PEMERINTAH daerah provinsi memiliki kewenangan untuk memungut lima jenis pajak daerah. Salah satunya ialah pajak air permukaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Dalam artikel ini akan dibahas ketentuan pemungutan pajak air permukaan ini.
Merujuk pada Pasal 1 angka 17 UU PDRD, pajak air permukaan dapat diartikan sebagai pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat dapat dikategorikan sebagai air permukaan.
Objek pajak air permukaan ialah pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Terdapat dua hal yang dikecualikan dari objek pajak, yaitu:
Pihak yang menjadi subjek pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Adapun wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.
Dalam penghitungan pajak air permukaan, nilai perolehan air permukaan menjadi dasar pengenaan pajak. Nilai perolehan air permukaan yang dimaksud dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor tertentu.
Adapun faktor-faktor yang dimaksud antara lain: jenis sumber air; lokasi sumber air; tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air; volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan; kualitas air; luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air; dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oeh pengambiln dan/atau pemanfaatan air.
Penggunaan faktor-faktor tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Besaran nilai perolehan air permukaan akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan gubernur.
Berdasarkan Pasal 24 UU PDRD, besaran tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Tarif pajak ini akan ditentukan lebih detail oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan potensi pajak yang dimilikinya. Namun, mayoritas pemerintah daerah memilih untuk menetapkan tarif paling tinggi untuk pajak air permukaan.
Sebagai catatan, dalam menentukan tarif tersebut, pemerintah daerah provinsi tidak boleh melebihi batas maksimum tarif yang telah ditentukan dalam UU PDRD. Apabila terdapat daerah yang memugut pajak air permukaan melebihi 10%, peraturan daerah bertentangan dengan undang-undang. Dalam hal terjadi pertentangan, UU PDRD sebagai peraturan yang lebih tinggi harus mengesampingkan peraturan daerah.
Pajak air permukaan terutang saat diterbitkan surat ketetapan pajak daerah (SKPD). Besaran pajak air permukaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif tersebut dengan dasar pengenaan pajaknya.
Pajak air permukaan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada. Perihal jatuh tempo pembayaran, jangka waktu penerbitan SKPD, dan masa pajaknya juga akan diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah.*