DJP Tekan Risiko Pemeriksaan dan Sengketa Pajak
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Melalui kerja sama integrasi data perpajakan, Ditjen Pajak (DJP) berupaya menekan risiko pemeriksaan atau sengketa. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (11/11/2020).

Kemarin, DJP bersama Pelindo I, Pelindo II, dan Pelindo III menandatangani nota kesepahaman tentang integrasi data perpajakan. Dokumen yang sama juga telah ditandatangi dengan Pelindo III pada Juli 2020. Integrasi ini merupakan bagian dari strategi penciptaan kepatuhan kooperatif.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kerja sama ini merupakan kelanjutan dari program bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN untuk meningkatkan tata kelola perusahaan BUMN, khususnya pada aspek transparansi perpajakan.

“Sehingga dapat menjadi contoh bagi sektor korporasi di Indonesia sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan. Integrasi data perpajakan ini tidak hanya memberikan makna dan manfaat untuk DJP tapi juga untuk wajib pajak,” katanya.

Bagi wajib pajak, lanjut dia, transparansi perpajakan dapat menurunkan beban kepatuhan dan risiko pemeriksaan atau sengketa di kemudian hari. Pemeriksaan atau sengketa sering kali menjadi proses panjang dan mahal karena mengalihkan sumber daya perusahaan dari aktivitas produktif.

Bagi DJP, integrasi data memberikan akses terhadap data keuangan wajib pajak serta data transaksi wajib pajak dengan pihak ketiga. Dengan data tersebut, DJP dapat melakukan penelitian dan pengujian kepatuhan secara elektronik sehingga dapat mengurangi beban administratif terkait dengan pemeriksaan serta potensi terjadinya keberatan dan banding.

Selain mengenai integrasi data perpajakan, ada pula bahasan terkait dengan estimasi penerimaan pajak rokok pada 2021. Kemudian, masih ada pula penegasan dari Kementerian Ketenagakerjaan mengenai tidak diperkenankannya wajib pajak sebagai penerima subsidi gaji.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Uji Kepatuhan Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut program integrasi data menjadi langkah strategis DJP dalam pengujian kepatuhan pajak pelaku usaha BUMN dan rekanan bisnisnya. Pasalnya, jika bisa menjaring seluruh BUMN ikut serta dalam program integrasi data maka otoritas akan mendapatkan potret kegiatan ekonomi BUMN yang menyumbang 40% dari total produk domestik bruto (PDB) nasional.

"Dengan semakin bertambahnya BUMN yang bergabung dalam integrasi data maka ini akan menjadi PR [pekerjaan rumah] DJP, bagaimana kami melakukan tugas dalam mengelola data dan informasi dalam rangka uji kepatuhan wajib pajak," imbuhnya. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Dorong Integrasi Data dengan BUMN Masuk Tahap Ini’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Fokus pada Pengelolaan Pelabuhan

Dirut Pelindo II Arif Suhartono mengatakan dengan integrasi maka urusan perpajakan perusahaan menjadi lebih transparan dan akuntabel. Dengan demikian, cost of compliance berkurang karena data sudah tersaji secara langsung atau real time.

"Kerja sama integrasi perpajakan menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kepatuhan dan berkurangnya cost of compliance sehingga BUMN bisa fokus dalam melakukan pengelolaan pelabuhan dalam rangka pemerataan pembangunan nasional," ungkapnya. (DDTCNews)

  • Pajak Rokok

Pemerintah mengestimasi penerimaan pajak rokok pada 2021 mencapai Rp17,03 triliun atau naik tipis dibandingkan 2020 yang diproyeksikan senilai Rp16,96 triliun.

Estimasi penerimaan pajak rokok ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan No.KEP – 59/PK/2020 tentang Proporsi dan Estimasi Pajak Rokok Di Masing-Masing Provinsi Tahun Anggaran 2021. (Bisnis Indonesia)

  • Wajib Pajak Penerima Subsidi Gaji

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan penerima bantuan subsidi gaji yang termasuk golongan wajib pajak (WP) dipastikan tidak akan mendapatkannya lagi pada termin II. Penyaluran subsidi gaji termin II ini berbeda.

Hal ini dikarenakan data penerima ubsidi gaji dievaluasi DJP. Evaluasi data yang dilakukan oleh DJP, sambung Ida, telah mendapat rekomendasi atau persetujuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Kementerian Ketenagakerjaan.

“Nah kalau upahnya di atas itu [Rp5 juta] dan wajib pajak [gaji di atas batas PTKP] berarti mereka tidak berhak menerima. Harus atas rekomendasi dari KPK. Kami harus memadankan data penerima program ini dengan [data] wajib pajak,” katanya. (Kontan)

  • Insentif Pajak UMKM

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) hingga 4 November 2020 baru dimanfaatkan 230.094 wajib pajak.

Sri Mulyani mengatakan nilai pemanfaatan insentif pajak tersebut baru Rp550 miliar atau 51% dari pagu yang telah direvisi Rp1,08 triliun. Dia berharap semakin banyak UMKM yang memanfaatkan insentif PPh final DTP tersebut. (DDTCNews)