JAKARTA, Kepala kantor pelayanan pajak (KPP) berwenang membatalkan penerbitan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK). Kewenangan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (17/5/2022).
Untuk pengawasan, kepala KPP berwenang melaksanakan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (P2DK) dengan penerbitan SP2DK melalui sistem informasi pengawasan dan ditandatangani kepala KPP. Namun, kepala KPP juga berwenang melakukan pembatalan penerbitan.
“Pembatalan penerbitan SP2DK … dilaksanakan sesuai tata cara pembatalan penerbitan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf PP,” demikian bunyi penggalan bagian SE-05/PJ/2022.
Pembatalan penerbitan SP2DK dituangkan dalam Berita Acara Perubahan, yang disusun melalui sistem informasi pengawasan sesuai contoh formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf KK surat edaran tersebut.
Selain mengenai pembatalan penerbitan SP2DK, ada pula bahasan terkait dengan perhitungan potensi pajak atas belanja daerah yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) Untuk menguji dan mengawasi pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak atas belanja daerah.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pembatalan Penerbitan SP2DK
Pembatalan penerbitan SP2DK dilakukan jika diketahui atau ditemukan beberapa kondisi. Pertama, setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada wajib pajak, diketahui/ditemukan kesalahan penulisan dan/atau kesalahan perekaman/pemilihan yang bersifat administratif.
Kesalahan itu diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan NPWP, nama wajib pajak, jenis pajak, masa pajak/tahun pajak/bagian tahun pajak, atau kesalahan administratif lainnya.
Kedua, setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada wajib pajak, diketahui/ditemukan bahwa terhadap wajib pajak diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan/Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan/Surat Perintah Penyidikan.
Beberapa surat tersebut diterbitkan atas jenis pajak dan masa pajak/tahun pajak/bagian tahun pajak yang meliputi atau sama dengan jenis pajak dan masa pajak/tahun pajak/bagian tahun pajak yang dilakukan kegiatan P2DK.
Ketiga, setelah SP2DK diterbitkan, tetapi belum disampaikan kepada wajib pajak, diketahui atau ditemukan data dan/atau keterangan dalam sistem informasi pengawasan yang belum termasuk dalam kertas kerja penelitian (KKPt) dan laporan hasil penelitian (LHPt) yang menjadi dasar penerbitan SP2DK.
Keempat, setelah SP2DK diterbitkan dan disampaikan kepada wajib pajak, tetapi belum dilakukan penyusunan LHP2DK, diketahui atau ditemukan kesalahan penulisan dan/atau kesalahan perekaman/pemilihan yang bersifat administratif.
Kesalahan itu diakibatkan oleh kesalahan yang bersifat manusiawi (human error), seperti kesalahan NPWP, nama wajib pajak, jenis pajak, masa pajak/tahun pajak/bagian tahun pajak, atau kesalahan administratif lainnya.
Kesalahan tersebut diketahui atau ditemukan baik oleh pegawai KPP yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan/tim pengawasan perpajakan maupun oleh wajib pajak. Selain itu, kesalahan tersebut dapat mengganggu pelaksanaan P2DK. (DDTCNews)
Perhitungan Potensi Pajak Belanja Daerah
Sesuai dengan PER-19/PJ/2021, perhitungan potensi pajak atas belanja daerah dilakukan menggunakan persentase penerimaan terhadap belanja daerah tahun sebelumnya serta memperhatikan belanja daerah tahun berjalan.
“Perhitungan potensi pajak … dilakukan paling lambat akhir bulan Januari tahun berjalan,” demikian penggalan bunyi Pasal 2 ayat (4) PER-19/PJ/2021. Simak pula ‘Ketidaksesuaian Penyetoran Pajak Belanja Daerah, KPP Bisa Minta Ini’. (DDTCNews)
Kenaikan Tarif PPN
Kementerian dan lembaga (K/L) diminta untuk memperhatikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% dalam menyusun belanja K/L pada RAPBN 2023.
Merujuk pada surat bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan perihal pagu indikatif belanja K/L 2023, setiap K/L diminta untuk memenuhi dan mengoptimalkan dampak dari kenaikan tarif PPN sesuai dengan pagu belanjanya masing-masing.
"Dalam rangka pelaksanaan amanat UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dampak kenaikan PPN 1% menjadi 11% agar dipenuhi atau dioptimalkan dari pagu belanja pada masing-masing K/L," bunyi lampiran II surat bersama tersebut. (DDTCNews)
Evaluasi Aturan Pajak Barang Impor Kiriman
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan pemerintah bakal mengevaluasi implementasi PMK 199/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Barang Impor Kiriman bersama Kementerian Keuangan.
Teten mengatakan perubahan ketentuan kepabeanan barang impor kiriman dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk lokal di dalam negeri. Namun, ia juga mengakui ketentuan tersebut turut memengaruhi model bisnis pelaku usaha, termasuk UMKM, di wilayah Batam yang berstatus kawasan bebas.
"Memang kami sedang membahas dengan Kementerian Keuangan," katanya. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 17 Mei 2022