JAKARTA, Saat pembuatan faktur pajak menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (8/4/2022). Apalagi, Ditjen Pajak (DJP) baru saja melakukan simplikasi sejumlah peraturan tentang faktur pajak ke dalam PER-03/PJ/2022.
Dalam Pasal 2 ayat (1) PER-03/PJ/2022 disebutkan pengusaha kena pajak (PKP) yang menyerahkan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terutang dan membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN.
“Faktur pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik,” bunyi Pasal 2 ayat (3) peraturan yang berlaku mulai 1 April 2022 tersebut.
Pasal 3 ayat (2) PER-03/PJ/2022 memerinci ketentuan waktu pembuatan faktur pajak. Pertama, saat penyerahan BKP dan/atau JKP. Kedua, saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP.
Ketiga, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Keempat, saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP. Kelima, saat lain yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
Saat penyerahan BKP dan/atau JKP serta saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dengan berlakunya PER-03/PJ/2022, sejumlah peraturan dan keputusan direktur jenderal pajak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pertama, PER-58/PJ/2010. Kedua, PER-24/PJ/2012 s.t.d.t.d PER-04/PJ/2020. Ketiga, PER-16/PJ/2014 s.t.d.t.d PER-10/PJ/2020. Kelima, KEP-754/PJ/2001.
Selain mengenai saat pembuatan faktur pajak, ada pula bahasan terkait dengan pengenaan pajak atas transaksi aset kripto. Kemudian, ada pula bahasan tentang sejumlah kebijakan PPN yang masuk dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Faktur Pajak Gabungan
Sesuai dengan ketentuan dalam PER-03/PJ/2022, ketentuan mengenai saat pembuatan faktur pajak dalam Pasal 3 ayat (2) PER-03/PJ/2022 dikecualikan untuk pengusaha kena pajak (PKP) yang membuat faktur pajak gabungan.
Sesuai dengan Pasal 4, PKP dapat membuat 1 faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP yang sama selama 1 bulan kalender. Faktur pajak ini disebut faktur pajak gabungan.
Dengan faktur pajak gabungan itu, PKP dikecualikan dari ketentuan saat pembuatan faktur yang ada dalam Pasal 3 ayat (2). Simak ‘PKP Bisa Buat Faktur Pajak Gabungan, Begini Ketentuannya’. (DDTCNews)
Kewajiban Pembuatan Faktur Pajak
PKP wajib membuat faktur pajak tersebut untuk sejumlah kegiatan. Pertama, setiap penyerahan BKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU PPN. Kedua, setiap penyerahan JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN.
Ketiga, ekspor BKP berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN. Keempat, setiap ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPN. Kelima, setiap ekspor JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN. Simak pula ‘E-Faktur Tidak Dapat Persetujuan DJP? Bukan Merupakan Faktur Pajak’. (DDTCNews)
Aplikasi e-Faktur 3.2
Pranata Komputer Direktorat Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK) DJP Mahfuz mengatakan wajib pajak bisa meminta bantuan kantor pelayanan pajak (KPP) terdaftar untuk meng-install aplikasi e-faktur 3.2.
"Sebelum 1 April 2022 kami sudah memberikan informasi ke rekan-rekan penyuluh dan account representative (AR) sehubungan dari KPP di unit kerja, memiliki installer-nya, Jadi kalau misalnya gagal mengunduh di e-nofa, kawan pajak bisa meminta installer-nya ke penyuluh KPP terdaftar," katanya. (DDTCNews)
Pemungutan Pajak Transaksi Aset Kripto
Para exchanger aset kripto diharapkan dapat menyesuaikan sistem administrasi dan infrastrukturnya seiring dengan berlakunya PMK 68/2022 pada 1 Mei 2022.
Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan mulai 1 Mei 2022, terdapat proses bisnis baru yang harus dilakukan oleh para exchanger, yakni memungut pajak atas transaksi.
Setelah melakukan pemungutan pajak, baik PPN maupun PPh Pasal 22 final, exchanger juga memiliki kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajak yang telah dipungut atau dipotong. (DDTCNews)
PPN Produk Digital dalam PMSE
DJP mengingatkan tarif PPN atas produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) naik dari 10% menjadi 11% sebagaimana ketentuan dalam UU HPP.
Kepala Subdirektorat PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan pemerintah mengatur lebih lanjut mekanisme pengenaan PPN PMSE dalam aturan pelaksana UU HPP. Aturan yang dimaksud ialah PMK 60/2022.
"Saat bicara bisnis perkembangan ekonomi mengubah banyak hal dan harus dipahami, DJP berusaha agar bisnis terus berjalan dengan baik tetapi equal treatment [perlu] terjadi," katanya. (DDTCNews)
PPN Elpiji 3 Kg
PPN atas elpiji 3 kg alias gas melon tetap ditanggung oleh pemerintah. Hal tersebut ditegaskan melalui PMK 62/PMK.03/2022. Beleid ini diterbitkan untuk mendukung implementasi UU HPP.
“Atas LPG 3 kg yang mendapatkan subsidi dari pemerintah, itu yang membayar PPN-nya pemerintah. Full PPN-nya dibayar oleh pemerintah sebesar 11% kali nilai subsidinya yang dibayar pemerintah,” ungkap Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Industri DJP Maria Wiwiek Widwijanti. (DDTCNews)
Rekomendasi World Bank
Pemerintah Indonesia masih perlu melanjutkan reformasi pajak, kendati sudah ada berbagai pembaruan peraturan melalui UU HPP. Reformasi pajak diperlukan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menutup celah pajak atau tax gap yang masih lebar.
Hal tersebut disampaikan Bank Dunia melalui publikasi terbarunya, World Bank East Asia and The Pacific Economic Update: April 2022. World Bank memperkirakan potensi pajak Indonesia pada 2018 masih sebesar 16,3% dari PDB. Kala itu, tax gap Indonesia diperkirakan mencapai 6% dari PDB. Melalui UU HPP, penerimaan pajak diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar 0,7% hingga 1,2% dari PDB.
"Masih terdapat tax gap yang signifikan kurang lebih sekitar 5% dari PDB yang perlu ditindaklanjuti dengan reformasi pajak lanjutan," tulis World Bank dalam laporannya. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 8 April 2022