JAKARTA, Dirjen pajak menerbitkan pertunjuk teknis pembetulan atau pembatalan surat keterangan pengungkapan harta bersih dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (24/6/2022).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan petunjuk teknis yang tertuang dalam SE-17/PJ/2022 diperlukan untuk memberikan panduan bagi pegawai pajak. Surat edaran ini merupakan perpanjangan dari ketentuan yang sudah masuk dalam PMK 196/2021.
“Pada PMK disebutkan apabila dari hasil penelitian terdapat ketidaksesuaian antara harta yang diungkap dan harta yang sebenarnya maka akan dapat dilakukan pembetulan atau pembatalan surat keterangan yang telah diterbitkan," katanya.
Pembatalan juga dapat dilakukan apabila wajib pajak diketahui ternyata tidak memenuhi syarat untuk turut serta dalam PPS.
Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak hingga akhir Mei 2022. Kemudian, masih ada bahasan tentang ketentuan fasilitas PPN dan pajak atas natura yang akan menjadi aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengawasan di Lapangan
Berdasarkan pada petunjuk teknis dalam SE-17/PJ/2022, sistem informasi DJP akan menyediakan data mengenai kesalahan penulisan, kesalahan penghitungan, ketidaksesuaian harta yang diungkap, atau tidak terpenuhinya persyaratan kepada kantor pelayanan pajak (KPP).
Selanjutnya, KPP akan melakukan penelitian atas data-data tersebut dan berwenang melakukan pembetulan atau pembatalan surat keterangan atas nama dirjen pajak jika terdapat ketidaksesuaian. Dirjen Pajak Suryo Utomo memastikan adanya pengawasan atas penerapan SE-17/PJ/2022 di lapangan.
"Pengawasan pasti akan kami lakukan secara sistematis karena pelaksanaan PPS ini juga dilakukan secara sistematis," ujarnya. (DDTCNews)
Kinerja Penerimaan Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2022 senilai Rp705,82 triliun. Angka itu setara 55,8% dari target yang ditetapkan pemerintah sekaligus mencatatkan pertumbuhan 53,58% secara tahunan.
“Ini kenaikan yang luar biasa dari tahun lalu. Tahun lalu sudah naik, tahun ini lebih naik lagi," kata Sri Mulyani.
Capaian itu menggambarkan tren pemulihan ekonomi yang terjadi di tengah pandemi Covid-19. Namun, Sri Mulyani juga mengakui adanya pengaruh basis penerimaan yang rendah pada 2021 dan kenaikan harga komoditas global. Simak pula ‘Penerimaan PPh Badan Tumbuh 127,5%, Sri Mulyani: Luar Biasa Tinggi’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Penggunaan e-Faktur Host-to-Host
Sesuai dengan PER-03/PJ/2022, aplikasi e-faktur host-to-host hanya dapat digunakan oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang membuat faktur pajak lewat penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP). Namun, PKP yang sudah menggunakan aplikasi sebelum PER-03/PJ/2022 terbit, masih dapat memakainya.
"Ada beberapa PKP yang sudah mendapatkan penetapan, bisa melakukan host-to-host dengan kami di DJP. Pada PER-03/PJ/2022, kami sudah sebutkan, sepanjang sudah mendapatkan keputusan maka dapat terus memanfaatkan [e-faktur host-to-host]," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews)
Konsekuensi Peserta Tax Amnesty Tidak Ikut PPS
DJP mengungkap konsekuensi bagi wajib pajak sebenarnya memenuhi kondisi sebagai peserta skema kebijakan I PPS, tetapi memilih untuk tidak ikut. Konsekuensi juga berlaku untuk wajib pajak yang mengikuti skema kebijakan I PPS, tetapi tidak melaporkan seluruh hartanya. Artinya, masih ada harta yang belum diungkap melalui Tax Amnesty pada 2016-2017 ataupun PPS.
“Harta yang belum atau kurang diungkap tersebut akan dianggap sebagai penghasilan pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai harta tersebut oleh DJP. Perlu kita perhatikan di sini, tidak ada batas waktunya,” ujar Giyarso, Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP. (DDTCNews)
PPh atas Natura dan Fasilitas PPN
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut aturan pelaksana UU HPP akan dirilis dalam waktu dekat.Suryo mengatakan ada 2 peraturan pemerintah (PP) yang segera dirilis. Kedua PP tersebut terkait dengan PPh atas natura dan fasilitas PPN.
"Nanti akan kami berikan review yang lebih lengkap terkait kedua hal ini apabila alas regulasi yang diperlukan sudah dapat diterbitkan," katanya. (DDTCNews)
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,50% dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 22-23 Juni 2022. Selain BI7DRR, BI menetapkan suku bunga deposit facility sebesar 2,75% dan suku bunga lending facility sebesar 4,25%.
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 24 Juni 2022