Ketentuan Larangan dan Pidana dalam UU Bea Meterai
BEA METERAI (8)

SELAIN mengatur mengenai cakupan, jenis, dan tarif bea materai, Undang-Undang No. 10/2020 tentang Bea Materai (UU Bea Meterai) juga menetapkan ketentuan mengenai larangan dan pidana. Ketentuan tersebut mengikat setiap subjek yang diatur dalam undang-undang ini.

Larangan dan pidana yang diatur tidak hanya berlaku terhadap pihak-pihak yang terutang atas bea meterai saja, tetapi juga terhadap pejabat pemungut bea meterai. Namun, ketentuan yang berlaku terhadap kedua subjek tersebut berbeda sesuai dengan kewajiban mereka masing-masing yang diatur dalam UU Bea Meterai. 

Larangan Bagi Pejabat
TERUNTUK pejabat yang berwenang dalam pemungutan bea meterai, secara khusus diatur ketentuan mengenai larangan yang berlaku bagi mereka dalam Pasal 21 UU Bea Meterai. Berdasarkan pasal tersebut, ditetapkan bahwa bagi pejabat yang berwenang dalam pemungutan bea meterai, dilarang untuk menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar.

Ketentuan ini dimaksudkan agar setiap pejabat dalam menjalankan tugas atau fungsi jabatannya, dapat memberi kepastian bahwa bea meterai yang terutang atas suatu dokumen telah dibayar lunas atau belum. Selain itu, pejabat yang berwenang juga dilarang untuk melekatkan dokumen yang dimaksud pada dokumen lain yang berkaitan.

Pasal 21 UU Bea Meterai juga menetapkan larangan bagi pajabat yang berwenang dalam pemungutan bea meterai untuk membuat salinan, tembusan, rangkap, atau petikan; dan memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang dimaksud.

Pejabat berwenang yang dimaksud meliputi hakim, panitera, jurusita, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, pegawai aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara.

Apabila seorang pejabat yang berwenang terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan di atas maka pejabat tersebut akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah segala peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin dan kewajiban atau larangan pegawai aparatur sipil negara, pejabat negara, atau pejabat umum lainnya.

Ketentuan Pidana
SELANJUTNYA, Pasal 24 UU Bea Meterai menetapkan ketentuan pidana yang berlaku terhadap setiap orang. Hal-hal yang dilarang adalah meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai meterai tersebut.

Selain itu, setiap orang dilarang untuk membuat meterai dengan menggunakan cap asli dengan cara melawan hukum, termasuk membuat meterai elektronik dan meterai dalam bentuk lain.

Bila seorang penanggung utang bea meterai terbukti melakukan salah satu dari dua tindakan yang dimaksud maka dapat diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Selain dua larangan tersebut, Pasal 25 UU Bea Meterai menetapkan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta bagi setiap orang yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan meterai yang dipalsukan (atau dibuat dengan cara lain yang melawan hukum) ke wilayah Indonesia.

Ancaman pidana tersebut juga berlaku terhadap orang yang melakukan tindakan serupa dengan barang yang telah dibumbuhi meterai tersebut.

Terakhir, Pasal 26 UU Bea Meterai juga menetapkan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak Rp200 juta bagi setiap orang yang menghilangkan tanda yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa meterai tersebut tidak dapat dipakai lagi dan kemudian menggunakannya atau meminta orang lain untuk menggunakan lagi meterai tersebut.

Ancaman pidana yang sama juga berlaku bagi setiap orang yang menghilangkan tanda tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya meterai yang telah dipakai; atau memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukan meterai yang dimaksud ke wilayah Indonesia.