JAKARTA, Implementasi penggunaan aplikasi e-Bupot bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan diterbitkannya petunjuk pelaksanaan insentif pajak yang diatur dalam PMK No. 86/2020 menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini.
Hari ini, Sabtu (1/8/2020), seluruh PKP sudah bisa mengakses e-Bupot 23/26. Membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23/26 melalui e-Bupot di DJP Online tersebut diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-269/PJ/2020.
E-Bupot 23/26 adalah perangkat lunak yang disediakan di DJP Online atau saluran tertentu yang ditetapkan DJP untuk membuat bukti pemotongan 23/26 serta membuat dan melaporkan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik.
Kriteria wajib pajak yang wajib menggunakan e-bupot mulai 1 Agustus 2020 tersebut antara lain seluruh PKP terdaftar di KPP Pratama seluruh Indonesia; PKP yang punya pemotongan PPh Pasal 23/26 lebih dari 20 bukti pemotongan dalam satu masa pajak.
Kemudian, PKP yang menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti potong dan PKP yang sudah pernah menyampaikan SPT masa secara elektronik.
Berita pajak terpopuler lainnya adalah diterbitkannya petunjuk pelaksanaan insentif pajak PMK No. 86/2020. Petunjuk pelaksanaan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-43/PJ/2020.
Setidaknya ada 11 ruang lingkup yang diatur dalam surat edaran tersebut di antaranya seperti tata cara pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP); tata cara pemberian insentif PPh final berdasarkan PP 23/2018 DTP.
Kemudian, tata cara pembebasan PPh Pasal 22 Impor; tata cara pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25; ketentuan mengenai penyampaian kembali pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP,
Kemudian, tata cara penyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP, PPh final DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, dan/atau pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Berikut berita pajak pilihan lainnya.
Keterangan Resmi DJP Soal Perlakuan Pajak PMK 90/2020 dan PMK 92/2020
Penghasilan dari bantuan, sumbangan, atau harta hibahan (bagi wajib pajak penerima) maupun keuntungan akibat pengalihan harta melalui bantuan, sumbangan, atau hibah (bagi wajib pajak pemberi) dikecualikan sebagai objek PPh.
Syarat dan ketentuan penghasilan bantuan, sumbangan, atau harta hibahan yang dikecualikan sebagai objek PPh tersebut diatur dalam PMK 90/2020. Adapun aturan tersebut mulai berlaku 21 Juli 2020.
Untuk PMK 92/2020, otoritas mengenai rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN. Jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN di antaranya jasa pelayanan rumah ibadah.
Kemudian, jasa pemberian khotbah atau dakwah jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan baik oleh pemerintah maupun oleh biro perjalanan wisata
Wah, Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Bakal Diperbesar
Pemerintah akan memperbesar diskon angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 sebagai insentif di tengah pandemi Covid-19 lantaran insentif yang disediakan pemerintah tersebut masih belum banyak digunakan wajib pajak.
Pemerintah sebelumnya memperluas cakupan sektor usaha yang berhak memanfaatkan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah penerima manfaat diskon angsuran PPh Pasal 25. Perluasan cakupan sektor usaha tersebut diatur melalui PMK 86/2020.
Sesuai dengan PMK 86/2020, wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.013 bidang industri tertentu (sebelumnya hanya 846 bidang industri), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat mendapat pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25.
Dirjen Pajak Longgarkan Deadline Pelaporan Informasi Keuangan Otomatis
DJP memberikan relaksasi kewajiban pelaporan informasi keuangan secara otomatis bagi lembaga jasa keuangan (LJK). Pelaporan ini terkait dengan pelaksanaan perjanjian internasional atau automatic exchange of information (AEoI).
Melalui Surat Dirjen Pajak No. S-990/PJ/2020, penyampaian laporan informasi keuangan sampai 31 Desember 2019—sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan—dapat dilakukan LJK hingga 1 Oktober 2020.
Apabila surat ini tidak diterbitkan oleh DJP, LJK sesungguhnya wajib menyampaikan laporan tersebut pada 1 Agustus 2020.
Dalam surat itu, DJP memperpanjang batas waktu pelaporan dengan mempertimbangkan faktor keadaan kahar akibat pandemi Covid-19 sesuai dengan ketetapan pemerintah melalui Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No. 13.A/2020.
Tidak Lapor Realisasi Pemanfaatan Insentif, DJP: Pajaknya Bisa Ditagih
DJP mengimbau wajib pajak untuk disiplin menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak. Bila tidak, DJP akan mengambil sejumlah opsi untuk menindaklanjuti wajib pajak yang tidak tertib melaporkan realisasinya.
Pertama, otoritas bisa menganggap wajib pajak tidak memanfaatkan insentif meski sudah mendapat persetujuan. Kedua, otoritas akan menagih pajak karena wajib pajak dianggap tidak memanfaatkan insentif sehingga rezim normal diberlakukan.
Uji Coba Unifikasi SPT Masa PPh, DJP Jajaki Penambahan BUMN
DJP menjalin kerja sama integrasi data perpajakan dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III. Kesepakatan tersebut juga menambah daftar BUMN yang telah melakukan integrasi data dengan DJP.
Kerja sama yang dijalin DJP dan BUMN adalah integrasi data perpajakan berupa host-to-host e-Faktur antara sistem BUMN dengan sistem DJP. Dengan bergabungnya Pelindo III, DJP kini sudah mengintegrasikan data dengan enam BUMN.
Keenam BUMN tersebut adalah Pertamina, Telkom, PLN, Pelindo II, Pegadaian, dan Pelindo III. Dari enam entitas bisnis tersebut, baru Pertamina, Telkom, dan PLN yang telah ikut serta dalam uji coba integrasi data perpajakan dengan unifikasi SPT masa PPh.