JAKARTA, Otoritas bakal mengoptimalkan mekanisme pengawasan kepatuhan terhadap wajib pajak. Hal ini sejalan dengan makin mutakhirnya sistem pengawasan yang dikembangkan Ditjen Pajak (DJP).
Topik mengenai pengawasan kepatuhan makin hangat diperbincangkan publik, kendati Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sudah berakhir lebih dari sebulan lalu. DJP memang menegaskan akan mengoptimalkan pengawasan dan penegakan hukum selepas PPS berakhir.
Wajib pajak perlu tahu bahwa DJP kini menerima data dari berbagai instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) sebagai basis dalam melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak. Dirjen Pajak Suryo Utomo bahkan mengungkapkan data dan informasi tersebut, termasuk rekening perbankan, secara rutin diterima otoritas.
"Ini adalah tindak lanjut dari UU Akses Informasi untuk Tujuan Perpajakan. Jadi beberapa institusi perbankan dan finansial lainnya secara periodik baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri," ujar Suryo awal pekan ini.
Pada 2022 saja, sudah ada 113 yurisdiksi yang menyampaikan data rekening keuangan kepada DJP. Tak cuma itu, sudah ada 69 instansi yang juga rutin menyetorkan data dan informasi yang berkaitan dengan wajib pajak kepada DJP.
Berdasarkan UU Akses Informasi, Suryo mengatakan, DJP sudah mendapatkan laporan saldo keuangan untuk tahun 2020 dan 2021. Data diterima oleh DJP pada bulan April setiap tahunnya.
Lantas seperti apa penggunaan data dan informasi keuangan itu? Simak artikel lengkapnya, Terima Data Rekening Wajib Pajak, DJP Optimalkan Pengawasan Kepatuhan.
Sejalan dengan akses informasi keuangan yang makin luas, secara internal DJP juga mengembangkan big data analytics sebagai mekanisme pengawasan kepatuhan. Hal ini dituangkan ke dalam peluncuran compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI).
CRM dan BI memiliki mekanisme peningkatan kepatuhan berkelanjutan dengan memberikan treatment yang tepat kepada wajib pajak berdasarkan tingkat risikonya masing-masing. Perlakuan kepada wajib pajak yang mengacu pada profil risiko merupakan penerapan dari data driven decision making.
Salah satu kelompok yang jadi sasaran pengawasan melalui mekanisme CRM dan BI adalah pelaku UMKM. CRM memungkinkan otoritas mengawasan kegiatan perpajakan UMKM secara realtime.
Seperti apa penerapan CRM dan BI ini? Simak Ada CRM, Pengawasan Wajib Pajak UMKM Bakal Dilakukan Lebih Detail.
Selain 2 pemberitaan di atas, masih ada sejumlah artikel perpajakan lainnya yang menarik untuk diulas. Berikut adalah 5 berita pajak DDTCNews terpopuler dalam sepekan terakhir yang sayang untuk dilewatkan:
1. Korlantas: Tunggakan Pajak Kendaraan se-Indonesia Capai Rp100 Triliun
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri meminta kepada para pemilik kendaraan agar patuh membayar pajak kendaraan bermotor (PKB).
Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan ada sekitar 50% kendaraan bermotor di Indonesia yang masih memiliki tunggakan PKB. Menurutnya, nilai tunggakan PKB se-Indonesia sudah tembus Rp100 triliun.
"Ini perlu ditindaklanjuti, oleh karena itu tim kami sekarang sedang roadshow ke daerah karena kewenangan pajak ada di daerah," ujar Yusri, Senin (1/8/2022).
Melalui kunjungan-kunjungan ke berbagai provinsi tersebut, Yusri mengatakan pihaknya mendorong pemda untuk melakukan penghapusan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) atas kendaraan bermotor bekas.
2. WP Punya 2 Tempat Usaha atau Lebih, NITKU Diberikan secara Otomatis
DJP menyebut wajib pajak yang memiliki 2 tempat usaha atau lebih akan mendapatkan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU) secara langsung oleh sistem.
Suryo Utomo mengatakan NITKU merupakan format baru dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang. Penggunaan NITKU sebagai NPWP cabang akan mulai diimplementasikan secara penuh pada Januari 2024.
"Wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha di beberapa tempat NPWP-nya menggunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan), hanya saja akan kami tambahkan nomor baru [NITKU] yang auto generated by system menggunakan core tax administration system," katanya.
Ketika wajib pajak melakukan bertransaksi dengan DJP, wajib pajak cukup mengakses DJP Online menggunakan NIK atau NPWP 16 digit ditambah dengan NITKU.
Bila wajib pajak telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), sambungnya, NIK digunakan sebagai basis identitas PKP. Saat melakukan transaksi, PKP juga perlu mencantumkan NITKU dalam faktur pajak tersebut.
3. DJP Minta WP Mutakhirkan Data Alamat, Email, dan Nomor Telepon
DJP meminta kepada wajib pajak untuk segera melakukan pemutakhiran data dan informasi melalui DJP Online.
Pemutakhiran yang dimaksud bukan hanya melakukan validasi untuk menggunakan NIK sebagai NPWP, melainkan juga alamat tinggal, email, dan nomor telepon.
"Alamat [yang] digunakan untuk reaching out dengan wajib pajak, nomor telepon dan email sama. Kalau memang ada hal-hal yang perlu dilakukan penyesuaian dan pemutakhiran, wajib pajak dapat melakukannya," ujar Suryo Utomo.
Adapun untuk menggunakan NIK sebagai NPWP, wajib pajak perlu terlebih dahulu melakukan login dan memasukkan NIK yang dimiliki. Bila dinyatakan valid, wajib pajak dapat menggunakan NIK tersebut untuk mengakses DJP Online.
4. NIK Sebagai NPWP, DJP Tegaskan Lagi Tidak Semuanya Harus Bayar Pajak
Suryo Utomo lagi-lagi menegaskan penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi tidak berarti membuat seluruh masyarakat harus membayar pajak.
Menurutnya, NIK akan digunakan sebagai sarana administrasi perpajakan seperti NPWP yang sudah ada saat ini. Kewajiban pembayaran pajak masih tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Apakah mereka harus bayar pajak? Kalau [penghasilannya] di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak), iya [bayar]. Bukan berarti menggunakan NIK sebagai NPWP memaksa orang yang [berpenghasilan] di bawah PTKP harus membayar pajak,” ujarnya.
5. BPS: Ekonomi Indonesia Kuartal II/2022 Tumbuh 5,44 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2022 mengalami pertumbuhan 5,44% secara tahunan.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan positif tersebut terjadi sejalan dengan membaiknya perekonomian setelah pandemi Covid-19. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi pada semester I/2022 mengalami pertumbuhan 5,23%.
"Tren pertumbuhan ekonomi tahun ini meningkatkan secara persisten. Ini terus berlanjut, bahkan kalau dilihat dari angkanya terus meningkat," katanya.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 6 Agustus 2022