Ini 2 Kriteria Sektor Penerima Diskon Angsuran PPh Pasal 25
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Setidaknya ada 2 kriteria sektor usaha yang akan mendapatkan perpanjangan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 hingga akhir 2021. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (12/7/2021).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengungkapkan sektor penerima insentif angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat akan berkurang dibandingkan jumlah yang tercantum dalam PMK 9/2021.

"Insentif PPh pasal 22 impor, pengurangan angsuran untuk PPh Pasal 25, dan restitusi dipercepat PPN, diberikan pada sektor-sektor terpilih," katanya.

Kriteria pertama adalah sektor usaha tersebut terdampak pandemi Covid-19 sangat dalam hingga saat ini. Pemerintah memasukkan sektor-sektor tersebut dalam kategori slow starter karena pemulihannya masih membutuhkan waktu cukup lama dan tergantung pada perbaikan mobilitas masyarakat.

Kriteria kedua adalah sektor yang terdampak pandemi cukup besar dan keberadaannya dibutuhkan seluruh masyarakat.

Selain mengenai kriteria sektor usaha penerima perpanjangan waktu insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak, rencana pengenaan pajak karbon, serta ketentuan baru tenggat pembayaran cukai berkala pengusaha pabrik.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

5 Sektor Usaha Penerima Insentif Pajak

Pemerintah juga telah menyortir 5 sektor usaha yang layak memperoleh perpanjangan, yakni jasa pendidikan; jasa kesehatan; sektor angkutan darat, air, dan udara; penyedia jasa akomodasi; serta konstruksi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menilai sektor usaha jasa akomodasi dan angkutan tergolong slow starter karena pemulihan sangat tergantung pada mobilitas masyarakat. Sementara sektor jasa pendidikan dan jasa Kesehatan memiliki kaitan erat pada masyarakat secara luas. Adapun untuk sektor konstruksi, menurutnya, juga memiliki kontribusi besar perekonomian.

"Karena sektor ini berdampak sangat besar pada perekonomian dan tenaga kerjanya juga sangat banyak," ujarnya. (DDTCNews)

Realisasi Penerimaan Pajak

Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak pada semester I/2021 senilai Rp557,77 triliun atau tumbuh 4,89% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu juga setara dengan 45,36% terhadap target Rp1.229,59 triliun.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan data penerimaan pajak tersebut terus menunjukkan tren perbaikan. Hingga Juni 2021, hanya PPh nonmigas yang masih minus sedangkan jenis pajak lainnya sudah mencatat pertumbuhan positif. Simak ‘Penerimaan Pajak 3 Sektor Usaha Tumbuh Positif, Apa Saja?’. (DDTCNews/Kontan)

Efek PPKM Darurat

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat kebijakan PPKM darurat berpotensi mengakibatkan pertumbuhan negatif pada mayoritas sektor. Oleh karena itu, ada kemungkinan sektor perdagangan dan pengolahan kembali terkontraksi pada kuartal III/2021.

“Faktor penerimaan pajak tahun ini sangat tergantung dari kecepatan pengendalian pandemi dan upaya pemulihan ekonomi,” ujarnya. Simak pula ‘Penerimaan Pajak 3 Sektor Usaha Tumbuh Positif, Apa Saja?’. (Kontan)

Pembayaran Cukai

Kementerian Keuangan merelaksasi batas akhir waktu pembayaran cukai secara berkala bagi pengusaha pabrik. Relaksasi waktu tersebut tertuang dalam PMK 64/2021. Beleid ini merevisi batas waktu pembayaran cukai secara berkala yang sebelumnya diatur dalam PMK 58/2017.

Berdasarkan pada ketentuan PMK 64/2021, pengusaha pabrik yang melakukan pelunasan cukainya dengan cara pembayaran secara berkala wajib membayar cukai maksimal pada 2 waktu. Batas waktu tersebut tergantung pada waktu pengeluaran barang kena cukai (BKC).

Pertama, untuk cukai terutang atas BKC yang dikeluarkan pada tanggal 1—15, maksimal pembayaran tanggal 14 bulan berikutnya. Kedua, untuk BKC yang dikeluarkan tanggal 16 sampai dengan akhir bulan, maksimal pembayaran cukai pada tanggal 28 bulan berikutnya. Simak ‘Ketentuan Baru Tenggat Pembayaran Cukai Berkala Pengusaha Pabrik’. (DDTCNews)

Penambahan Barang Kena Cukai

Melalui rancangan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah mengusulkan simplifikasi penambahan dan pengurangan barang kena cukai (BKC).

Naskah Akademik (NA) RUU KUP menyebut ketentuan yang ada pada UU Cukai membuat penambahan atau pengurangan BKC saat ini kurang fleksibel karena harus mendapatkan persetujuan DPR. Melalui RUU KUP, proses persetujuan hanya perlu dilakukan ketika akan memasukkan target penerimaan BKC tertentu pada RUU APBN.

"Tetap meminta persetujuan DPR RI namun cukup hanya satu kali yakni pada proses penyusunan RUU APBN sehingga proses penambahan atau pengurangan BKC tersebut akan menjadi lebih efektif dan optimal," tulis pemerintah dalam NA RUU KUP. (DDTCNews)

PPN Elpiji Bersubsidi

Dirjen Pajak Suryo Utomo merilis Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-37/PJ/2021 mengenai tata cara penghitungan dan pemungutan PPN atas penyerahan LPG tertentu atau elpiji bersubsidi. SE ini sebagai petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No.220/PMK.03/2020.

Sesuai dengan PMK 220/2020, pengusaha yang melakukan kegiatan penyaluran LPG tertentu – badan usaha, agen, dan pangkalan – ditentukan menggunakan nilai lain sebagai dasar dalam penghitungan pajak pertambahan nilai (PPN) terutang atas penyerahan LPG tertentu. Simak ‘Dirjen Pajak Rilis SE Penghitungan & Pemungutan PPN Elpiji Bersubsidi’. (DDTCNews)

Pajak Karbon

Pemerintah berencana mengenakan pajak karbon. Rencana tersebut menjadi salah satu usulan materi dalam rancangan revisi UU KUP. Pemerintah menyatakan pengenaan pajak karbon dimaksudkan untuk mewujudkan komitmen Indonesia dalam mengendalikan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai Paris Agreement yang dituangkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) serta meningkatkan penerimaan negara.

Setidaknya terdapat 6 pertimbangan pemerintah dalam mengenakan pajak karbon. Salah satunya adalah penerapan prinsip polluters pay principle. Artinya, melalui pajak karbon, pemerintah ingin membebankan biaya kerusakan lingkungan akibat emisi karbon kepada pihak yang mengeluarkan emisi karbon. Simak ‘Ternyata Ada 6 Pertimbangan Pemerintah Ingin Pungut Pajak Karbon’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Layanan Unggulan Bidang Perpajakan

Dirjen Pajak Suryo Utomo menerbitkan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-36/PJ/2021 yang memerinci standar operasional prosedur (SOP) layanan unggulan bidang perpajakan.

Berdasarkan SE tersebut, ada 2 layanan yang tergolong layanan unggulan bidang perpajakan. Pertama, layanan permohonan surat keterangan fiskal (SKF) wajib pajak. Layanan ini harus diselesaikan segera (otomatis) apabila permohonan disampaikan secara online.

Sementara itu, apabila permohonan disampaikan secara luring melalui Loket Tempat Layanan Terpadu (TPT) di KPP dan KP2KP, penyelesaian maksimal 3 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

Kedua, layanan permohonan pemindahbukuan (Pbk). SE-36/PJ/2021 menyatakan layanan ini harus diberikan dengan jangka waktu penyelesaian 21 hari setelah dokumen diterima lengkap.Simak ‘Apa Itu Pemindahbukuan/Pbk?’. (DDTCNews)