BURUNG walet banyak ditemukan di pantai dan daerah pemukiman. Binatang ini biasa menghuni gua-gua atau suatu ruang. Seperti yang diketahui, burung walet menghasilkan sarang dari air liurnya.
Sarang burung walet inilah yang banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Saat ini, sarang burung walet juga menjadi komoditas ekspor, memiliki nilai jual yang tinggi, dan pastinya cukup menguntungkan.
Beberapa daerah di Indonesia terkenal sebagai penghasil sarang burung walet. Salah satu daerah tersebut adalah Samuda, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Selain itu, di Kota Kendari sudah terdapat 120 pelaku usaha sarang burung walet.
Dengan banyaknya peminat serta potensi nilai jual yang tinggi, pajak sarang burung walet menjadi salah satu potensi penerimaan pajak daerah yang patut untuk digali. Namun, beberapa daerah mengaku jenis pajak ini sulit untuk dipungut.
Dari sisi pengaturan, bagaimana sebetulnya pemungutan pajak sarang burung walet ini? Merujuk Pasal 2 ayat (2) huruf i Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), pemungutan pajak sarang burung walet menjadi kewenangan pemerintah pajak kabupaten/kota.
Pajak sarang burung walet didefinisikan sebagai pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.
Berdasarkan Pasal 72 ayat (1) UU PDRD, objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Namun, tidak semua pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet menjadi objek pajak.
Sesuai Pasal 72 ayat (2) UU PDRD, terdapat dua kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan yang dikecualikan dari objek pajak sarang burung walet. Pertama, pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua, kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda).
Terkait dengan pengecualian ini, ada pula pemerintah kabupaten/kota pada umumnya mengurangi jenis pengecualian objek pajak sarang burung walet. Misalnya, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Blora hanya mengecualikan pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan PNBP sebagai objek pajak sarang burung walet.
Selanjutnya, orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet ditetapkan menjadi subjek pajak. Sementara wajib pajaknya ialah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.
Dalam pemungutannya, pajak sarang burung walet dikenakan berdasarkan nilai jual sarang burung walet. Nilai jual sarang burung walet tersebut dihitung dengan mengalikan antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet.
Kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet dikenakan pajak dengan tarif paling tinggi sebesar 10%. Namun, besar kecilnya tarif tersebut dapat ditentukan lebih lanjut oleh masing-masing Pemda sepanjang tidak melebihi besaran tarif yang ditetapkan dalam UU PDRD.
Berikut perbandingan tarif pajak sarang burung walet di lima kabupaten/kota.
Berdasarkan tabel di atas, setiap daerah menetapkan besaran pajak yang berbeda. Khusus untuk Kabupaten Berau, besaran tarif ditetapkan berdasarkan alami atau tidaknya sarang burung walet tersebut. Untuk sarang burung alami tarif pajaknya sebesar 10%. Untuk sarang burung walet buatan, tarif pajaknya 7%.
Besaran pokok pajak sarang burung walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak sarang burung walet yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Ketentuan tata cara pemungutan, penagihan, pelaporan, dan penyetoran diatur lebih lanjut oleh masing-masing Perda.
Dalam praktiknya, tidak semua daerah memiliki potensi besar terkait pemungutan pajak sarang burung walet. Terdapat kesulitan tersendiri dalam memungut jenis pajak ini, mulai dari kepatuhan yang minim hingga usaha sarang barang walet yang sering kali merugi. Ada pula daerah yang dalam setahun penerimaan pajaknya dari sektor ini nihil. Simak ‘Cerita Daerah-daerah yang Kesulitan Pungut Objek Pajak ini, Kok bisa?’
Oleh sebab itu, tidak semua kabupaten/kota memungut pajak sarang burung walet. Contohnya, kebijakan pemungutan pajak sarang burung walet tidak diterapkan oleh di Kabupaten Blitar sejak 2017. Pemda Kabupaten Blitar memutuskan untuk menghapus pajak sarang burung walet sebab tidak memberikan kontribusi yang banyak dalam pendapatan daerah.*