DJP Bakal Tukar Data dan Informasi Keuangan dalam AEOI Secara Otomatis
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax system) akan meningkatkan kualitas pengelolaan data dari skema automatic exchange of information (AEOI). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (20/6/2022).

Pasalnya, ketika pembaruan coretax system sudah selesai dan mulai diimplementasikan Ditjen Pajak (DJP) pada 2023, penerimaan dan pengiriman data dan informasi keuangan dalam skema AEOI bisa berjalan secara otomatis.

"Saat ini DJP sedang mengembangkan sistem inti administrasi perpajakan yang akan merancang ulang proses bisnis perpajakan menuju fungsi yang integratif. AEOI merupakan salah satu proses bisnis yang akan diintegrasikan ke dalam sistem tersebut,” ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama.

Automasi penerimaan dan pengiriman data AEOI diharapkan dapat meningkatkan kelancaran pertukaran data dan informasi secara signifikan. Dengan demikian, pengujian kepatuhan pajak juga dapat berjalan dengan cepat.

Selain mengenai AEOI, ada pula bahasan terkait dengan kebijakan cukai. Kemudian, masih ada pula ulasan terkait dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penghindaran Pajak

Yurisdiksi-yurisdiksi salinh mempertukarkan data dan informasi aset keuangan untuk mendeteksi serta mencegah praktik penghindaran pajak. Indonesia tercatat telah mempertukarkan data dan informasi keuangan melalui AEOI sejak 2018.

Hingga saat ini, sesuai dengan PENG-1/PJ/2022, ada 113 yurisdiksi partisipan dan 95 yurisdiksi tujuan pelaporan. Yurisdiksi partisipan adalah yurisdiksi asing yang menyampaikan informasi , sedangkan yurisdiksi tujuan pelaporan merupakan yurisdiksi asing penerima informasi dari Indonesia.

Setelah mendapatkan data dan informasi keuangan dari yurisdiksi mitra, yurisdiksi perlu mengolah data tersebut agar dapat digunakan untuk menindak praktik penghindaran pajak.

"AEOI bukan hanya tentang mengumpulkan data dan meletakkannya di rak saja, melainkan tentang memanfaatkan data tersebut untuk memberantas penghindaran pajak," ujar Tax Policy Advisor dari Global Forum Raynald Vial. (DDTCNews)

Cukai Plastik dan Minuman Bergula dalam Kemasan

Pemerintah memastikan pengenaan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) tidak akan dimulai pada tahun ini.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah mempertimbangkan kondisi perekonomian yang masih berada pada fase pemulihan. Pemerintah pun berencana mengusulkan target penerimaan cukai plastik dan MBDK kembali dalam RAPBN 2023.

"Kami melihat kondisi belum ini [pulih sepenuhnya], tetapi kemudian kita tahu ada kebijakan fiskal yang lebih utama dan lebih penting untuk di-launching duluan, makanya ini Insyaallah kami usulkan 2023," katanya. (DDTCNews)

Dapat SP2DK tapi Ikut PPS

Contact center DJP, Kring Pajak, mendapat pertanyaan terkait dengan nasib SP2DK jika ada wajib pajak yang mendapatkannya untuk tahun pajak 2019 dan mengikuti PPS. Seperti diketahui, perolehan harta sejak 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2020 dapat diikutkan dalam skema kebijakan II PPS.

Kring Pajak mengatakan secara umum SP2DK adalah sarana bagi kantor pelayanan pajak (KPP) meminta penjelasan wajib pajak mengenai data, keterangan, dan sebagainya. Tidak ada sanksi atau denda atas penerbitan SP2DK.

“Tetapi jika ikut PPS, sesuai pasal 8 PMK-196/2021, OP (orang pribadi) … tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020, kecuali ditemukan data dan/ atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH (Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta),” tulis Kring Pajak melalui Twitter. (DDTCNews)]

Ultimum Remedium

Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani mengatakan pemerintah masih menyiapkan aturan pelaksana penerapan prinsip ultimum remedium dalam pelanggaran cukai sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurutnya, aturan pelaksana yang akan dirilis meliputi 1 peraturan pemerintah (PP) dan 2 peraturan menteri keuangan (PMK).

"Mudah-mudahan ultimum remedium bisa kita laksanakan di tahun ini. Kita lebih mengedepankan [penegakkan hukum yang] soft, tidak lagi dari sisi pidana untuk kebijakan di bidang cukai," katanya. (DDTCNews)

Dokumen T&C pada e-Commerce

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan sistem elektronik untuk pelunasan bea meterai dan peneraan meterai elektronik atas dokumen berupa T&C masih dipersiapkan oleh Perum Peruri.

"Ini tidak serta merta, ini sedang kita uji coba. Oleh sebab itu, kami tidak akan mungkin menerapkan ini sampai nanti sistemnya settle," ujar Bonarsius.

Saat ini, infrastruktur pemeteraian dan pelunasan bea meterai secara elektronik telah diberlakukan pada sektor keuangan dan perbankan. Meski demikian, sistem pemeteraian elektronik yang sudah berlaku di sektor keuangan tidak bisa diterapkan atas T&C e-commerce karena adanya perbedaan bentuk dokumen. (DDTCNews/Kontan)

Email Pengingat PPS

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan sudah ada jutaan surat elektronik (surel) atau email pengingat adanya PPS yang dikirimkan kepada wajib pajak.

“Kami saat ini sedang dalam proses mengirimkan pengingat tersebut. Secara total, surel pengingat yang dikirim akan mencapai sekitar 18 juta,” tutur Neilmaldrin. (Kontan)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 20 Juni 2022