Ditjen Pajak Tegaskan Jatuh Tempo Pelaporan SPT Tahunan Tidak Berubah
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Pemberian insentif pajak tidak mengubah deadline pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh). Penegasan dari Ditjen Pajak (DJP) ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/2/2021).

Melalui laman resminya, DJP menegaskan ketentuan pemberian insentif lewat PMK 239/2020 dan PMK 9/2021 tidak mengubah jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh. Otoritas juga meminta wajib pajak untuk melaporkannya lebih awal.

Ketentuan mengenai perpanjangan pemberlakukan fasilitas pajak penghasilan (PMK 239/PMK.03/2020) dan insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19 (PMK 9/PMK.03/2021) tidak mengubah jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan PPh,” tulis DJP.

Selain mengenai pelaporan SPT Tahunan PPh, ada pula bahasan tentang masih rendahnya kepatuhan bendahara pemerintah dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemudian, ada bahasan terkait dengan upaya pengamanan penerimaan pajak pada tahun ini.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Deadline Pelaporan SPT Tahunan

Sesuai dengan ketentuan, batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Sementara, untuk SPT Tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Artinya, tenggat ada pada akhir Maret dan April.

Dalam berbagai kesempatan, DJP selalu mengingatkan potensi munculnya beberapa kendala jika menyampaikan SPT Tahunan menunggu tenggat. Pertama, penolakan karena menyampaikan SPT secara tidak lengkap akibat tergesa-gesa.

Kedua, perlambatan laman situs web untuk penyampaian e-filing. Ketiga, antrean panjang untuk penyampaian secara manual. Keempat, pengenaan denda jika melewati batas waktu penyampaian. Simak pula artikel ‘Ternyata Ini Alasan Mengapa Perlu Lapor SPT Tahunan Lebih Awal’. (DDTCNews)

  • Kepatuhan Bendahara Pemerintah

Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto mengatakan kepatuhan bendahara pemerintah dalam memungut, menyetorkan, dan melaporkan pajak masih perlu ditingkatkan. Pasalnya, peran bendahara pemerintah hingga saat ini masih belum optimal.

"Pajak yang dipungut bendahara pemerintah menjadi unsur penerimaan yang strategis untuk pelaksanaan pembangunan. Kontribusi pajak dan belanja pemerintah saat ini masih belum optimal, terutama pajak yang dipungut oleh bendahara," ujar Andin. Simak pula ‘Kepatuhan Bendahara Pemerintah Penuhi Kewajiban Pajak Masih Rendah’. (DDTCNews)

  • Tinggal 3 Hari Lagi

Sesuai dengan PMK 9/2021, wajib pajak yang hendak memanfaatkan PPh final DTP perlu melaporkan realisasi pemanfaatan insentif paling lambat pada tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Artinya, untuk pemanfaatan mulai Januari 2021, pelaporan paling lambat 20 Februari 2021.

"Para pelaku UMKM tidak perlu mengajukan surat keterangan PP 23/2018, cukup menyampaikan laporan realisasi tiap bulan melalui situs DJP dan tidak perlu membayar pajak. Hanya lapor saja," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan secara otomatis tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final DTP untuk masa pajak yang bersangkutan. (DDTCNews)

  • Perluasan Basis Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan perluasan basis pajak pada tahun ini akan dilakukan terhadap sektor ekonomi yang masih belum maksimal dijangkau DJP dan sektor yang justru menikmati tambahan penghasilan pada masa pandemi.

"Jadi, strategi DJP dalam hal ini adalah intensifikasi, ekstensifikasi, serta penguatan penggunaan basis data. Jadi, mudah-mudahan dengan cara tersebut, kami yakin target [penerimaan pajak] bisa tercapai," ujar Neilmaldrin. (DDTCNews)

  • Dukungan untuk Dunia Usaha

Meski menggerus potensi penerimaan pajak yang seharusnya diterima, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan insentif pajak tetap dilanjutkan pada 2021 guna menjaga likuiditas dunia usaha dan meningkatkan daya beli masyarakat.

"Kebijakan insentif 2020 terbukti cukup mampu memberikan dukungan ke dunia usaha dan masyarakat untuk menahan guncangan ekonomi akibat pandemi. Kalau secara makro, kita lihat pada kuartal IV/2020 bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya ini ada pembalikan walau memang belum sebaik sebelum masa pandemi," ujarnya. (DDTCNews)

  • Stimulus Sektor Pariwisata

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pariwisata menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah akan tetap memberikan stimulus melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN), seperti dana hibah kepada pemerintah daerah (pemda) dan pelaku usaha pariwisata.

"Sejumlah program yang telah disiapkan pemerintah, salah satunya adalah program hibah pariwisata yang merupakan bagian dari program PEN," katanya. (DDTCNews/Kontan)

  • Penyelesaian Piutang Negara

Kementerian Keuangan menerbitkan beleid baru yang mengatur tentang mekanisme penyelesaian piutang yang dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/Ditjen Kekayaan Negara (DJKN).

Pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2021, piutang terhadap UMKM, piutang terhadap penerima kredit pemilikan rumah (KPR) sederhana dan sangat sederhana, dan piutang instansi pemerintah bisa diselesaikan melalui crash program. (DDTCNews)

  • Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) diproyeksi akan kembali memangkas suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan ini. Pelonggaran akan sejalan dengan tingkat inflasi yang berada dalam rentang target. Selain itu, perekonomian masih butuh stimulus untuk tumbuh.

Beberapa ekonom menyatakan ruang pemangkasan terbuka karena realisasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan pemerintah dan BI. Pada saat yang bersamaan, inflasi juga diproyeksi masih akan stabil dan terkendali. (Bisnis Indonesia/Kontan)