Kenaikan Tarif Cukai Rokok Diputuskan Minggu Depan
BERITA PERPAJAKAN HARI INI

JAKARTA, Pemerintah masih mengkaji kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang berlaku pada tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (2/12/2021).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengumumkan besaran kenaikan tarif cukai rokok pada pekan depan. Pada saat ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah melakukan harmonisasi aturan.

“Nanti kita lihat. Sesudah diharmonisasi, [kenaikan tarif] cukai rokok akan diputus sesudah rapat terbatas (ratas). Ratas di minggu depan,” ujarnya.

Terkait dengan cukai rokok, DDTCNews juga tengah menyelenggarakan Debat berhadiah. Untuk mengikutinya, Anda bisa langsung mengunjungi artikel ‘Peta Jalan Cukai Rokok, Perlukah? Tulis Komentar Anda, Rebut Hadiahnya’.

Selain mengenai cukai rokok, ada pula bahasan tentang keberlanjutan insentif fiskal akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional secara bersyarat. Kemudian, masih ada pula bahasan tentang ketentuan pinjaman yang dapat dibebankan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan variatif. Dia menyebut ada jenis rokok yang mengalami kenaikan tarif cukai single digit dan double digit. Adapun pada tahun ini, rata-rata tarif CHT naik 12,5%

“Masih dikaji. Berdasarkan berbagai usulan mixed. Ada yang double, ada yang single digit,” ujarnya.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan terdapat sejumlah aspek yang perlu dikaji lebih matang. Menurutnya, penetapan kebijakan tarif cukai rokok harus dilakukan secara komprehensif. Dalam pembahasannya, ada sejumlah lembaga dan kementerian teknis yang terlibat. (Kontan/DDTCNews)

Tidak Ada Aturan Turunan yang Dibatalkan

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan seluruh aspek dari UU Cipta Kerja masih tetap berlaku dan bisa diimplementasikan. Untuk itu, dia berharap investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya.

"Dalam proses mengurus investasi, tidak ada 1 hal pun yang menjadi kendala karena tidak ada 1 pasal dan aturan turunan yang dibatalkan. Semua jalan, termasuk OSS dan insentif fiskal," katanya. Simak pula ‘Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Berpotensi Tekan Kinerja Investasi 2022’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Penggunaan EBITDA Lebih Adil

UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas cakupan Pasal 18 ayat (1) UU PPh dengan memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk mengatur batas jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan adalah melalui persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan earning before interest, taxes, depreciation, and amortization (EBITDA).

"DER (debt to equity ratio) sudah tidak terlalu digunakan di banyak negara, yang dianggap lebih fair adalah menggunakan EBITDA," ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama. (DDTCNews)

Presidensi G-20

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut ada 3 fokus yang diusung Indonesia dalam perannya di Presidensi G-20. Ketiga fokus tersebut meliputi penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, serta transisi menuju energi berkelanjutan.

"Indonesia akan terus mendorong negara-negara G-20 membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan untuk memastikan masyarakat dunia dapat merasakan dampak positif dari kerja sama ini," katanya dalam G-20 Indonesia Presidency 2022 Opening Ceremony. (DDTCNews)

Insentif Pajak

Assistant Manager DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah mengatakan insentif pajak masih memiliki peran penting dan dibutuhkan masyarakat. Pemulihan kondisi ekonomi tidak serta merta membuat pemberian insentif pajak harus dihentikan.

“Insentif pajak tetap perlu untuk diberikan, tetapi dengan tujuan yang berbeda. Jika sebelumnya fokus insentif pajak adalah untuk menyelamatkan basis pajak, kini fokus insentif pajak juga harus mendorong gairah ekonomi ke depannya,” jelasnya. Simak Fokus Pilih-Pilih Sektor Penerima Insentif Pajak.