Dirjen Pajak Sebut NIK Jadi Basis Sistem Administrasi DJP yang Baru
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan dasar atau basis sistem administrasi Ditjen Pajak (DJP) menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib pajak orang pribadi. Rencana tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (26/10/201).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada saat ini, DJP tengah membangun sistem inti administrasi perpajakan. Jika sistem yang baru tersebut digunakan secara penuh, DJP akan menggunakan NIK sebagai common identifier untuk wajib pajak orang pribadi.

“Kami sedang membangun sistem informasi. Insyaallah, 2023 kami sudah akan gunakan sepenuhnya. Kemudian, yang kami gunakan sebagai basis untuk administrasi, common identifier-nya, adalah NIK bagi orang pribadi. Kalau badan masih menggunakan NIB (nomor induk berusaha),” ujar Suryo.

Seperti diberitakan sebelumnya, melalui perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), NIK digunakan sebagai NPWP wajib pajak orang pribadi. Simak beberapa ulasan mengenai UU HPP di sini.

Selain mengenai NIK sebagai basis sistem administrasi DJP, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan instrumen investasi dalam program pengungkapan sukarela.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Aktivasi NIK Sebagai NPWP

Terkait dengan aktivasi NIK sebagai identifier atau pengganti NPWP, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan ada 2 skema yang bisa dijalankan. Pertama, wajib pajak mengajukan atau mendaftarkan kepada DJP. Kedua, DJP mengaktifkan secara otomatis.

“Jadi secara otomatis akan kami jalankan pada waktu kami menemukan data dan informasi, terhadap yang bersangkutan memang mendapatkan penghasilan dari pihak lain atau dia berusaha sendiri,” ujar Suryo.

Ke depan, sambungnya, sistem informasi yang dibangun akan data driven. Dengan demikian, segala langkah yang dijalankan DJP berdasarkan pada data dan informasi yang telah dikumpulkan. (DDTCNews/Kontan).

Penerimaan Pajak

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak hingga September 2021 senilai Rp850,1 triliun atau setara 69,1% terhadap target Rp1.229,59 triliun.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan tren penerimaan pajak makin menunjukkan perbaikan seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat. Menurutnya, otoritas akan terus mengoptimalkan penerimaan agar target tercapai pada akhir tahun.

"Harapannya, sampai dengan akhir tahun, kami kepengen mendekati dan bahkan Insyaallah memenuhi target yang ditetapkan," katanya.

Sebelumnya, outlook penerimaan pajak 2021 senilai Rp1.176,3 triliun atau setara 95,7% dari target Rp1.229,6 triliun. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

SBN Khusus Program Pengungkapan Sukarela

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur ketentuan mengenai penempatan atau investasi harta peserta program pengungkapan sukarela. Salah satunya instrumen investasi itu adalah surat berharga negara (SBN).

“Nanti memang SBN-nya akan khusus. Yang sudah diatur di undang-undang adalah mengenai tarif-tarif PPh-nya yang sudah khusus. Nanti SBN-nya tentu mengikuti,” ujarnya.

Pemerintah, sambung Suahasil, berharap dana yang masuk ke SBN dalam membantu pembiayaan APBN pada 2022. Sesuai dengan UU HPP, program pengungkapan sukarela akan digelar pada pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. (DDTCNews)

Penerimaan PPh Orang Pribadi

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi hingga akhir September 2021 masih mengalami kontraksi 0,3%. Kontraksi terjadi ketika pada periode yang sama, penerimaan jenis pajak lainnya sudah mengalami pertumbuhan positif.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penerimaan PPh orang pribadi secara kuartalan mengalami pergerakan yang cukup dinamis. Meski demikian, otoritas menilai kinerja PPh orang pribadi akan terus membaik di sisa 3 bulan tahun ini. (DDTCNews)

Digitalisasi Ekonomi

Pembahasan mengenai kesepakatan terhadap solusi dua pilar (two-pillar solution) untuk mengatasi tantangan pajak dari digitalisasi ekonomi masih terus berlanjut.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sampai dengan saat ini, Indonesia telah menyepakati implementasi Pilar 1 dan Pilar 2. Otoritas tengah mendiskusikan aspek teknis dan persiapan penerapan yang rencananya mulai 2023. Ada beberapa perhatian pemerintah dalam diskusi tersebut.

“Beberapa yang menjadi perhatian Indonesia antara lain kejelasan pelaksanaan ketentuan mengenai MNE (multinational enterprise) di luar scope yang telah ditentukan dan juga terkait dengan batasan threshold,” ujar Suryo.

Suryo mengatakan pemerintah Indonesia juga memberi perhatian pada jangka waktu pelaksanaan peninjuan (review) dari implementasi Pilar 1 dan 2 tersebut. (DDTCNews)

Cukai Rokok

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan terdapat sejumlah aspek yang masih dikaji dalam penetapan tarif cukai rokok tahun depan. Namun, dia menargetkan kajian tersebut bisa rampung bulan ini. Selanjutnya, hasil kajian akan ditetapkan dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK).

"Saat ini masih kami review di internal pemerintah dan mudah-mudahan Insyaallah bulan ini bisa kita selesaikan setelah ditetapkan oleh pimpinan," katanya. (DDTCNews)