Ini Alasan Perlunya Penguatan Inklusi Pajak Versi DJP

JAKARTA, Langkah Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (ATPETSI) untuk menggencarkan inklusi pajak di lingkungan kampus mendapat apresiasi dari Ditjen Pajak (DJP).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan keberadaan tax center di perguruan tinggi sangat membantu tugas otoritas. Tugas itu terutama menyangkut peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak dalam rangkaian pembangunan nasional.

“Kami lihat ATPETSI sebagai mitra strategis dan DJP apresiasi tax center yang sudah berjalan sebagai wujud sinergi untuk bersama-sama bangun kesadaran pajak,” katanya dalam Lokakarya Inklusi Pajak di Menara DDTC, Kamis (8/8/2019).

Lebih lanjut, Hestu mengatakan tugas terkait inklusi pajak merupakan salah satu pekerjaan besar DJP saat ini. Menurutnya, ada beberapa indikator yang menjadi penjelasan nyata perlunya memperkuat inklusi pajak di Tanah Air.

Pertama, tax ratio yang relatif rendah, terutama dibandingkan dengan negara-negara di Kawasan Asia. Rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih di kisaran 11% menjadi tanda masih rendahnya kesadaran pajak masyarakat Indonesia.

Kedua, tingkat kepatuhan wajib pajak juga masih jauh dari harapan. Pasalnya, dari 267 juta warga negara Indonesia, baru 18 juta wajib pajak yang mempunyai kewajiban melaporkan surat pemberitahuan (SPT) kepada DJP.

“Kepatuhan pajak masyarakat kita masih jauh dari harapan dan fakta kedua adalah tax ratio kita itu nomor dua terendah di Asia. Jadi, ini memang ini tanggung jawab kita semua dan perlu satu program yang kita lakukan bersama,” paparnya.

Adapun program bersama yang dimaksud Hestu adalah inklusi pajak. Lingkungan pendidikan tinggi menjadi penting karena basis wajib pajak baru di masa depan. Oleh karena itu, penanaman terkait kesadaran pajak mulai diperkenalkan sejak mengenyam pendidikan di dunia perkuliahan.

Dalam jangka panjang, inklusi pajak ini diharapkan dapat memberikan efek signifikan sebagaimana program inklusi keuangan dengan gerakan menabung. Dengan demikian, kepatuhan sukarela dapat meningkat dalam jangka panjang karena nilai-nilai sudah ditanamkan sejak dini.

“Inklusi pajak ini kita fokus untuk bangun karakter, sikap mental, dan budaya. Jadi setelah lulus nanti maka harus bayar pajak entah sebagai karyawan atau pengusaha. Ini sudah kita lakukan melalui kerja sama dengan Kemenristikdikti, memasukkan muatan inklusi pajak dalam mata kuliah Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pancasila, dan Pendidikan Agama,” jelasnya.