Gali Potensi Pajak 3 Sektor Industri Pengolahan, Ini Pertimbangan DJP
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Selain mengawasi penerimaan wajib pajak high wealth individual (HWI) dan pelaku ekonomi digitalDitjen Pajak (DJP) akan menggali potensi 3 sektor industri pengolahan. Langkah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (9/3/2021).

Dalam Laporan Kinerja (Lakin) DJP 2020, otoritas menyatakan akan melakukan penggalian potensi penerimaan pajak sektoral dalam skala nasional dan regional pada tahun ini. Untuk skala nasioal, penggalian diarahkan pada 3 sektor industri pengolahan.

Pertama, industri makanan dan minuman, termasuk produk sawit, produk makanan kesehatan (sarang burung walet), serta produk pakan ternak. Kedua, industri farmasi. Ketiga, industri alat kesehatan, seperti alat pelindung diri (APD), masker, dan alat olahraga (sepeda).

“Penggalian dapat dilakukan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan pemanfaatan data,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Selain mengenai penggalian potensi penerimaan pajak, ada pula bahasan tentang pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Kemudian, ada bahasan terkait dengan ketentuan pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) dalam faktur pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Beberapa Pertimbangan

Ada beberapa pertimbangan yang membuat DJP memilih 3 sektor industri pengolahan sebagai sasaran penggalian potensi. Pertama, mempertimbangkan referensi dari beberapa literatur ekonomi tentang faktor Industri yang tidak terdampak atau terdampak positif Covid-19.

Kedua, mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain memiliki kontribusi produk domestik bruto (PDB) lebih dari 50%, memiliki nilai potensi dan tax gap tax gap yang cukup signifikan, serta memiliki ability to pay yang tinggi. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Lapor SPT Lebih Awal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan jajaran pejabat Kemenkeu menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi secara online melalui e-filing kemarin, Senin (8/3/2021).

"Terutama dalam situasi Covid ini, saya berharap untuk bisa menggunakan SPT elektronik secara lebih banyak dan lebih awal, untuk menghindari jammed di hari-hari terakhir atau jam-jam terakhir," katanya. Simak pula 'Ini 3 Alasan Mengapa Wajib Pajak Perlu Lapor SPT Lebih Awal'. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Mayoritas Pelaporan SPT Secara Elektronik

Berdasarkan pada data DJP, hingga Senin (8/3/2021) pagi, jumlah SPT yang masuk sebanyak 5,15 juta. Jika dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 5,98 juta SPT, ada penurunan sekitar 13,9%.

Dari jumlah SPT Tahunan yang sudah masuk, hanya sebanyak 194.836 atau sekitar 4% yang disampaikan secara manual. Mayoritas atau sekitar 96% disampaikan secara elektronik melalui e-filing ASP, e-filing DJP, e-form, dan e-SPT. Porsi ini tidak banyak berubah dari periode yang sama tahun lalu. Simak ‘Hanya 4% SPT Tahunan yang Dilaporkan Secara Manual’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)’.

  • Keuntungan Transaksi Cryptocurrency

DJP mengimbau wajib pajak yang menjadi investor cryptocurrency, seperti Bitcoin, untuk melaporkan keuntungan yang diperoleh pada SPT Tahunan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan DJP tetap berpegang Pasal 4 UU PPh yang mendefinisikan penghasilan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi ataupun menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan bentuk apapun.

“Dengan demikian, bila keuntungan dari cryptocurrency masuk dalam definisi tersebut berarti merupakan objek pajak dan harus dilaporkan pada SPT Tahunan,” ujar Neilmaldrin. (DDTCNews)

  • Faktur Pajak

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 72 PMK 18/2021, dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) yang paling sedikit memuat 7 hal.

Salah satunya adalah identitas pembeli BKP atau penerima JKP. Jika pembeli BKP atau penerima JKP adalah subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, identitasnya adalah nama, alamat, dan NPWP atau NIK.

“Nomor induk kependudukan … mempunyai kedudukan yang sama dengan NPWP dalam rangka pembuatan faktur pajak dan pengkreditan pajak masukan,” bunyi penggalan Pasal 72 ayat (2) PMK 18/2021. Simak selengkapnya ‘Ketentuan PMK 18/2021, Keterangan Ini Harus Ada dalam Faktur Pajak’. (DDTCNews)