Edukasi lebih Strategis Ketimbang Penegakan

Ketua Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (ATPETSI), Darussalam menuturkan, saat ini salah satu agenda otoritas pajak di negara berkembang adalah mengubah lanskap perpajakan dengan menekankan program edukasi. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perpajakan. Di Indonesia, program inklusi kesadaran pajak bertajuk telah digulirkan Kementerian Keuangan melalui DJP. Salah satunya melalui Program Pajak Bertutur. Dalam pelaksanaannya, Kementerian Keuangan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Program itu diluncurkan serentak pada Agustus 2017, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Untuk memperkokoh program itu ATPETSI melalui 199 tax center yang tersebar di seluruh Indonesia pun turut andil membantu edukasi perpajakan kepada Wajib Pajak, mahasiswa, dan para pelajar.

“Opsi menggencarkan program edukasi pajak tentu lebih strategis dari pada memaksimalkan teknik lama berbasis penegakan hukum. Ada 199 tax center berfungsi di dalam program edukasi,” kata Darussalam, pada Senin siang (15/10).

Tax center Universitas Indonesia (UI), misalnya, memiliki program pelayanan pengisian SPT Tahunan, edukasi pajak untuk para pelaku UMKM, dan menerima konsultasi pemajakan lainnya. Kantor Pajak setempat biasanya hanya memberi infrastruktur pelayanan, seperti brosur aturan, formulir, dan lain-lain.

Bagi kampus yang ingin menyelenggarakan tax center, dapat mengajukan memorandum of understanding (MoU) terlebih dahulu kepada kantor pajak setempat.

Ke depan, Darussalam berharap tax center dapat menjadi laboratorium yang membantu pemerintah mengemas program edukasi pajak menjadi lebih menarik. Sebab menurutnya, edukasi tak bisa lagi dalam format sosialisasi atau presentasi searah.

Sebut saja, lanjut Darussalam, Bangladesh sukses menciptakan festival pajak, Malaysia membuat aplikasi gim pajak, Nigeria membuat sinetron pajak di Televisi, dan lain-lain.

Opsi menggencarkan program edukasi pajak tentu lebih strategis dari pada memaksimalkan teknik lama berbasis penegakan hukum.

Peran strategis

Penasihat ATPETSI, John Hutagaol, menambahkan, peran tax center seyogianya harus lebih strategis dalam menyukseskan program Pajak Bertutur. Misalnya, dilibatkan dalam menyusun kurikulum inklusi kesadaran perpajakan, menyusun buku pelajaran dan mata kuliah pajak, serta melakukan riset regulasi perpajakan.

“Tax center di Perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam melakukan edukasi perpajakan. Karena perguruan tinggi dianggap sebagai lembaga independen dan terpelajar yang dipercaya masyarakat,” kata Direktur Perpajakan Internasional ini.

Sejatinya, tax center telah ada sejak 2004 silam. Kala itu, Universitas Padjajaran-lah yang menjadi pelopornya. Seiring berjalannya waktu, tax center tumbuh di berbagai kampus di Indonesia. Jumlahnya ratusan. Namun, menurut John, tak seluruhnya konsisten menjalankan kegiatan. Hal itu karena manajerial dan pembiayaan yang tersendat.

“Pengalaman saya mengurus tax center di Unpad, pengurusnya tidak full time. Banyak organisasi seperti Ikatan Akuntan Indonesia yang dapat dijadikan benchmark dalam hal membiayai organisasinya sendiri,” kata John. Untuk itu, perlu penguatan kemitraan dalam menyukseskan tujuan program.

John mendorong pula Ditjen Pajak dan ATPETSI merumuskan key performance indicators (KPI) sebagai alat ukur keberhasilan tax center. Indikatornya, persentase realisasi kegiatan, variasi kegiatan, riset perpajakan, serta kontribusi penerimaan perpajakan.

*Tulisan ini pernah dimuat di https://majalahpajak.net/ dan rilis tanggal 22 November 2018