JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) melakukan pengecekan atas pemanfaatan insentif pajak. Langkah otoritas tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (7/9/2021).
Pengecekan dilakukan untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan pemberian insentif pajak pada 2020 yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pengecekan dan penagihan kembali dilakukan tiap kantor pelayanan pajak (KPP).
“Jadi, kami betul-betul kembali melihat apakah wajib pajak eligible untuk memanfaatkan atau tidak. Kalau memang iya, ya mereka akan terus memanfaatkan. Kalau tidak, mereka harus membayar kembali sesuatu yang tidak seharusnya dimanfaatkan,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya kelemahan dalam pemberian insentif pajak. Simak ‘Ada Soal Pajak, Ini Temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan LKPP 2020’.
Selain mengenai pengecekan kembali pemanfaatan insentif, ada pula bahasan terkait dengan penunjukan perusahaan pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Penelitian Secara Manual
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kriteria wajib pajak yang berhak menerima insentif pajak ditentukan beberapa aspek, salah satunya klasifikasi lapangan usaha. Pemberian insentif dilakukan secara online melalui sistem informasi. Oleh karena itu, DJP juga melakukan double checking.
“Mengingat kita lihat hampir semua sektor pada waktu itu mendapatkan [insentif]. Terus, di beberapa kesempatan yang lalu, sebagian dari sektor berkurang untuk tidak mendapatkan [insentif] kembali. Karena yang memberikan secara sistem, kami harus meneliti kembali secara manual,” jelas Suryo. (DDTCNews)
Pelaksanaan Sesuai dengan Rekomendasi dan Aturan
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan proses pengecekan dan penagihan kepada wajib pajak yang tidak seharusnya menerima insentif sedang dilakukan setiap instansi vertikal DJP.
“Pelaksanaannya akan dilakukan sesuai rekomendasi dan aturan yang berlaku serta akan diberitahukan setelah seluruh prosesnya diselesaikan," ujar Neilmaldrin. (DDTCNews)
Pemungut PPN Produk Digital PMSE
Dirjen pajak kembali menunjuk 2 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN produk digital. Kedua perusahaan memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN pada PMSE atas produk digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.
Kedua pelaku usaha tersebut yakni WeTransfer B.V dan OffGamers Global Pte Ltd. Dengan penambahan ini, pemungut PPN produk digital PMSE yang telah ditunjuk menjadi sebanyak 83 badan usaha. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Penerimaan PPN Produk Digital
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas terus melakukan pengawasan secara intensif terhadap pemungut PPN produk digital PMSE. Hingga 31 Agustus 2021, realiasi penerimaan PPN produk digital PMSE senilai Rp2,5 triliun.
DJP terus mengidentifikasi dan melakukan sosialisasi dengan sejumlah perusahaan lain yang menjual produk digital luar negeri ke Indonesia. Di samping itu, DJP juga aktif menjalin komunikasi untuk mengetahui kesiapan mereka sehingga jumlah pemungut PPN produk digital bisa terus bertambah. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
DIM RUU KUP dan RUU HKPD
Komisi XI DPR menunda jadwal penyerahan daftar inventarisasi masalah (DIM) atas RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP mengatakan penyerahan DIM atas RUU KUP dan HKPD akan diserahkan setelah rapat kerja bersama dengan pemerintah sehingga penyerahan DIM tidak dilakukan kemarin, Senin (6/9/2021).
"DIM [RUU KUP dan HKPD] masih menunggu rapat kerja bersama pemerintah. Rencana rapat kerja pada Senin, 13 September 2021," katanya. (DDTCNews)
RUU P2 APBN 2020
Badan Anggaran (Banggar) DPR menyetujui RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020 (P2 APBN 2020) dilimpahkan dalam pembahasan tingkat II atau rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat kerja yang dipimpin Ketua Banggar DPR Said Abdullah, Senin (6/9/2021). Said mengatakan 9 fraksi DPR memberikan persetujuan terhadap RUU P2 APBN 2020. Namun, sejumlah fraksi juga memberikan catatan mengenai RUU tersebut. (DDTCNews)