JAKARTA, Memasuki pekan kedua Januari 2022, pemerintah mulai menerbitkan ketentuan mengenai perpanjangan/penyetopan sejumlah kebijakan yang sudah berjalan pada 2021 lalu. Salah satunya berkaitan dengan insentif pajak, khususnya bagi sektor yang mendukung penanganan pandemi Covid-19.
Pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa berlaku insentif pajak terhadap barang yang diperlukan dalam penanganan Covid-19. Pemberian insentif ini diatur dalam PMK 226/2021 dengan mempertimbangkan belum usainya pandemi.
Ada 3 fasilitas yang diberikan melalui beleid tersebut. Pertama, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut dan ditanggung pemerintah. Kedua, fasilitas pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor tidak dipungut oleh bank devisa atau Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) pada saat wajib pajak melakukan impor barang.
Ketiga, pengenaan tarif PPh sebesar 0% dan bersifat final atas tambahan penghasilan yang diterima sumber daya manusia di bidang kesehatan. Insentif ini sudah diamanatkan dalam PP 29/2020.
Artikel lengkapnya, baca Sri Mulyani Resmi Perpanjang Insentif Pajak Barang Penanganan Covid-19.
Topik kedua yang menarik minat banyak pembaca berkaitan dengan rencana pemerintah mengintegrasikan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Mulai 2023, administrasi wajib pajak akan menggunakan deret angka NPWP yang berubah menjadi 16 digit.
Bagi wajib pajak orang pribadi WNI, NIK (sudah 16 digit) akan dipakai sebagai NPWP. Sementara untuk wajib pajak orang pribadi WNA, badan, dan instansi pemerintah, NPWP akan diubah dari 15 digit menjadi 16 digit.
Seperti apa implementasinya nanti? Baca Soal NPWP 16 Digit, Dirjen Pajak Minta Perbankan Lakukan Ini.
Topik ketiga berkaitan dengan masih sepinya pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. DJP mencatat, per 13 Januari 2022, baru 495 wajib pajak yang melaporkan SPT Tahunannya. Perinciannya, 150 merupakan SPT badan dan 345 lainnya SPT orang pribadi.
Artikel lengkap, baca 495 Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan, Semuanya Lewat DJP Online.
Selain ketiga topik di atas, masih ada beberapa isu yang banyak diperbincangkan warganet dalam sepekan terakhir. Berikut adalah rangkuman artikel berita terpopuler lainnya yang sayang untuk dilewatkan:
1. Bersiap, Coretax System Mudahkan DJP Akses Data WP & Blokir Rekening
Coretax administration system yang sedang dikembangkan DJP bakal mempermudah otoritas meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan (IBK) kepada perbankan.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Hantriono Joko Susilo mengatakan pihaknya selama ini telah aktif meminta IBK kepada perbankan bila hendak memeriksa atau memblokir rekening wajib pajak. Namun, selama ini permintaan IBK kepada perbankan tersebut masih dilaksanakan secara manual.
"IBK yang dikirim Bapak/Ibu sekalian itu terkait dengan misalnya, kami ingin memblokir rekening wajib pajak, pemeriksaan, penyidikan bukper, itu kami biasanya minta data dari perbankan. Saat ini masih manual, tebar jaring," ujar Hantriono.
Bila sistem inti administrasi perpajakan mulai jalan pada Oktober 2023, maka permintaan dari DJP dan pemberian IBK dari bank dilakukan melalui sistem.
"Tidak ada lagi ngirim surat, semua by system. Kami minta by system, Bapak/Ibu ngirim by system. Ini tentu perlu penyesuaian di sistem Bapak/Ibu sekalian pada 2023," ujar Hantriono.
2. Siap-Siap, Wajib Pajak Bakal Terima Email Blast Lagi dari DJP
DJP akan mengirimkan email blast kepada para wajib pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan email tersebut akan berisi imbauan agar wajib pajak segera menyampaikan SPT Tahunan 2021. DJP akan terus mendorong wajib pajak melaporkan SPT Tahunan lebih awal.
"DJP akan mengirim email blast kepada setiap wajib pajak untuk mengimbau dan mengingatkan wajib pajak agar segera melaporkan SPT Tahunannya," katanya.
UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Sementara pada SPT Tahunan wajib pajak badan, pelaporannya dilakukan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
3. Simak! WP Orang Pribadi dengan Kriteria Ini Tidak Wajib Lapor SPT
Wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan tertentu tidak diwajibkan untuk menyampaikan SPT PPh.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, terdapat 2 jenis wajib pajak orang pribadi yang dapat dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT pajak penghasilan.
Wajib pajak dengan penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT tersebut antara lain wajib pajak orang pribadi yang dalam 1 tahun pajak menerima penghasilan neto tidak lebih dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
"Wajib pajak seperti dimaksud pada ayat (2) huruf a, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi," bunyi Pasal 18 ayat (3) PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 18/2021, Selasa (11/1/2022).
Selain wajib pajak yang penghasilannya tidak mencapai PTKP, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas juga dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
4. WP Non-Peserta Tax Amnesty Baru Bisa Ikut PAS Final Mulai Juli 2022
Wajib pajak yang tidak mengikuti program tax amnesty pada 2016 tidak bisa ikut serta dalam kebijakan I program pengungkapan sukarela (PPS).
Meski demikian, wajib pajak yang dimaksud dapat mengikuti PAS Final dan membayar PPh final sesuai dengan PP 36/2017 setelah periode PPS berakhir.
"Jika ingin mengikuti PAS Final, bisa dilakukan setelah program PPS berakhir ya, yaitu setelah 30 Juni 2022," tulis @kring_pajak.
Sebagaimana diatur pada PP 36/2017, tarif PPh final yang dikenakan adalah sebesar 12,5% hingga 30%. Bagi wajib pajak orang pribadi, tarif PPh final adalah sebesar 30%.
Bagi wajib pajak badan, tarif PPh final ditetapkan sebesar 25%. Khusus bagi wajib pajak tertentu, tarif PPh final pada kebijakan PAS Final hanya sebesar 12,5%.
Wajib pajak tertentu yang dimaksud pada PP 36/2017 adalah wajib pajak dengan penghasilan bruto dari usaha atau pekerjaan bebas tidak lebih dari Rp4,8 miliar dan wajib pajak karyawan dengan penghasilan maksimal Rp632 juta.
5. Debat Pajak: Setuju Sidang Online Pengadilan Pajak? Tulis Komentar, Rebut Hadiahnya
DDTCNews kembali mengadakan debat pajak bagi pembaca. Anda bisa memberikan pendapat dan raih hadiahnya.
Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Rabu, 19 Januari 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 21 Januari 2022. Untuk informasi dan ikut serta, klik tautan di atas.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 15 Januari 2022