Ini Tujuan Adanya Fleksibilitas Penghitungan PBB dalam UU HKPD
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) memberi fleksibilitas penghitungan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Fleksibilitas tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (20/1/2022).

Fleksibilitas itu muncul karena sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (5) UU HKPD, nilai jual objek pajak (NJOP) yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP) paling sedikit Rp10 juta.

“Supaya apa? Agar memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Misal, ini ada daerah Menteng sama Menteng Dalam, seharusnya dibedakan NJOP-nya. Jadi, sekarang kita kasih space,” ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti.

Adapun sesuai dengan Pasal 41 UU HKPD, tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%. Untuk lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Simak pula ‘UU HKPD Ubah Ketentuan Penghitungan PBB, Begini Perinciannya’.

Selain mengenai fleksibilitas penghitungan PBB-P2, ada pula bahasan terkait dengan program pengungkapan sukarela (PPS). Kemudian, ada bahasan tentang rencana keberlanjutan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) atas kendaraan bermotor.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pemberian Insentif

Setelah adanya UU HKPD, pemerintah daerah akan lebih leluasa melakukan asesmen terhadap kaitan antara tarif PBB-P2 yang ditetapkan pada Perda dan kenaikan NJOP dengan kemampuan membayar wajib pajak.

“Daerah memiliki kewenangan untuk memberikan NJOP tinggi atau rendah sehingga tidak bingung dalam memberikan insentif. Pemerintah daerah bisa melakukan asesmen dan saya yakin menjadi lebih baik dan optimal serta bebannya lebih benar,” kata Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti.

Wawancara khusus dengan Astera dan ulasan mengenai UU HKP juga dapat disimak pula dalam Fokus Saatnya Daerah Optimalkan Pajak Sesuai Potensinya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Daya Saing Investasi di Daerah

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan pengaturan dalam UU HKPD memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengatur optimalisasi PBB-P2.

Ruang yang besar bagi pemerintah daerah untuk melakukan improvisasi dalam penetapan PBB-P2 dapat dimanfaatkan oleh pemkab/pemkot untuk meningkatkan daya saing investasi di daerahnya masing-masing. (DDTCNews)

Pengaturan dalam PP

Sejumlah ketentuan pajak dan retribusi daerah harus diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah (PP). Nantinya, beberapa PP akan menjadi aturan turunan dari UU HKPD. Salah satunya adalah perincian ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan opsen.

UU HKPD hanya mengatur tentang pajak yang dikenai opsen serta tarif, sehingga mekanisme pemungutannya perlu diperinci lewat PP. Opsen harus dipungut bersamaan dengan pajak yang dikenai opsen. Simak selengkapnya pada artikel ‘Berbagai Ketentuan Pajak dan Retribusi Daerah Ini Bakal Masuk PP’. (DDTCNews)

Pembetulan SPT

Kasubdit Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Inge Diana Rismawanti mengatakan bila memiliki harta yang belum dilaporkan tetapi penghasilan terkait dengan harta tersebut sudah dikenai pajak, wajib pajak tidak perlu ikut PPS.

“DJP tidak mau menzalimi wajib pajak. Kalau merasa penghasilannya sudah dikenai pajak selama ini, silakan membetulkan SPT-nya bila hartanya lupa dicantumkan," ujar Inge. (DDTCNews)

Aturan Turunan UU HPP

Pengusaha mendorong pemerintah agar segera merilis aturan turunan dari UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hingga hari ini, baru ada 1 aturan pelaksana yang diterbitkan pemerintah yakni PMK 196/2021 yang memerinci ketentuan PPS.

Komisi Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Fiskal dan Perpajakan Siddhi Widyaprathama mengatakan aturan pelaksana diperlukan untuk mencegah potensi sengketa.

"UU-nya sudah berlaku, ada yang sejak diundangkan, ada yang tahun pajak 2022. Kalau belum ada pengaturan yang jelas ini kami khawatir berpotensi memicu sengketa di kemudian hari karena ada perbedaan interpretasi," ujar Siddhi. (DDTCNews)

PPnBM DTP Mobil

Pemerintah memutuskan untuk kembali memberikan insentif PPnBM DTP khusus untuk mobil seharga Rp250 juta ke bawah atau tipe low cost green car (LCGC) pada 2022.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menilai perpanjangan insentif tersebut akan berdampak pada pencapaian penjualan mobil tahun ini. Menurutnya, dampak positif insentif PPnBM DTP telah terlihat sejak tahun lalu.

"Lihat saja dari angka penjualan sebelum dan sesudah Maret 2021, pengaruh PPnBM DTP sangat besar. Kami telah memberikan masukan-masukan kepada pemerintah melalui Kemenperin," katanya. (DDTCNews/Kontan)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 20 Januari 2022