui UU HPP, ada pula bahasan terkait dengan pemberian insentif pajak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kriteria Pemberian Fasilitas PPN
Dalam Pasal 16B ayat (1a) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, terbatas untuk 10 tujuan.
Pertama, mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional. Kedua, menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain. Ketiga, mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional.
Keempat, meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat.
Kelima, mendorong pembangunan tempat ibadah. Keenam, menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri. Ketujuh, mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.
Kedelapan, membantu tersedianya barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional.
Kesembilan, menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu. Kesepuluh, mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional. (DDTCNews)
Pemanfaatan Insentif Pajak 101% dari Pagu
Pemerintah mencatat realisasi pemanfaatan insentif perpajakan untuk dunia usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 3 Desember 2021 telah mencapai Rp63,84 triliun atau di atas alokasi anggaran yang ditetapkan.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan realisasi itu setara dengan 101% dari pagu Rp62,83 triliun. Menurutnya, berbagai insentif perpajakan tersebut diberikan untuk mempercepat pemulihan dunia usaha dari tekanan pandemi Covid-19. (DDTCNews/Kontan)
Pengawasan Pemanfaatan Insentif Pajak
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pengawasan terhadap wajib pajak yang memperoleh insentif diserahkan kepada masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). DJP akan mendistribusi data insentif pajak secara merata, langsung, dan periodik kepada KPP melalui aplikasi.
"Terkait pemanfaatan insentif perpajakan dalam rangka Covid, pengawasan akan tetap dilakukan oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar," katanya. (DDTCNews)
Seleksi Calon Hakim Agung
Komisi Yudisial (KY) menyebut sudah ada puluhan calon hakim agung (CHA) yang melakukan registrasi secara daring.
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengatakan sebanyak 98 orang telah memulai proses registrasi CHA melalui laman rekrutmen.komisiyudisial.go.id. Namun, baru 5 peserta yang merampungkan seluruh proses registrasi.
Siti memerinci 5 peserta seleksi CHA yang sudah merampungkan registrasi online terdiri atas 1 orang kandidat untuk kamar perdata, 2 orang untuk kamar pidana, 1 orang kamar tata usaha negara khusus pajak, dan 1 orang kamar agama. (DDTCNews)
Digitalisasi Transaksi Pajak Daerah
Jumlah daerah yang melakukan digitalisasi atas transaksi pajak daerah terus bertambah seiring dengan makin banyaknya tim percepatan dan perluasan digitalisasi daerah (TP2DD) yang terbentuk.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan saat ini sudah ada 542 TP2DD di seluruh Indonesia. TP2DD diketuai langsung kepala daerah dan berkoordinasi dengan Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (Satgas P2DD).
"Penerapan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD) diharapkan akan memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah sehingga lebih efisien, transparan, serta akuntabel. Pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan asli daerah," katanya. (DDTCNews)
Meterai Elektronik
Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) menyampaikan masyarakat bisa memanfaatkan meterai elektronik langsung melalui distributor e-meterai dan agen pengecer.
Head of Corporate Secretary Peruri Adi Sunardi mengatakan 2 opsi pembelian meterai elektronik diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 133/2021. Masyarakat bisa membeli meterai elektronik melalui distributor di laman resmi e-meterai dan melalui pengecer meterai elektronik.
"Harga jual meterai elektronik dari distributor kepada pengecer dan masyarakat umum senilai nominal kopur meterai elektronik (Rp10.000), sedangkan pengecer dapat menjual meterai elektronik dengan harga jual yang berbeda dengan nilai nominal," katanya. (DDTCNews)