Ditjen Pajak Lebih Fleksibel Beri Fasilitas PPN, Begini Alasannya
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Adanya perubahan UU PPN melalui UU HPP membuat pemerintah lebih fleksibel dalam memberikan fasilitas. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (13/6/2022).

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah tidak dapat menerapkan kebijakan apapun atas jenis barang dan jasa yang tercantum pada Pasal 4A UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebelum diubah melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Ini untuk lebih memberikan keadilan dan tepat sasaran karena kalau itu [barang dan jasa] menjadi non-objek [pajak], enggak bisa diapa-apain. Itu di luar sistem seperti barang di luar negeri," katanya.

Hestu mengatakan dengan memindahkan beberapa jenis barang dan jasa dari Pasal 4A ke Pasal 16B UU PPN, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menambah ataupun mengurangi pemberian fasilitas PPN pada masa mendatang.

Selain mengenai kebijakan PPN, masih ada pula bahasan terkait dengan perkembangan pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pemberian Fasilitas PPN

Dalam Pasal 4A UU PPN yang telah diubah melalui UU HPP, barang dan jasa yang bukan objek pajak adalah objek-objek pajak daerah, seperti makanan dan minuman, jasa hiburan, jasa perhotelan, jasa parkir, dan katering. Emas batangan, surat berharga, dan jasa keagamaan juga masih dikecualikan.

Barang dan jasa yang awalnya tercantum pada Pasal 4A dan dipindahkan ke Pasal 16B UU PPN antara lain  kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, hingga jasa tenaga kerja. Perincian mengenai fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan masih akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP).

"Dengan mekanisme fasilitas, kami bisa membuat ukuran-ukuran kapan akan dikenakan, seberapa lama, seberapa besar fasilitasnya, atau nanti secara perlahan kami bisa kurangi,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews)

Peserta Program Pengungkapan Sukarela

DJP mencatat jumlah wajib pajak yang mengikuti kebijakan II PPS lebih banyak dibandingkan dengan wajib pajak yang mengikuti kebijakan I PPS. Hingga 27 Mei 2022, sebanyak 47.062 wajib pajak mengikuti kebijakan II PPS. Sebanyak 13.118 wajib pajak mengikuti kebijakan I PPS.

Kendati demikian, jumlah pajak penghasilan (PPh) dari kebijakan I tercatat lebih banyak dibandingkan dengan kebijakan II. Jumlah PPh pada kebijakan I tercatat senilai Rp5,64 triliun, sedangkan pada kebijakan II senilai Rp4,74 triliun.

"Banyak peserta tax amnesty yang mengikuti PPS ini masih ada [harta] yang terlupakan [belum dilaporkan] sehingga mereka kembali memanfaatkan," ujar Kasubdit Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Inge Diana Rismawanti. (DDTCNews)

Perda Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung

Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk segera menyelesaikan peraturan daerah (Perda) terkait dengan retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG).

Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni mengatakan Perda retribusi PBG harus sudah ditetapkan paling lambat pada 5 Januari 2024 sesuai dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Perda PBG yang sudah dirancang akan dievaluasi oleh Kemendagri, Kemenkeu, dan gubernur. "Evaluasi bersama-sama dilakukan oleh Kemenkeu dan gubernur kemudian nanti akan diakselerasikan," ujar Fatoni. (DDTCNews)

Agen Asuransi

Agen asuransi yang memiliki usaha sampingan tidak wajib memungut PPN atas penyerahan yang dilakukan melalui usaha tersebut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan sepanjang omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar, agen asuransi tidak wajib memungut PPN.

"Namun, jika omzet dari agen asuransi ditambah usaha lainnya telah melebihi Rp4,8 miliar maka agen asuransi tersebut wajib memungut PPN," ujar Neilmaldrin. (DDTCNews)

Penerimaan Cukai

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu meyakini target penerimaan akan tetap tercapai meski rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) kembali ditunda. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan penerimaan cukai tahun ini akan ditopang oleh cukai hasil tembakau (CHT). ]

"Target cukai secara total diperkirakan tetap melampaui target di APBN, terutama didukung dari CHT," katanya. (DDTCNews)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 13 Juni 2022