Gandeng Kemenristekdikti, DJP selenggarakan FGD dan Lokakarya penyusun

Sebagai bagian dari upaya untuk mencetak generasi emas Indonesia yang berkualitas dan berkarater sadar pajak, Direktorat Jenderal Pajak telah menggulirkan program Inklusi, yaitu integrasi materi kesadaran pajak dalam kurikulum pendidikan dengan menggandeng beberapa kementerian dan lembaga, di antaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan Kementerian Agama. Dalam rangka penyempurnaan implementasi program Inklusi tersebut diperlukan sinergi dalam penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) atas materi kesadaran pajak di lingkungan perguruan tinggi sekaligus pendidikan dasar dan menengah sebagai panduan kegiatan belajar-mengajar pada tahun akademik 2019. Menanggapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak menggelar kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun dan Lokakarya Inklusi Perpajakan yang dihadiri oleh perwakilan ketiga kementerian tersebut bersama tim dosen penyusun RPS dari sembilan kampus peserta piloting Inklusi di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.

Bertempat di Gedung Mar’ie Muhammad Direktorat Jenderal Pajak, kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari dari tanggal 27-29 Mei 2019. Dalam pembukaannya, Ibu Aan Almaidah Anwar, Kasubdit Penyuluhan Perpajakan Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat menuturkan,”Untuk meningkatkan kepatuhan pajak maka awareness pajak digulirkan melalui edukasi yang menyasar utamanya ke kaum cerdik cendekia yaitu para dosen dan akademisi. Sinergi yang timbul akan membangkitkan tanggung jawab bersama dalam membina generasi muda untuk sadar pajak. Visi ke depannya, kepatuhan sudah menjadi keniscayaan bagi generasi muda yang kelak akan menjadi pengusaha atau profesi apapun.”

Direktur Pembelajaran, Ibu Paristiyanti Nurwardani, mewakili Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi turut menyampaikan harapannya agar pada tahun 2024 mendatang rasio pajak dapat tumbuh sebesar 17% melalui penanaman muatan kesadaran pajak pada kurikulum pendidikan tinggi. Beliau menyatakan,”Jumlah mahasiswa sekarang ada 7 juta jiwa. Bisa dibayangkan pada tahun 2024 nanti mereka akan menjadi pengusaha atau karyawan, maka kita akan kehilangan potensi penerimaan pajak jika dari sekarang kita tidak mengajarkan kepada mereka pentingnya pajak.” Selain memasukkan muatan kesadaran pajak pada MKWU sebagai “hidden curriculum”, beliau menuturkan bahwa materi kesadaran pajak juga dapat dimasukkan pada kegiatan akademis lainnya seperti ekstrakurikuler, Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan latihan kepemimpinan. “Dalam waktu dekat kami juga berencana membuat kompetisi Duta Pajak bagi mahasiswa dan dosen, sebagai insentif bagi mereka untuk mengkampanyekan pajak di lingkungannya”, ungkap beliau.

Mewakili dunia akademisi, Universitas Gunadarma sebagai salah satu dari 57 kampus pionir dalam implementasi Inklusi pada pendidikan tinggi ditunjuk untuk membagikan pengalaman dan masukan kepada kolega dari perguruan tinggi lainnya. Bapak Setia Wirawan sebagai Ketua Jurusan Sistem Informasi di Universitas Gunadharma menyampaikan,”(Dalam pembelajaran), yang diukur bukan berapa banyak materi yang disampaikan, namun sejauh mana mahasiswa berhasil mencapai capaian pembelajarannya. Maka perlu diatur capaian tersebut secara konkret dan terukur pada RPSnya. Pada bulan Juli 2018 Tim Kurikulum Universitas Gunadarma, didampingi oleh Kanwil DJP Jabar III telah mendiskusikan konten pembelajaran RPS untuk 4 MKWU yang melibatkan tim kerja dari program studi S1, D3 dan koordinator mata kuliah untuk kemudian kami sosialisasikan pada dosen pengampu MKWU, dekanat dan program studi.” Selain itu, Unoversitas Gunadarma juga mengikuti lomba Penyusunan Perangkat Pembelajaran Kesadaran Pajak yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada Pekan Inklusi 2018 dan RPS Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang disusun oleh salah seorang dosennya, Ibu Tri Wahyu Retnoningsih, menyabet juara 1 pada lomba tersebut. “Salah satu inovasi yang kami kembangkan di prodi kami yaitu mahasiswa diberi tugas terkait system informasi yang ada hubungannya dengan pajak, misalnya membuat aplikasi peraturan perpajakan berbasis android yang bisa dimanfaatkan user untuk memperoleh edukasi perpajakan”,pungkas beliau.

Kegiatan hari kedua dan ketiga dilanjutkan dengan diskusi kelompok kerja (pokja) yang terdiri dari dosen, perwakilan Kanwil DJP di wilayah Jakarta dan Jawa Barat serta perwakilan dari ketiga kementerian. Masing-masing pokja bertugas untuk menyusun dan memasukkan materi kesadaran pajak dalam konsep RPS MKWU, seperti Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Pancasila dan Agama, yang outputnya diharapkan dapat menjadi standar pembelajaran kesadaran pajak secara nasional untuk diimplementasikan oleh perguruan tinggi se-Indonesia.

*Tulisan ini pernah dimuat di http://edukasi.pajak.go.id dan rilis tanggal 10 Juni 2019