Konsep Umum Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
KELAS PPN

PAJAK Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak yang dirancang dengan baik (Stuart Adam et al, 2011),  Oleh karena itu, penghitungan besarnya PPN terutang sudah memiliki cara yang sistematis.

PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan PPN yang berlaku di masing-masing negara.

Terdapat dua komponen yang penting untuk di pahami dalam menentukan besarnya PPN terutang atas suatu transaksi, yaitu tarif PPN dan DPP PPN sebagaimana dijelaskan oleh Doesum, Kesteren, dan Norden (2016):

With a consumption tax, such as EU VAT, the taxable amount is a key element, because in the end it is decisive − together with the applicable VAT rate − in determining the tax burden on private consumption.

Dalam literatur berbahasa Inggris, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk merujuk pada istilah DPP PPN, antara lain valuevalue of supply, value of a taxable supplytaxable basisatau taxable amount. Meskipun berbeda-beda, pengertian dari istilah ini tetaplah sama, yaitu dasar pengenaan PPN yang terutang.

Oleh karena perannya yang signifikan dalam menentukan besarnya PPN terutang, sangat penting untuk mengetahui apa saja yang menjadi komponen penentu DPP PPN sehingga besarnya PPN terutang atas suatu transaksi dapat dipastikan secara benar. Ini sebagaimana dinyatakan oleh CA Arpit Haldia (2017):

“Value of supply is the figure upon which tax is levied and collected. What forms part of the value and what does not form part of the value of supply is required to be ascertained for correct levy of tax.”

Umumnya, DPP PPN diartikan sebagai harga yang dibebankan oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa atas penyerahan yang dilakukannya. Atau dengan kata lain, DPP PPN adalah harga barang dan/atau jasa yang diserahkan.

Contoh sederhananya, apabila A menjual barang kepada B seharga 50, DPP PPN atas transaksi ini adalah sebesar 50 sehingga PPN terutang dapat diketahui dengan mengalikan DPP PPN sebesar 50 tersebut dengan tarif PPN yang berlaku (Alan Schenk dan Oliver Oldman, 2007).

Lebih lanjut, menurut Schenk dan Oldman (2007), DPP PPN adalah jumlah uang dan nilai pasar wajar sebagai nilai (consideration) yang diterima atas suatu transaksi. Pada umumnya, ketentuan PPN di setiap negara mempunyai aturan khusus yang digunakan untuk menentukan DPP PPN atas transaksi tertentu.

Aturan umum dalam menentukan besarnya DPP PPN adalah dengan menghitung secara keseluruhan pembayaran atau nilai yang diterima oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa atau pihak yang berhak menerimanya sebagai hasil dari penyerahan yang terjadi. Atau dengan kata lain, DPP PPN ditentukan berdasarkan nilai realisasi yang sebenarnya (David William, 1996).

Ketentuan PPN untuk negara anggota Uni Eropa, yaitu VAT Directive mengatur secara khusus mengenai pengertian DPP PPN. Dalam VAT Directive, DPP PPN meliputi segala komponen yang merupakan nilai yang diperoleh atau seharusnya diperoleh oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa, yang berasal dari konsumen atau pihak ketiga, sebagai imbalan atas penyerahan yang terjadi. Termasuk juga dalam DPP adalah subsidi yang terkait langsung dengan harga dari barang dan/atau jasa yang diserahkan (Antonio Calisto Pato dan Marlon Marques, 2014).

Dalam nilai tersebut, harus pula dimasukkan beberapa komponen berikut:

  1. pajak, bea masuk, retribusi dan biaya, tidak termasuk PPN terutang itu sendiri;
  2. biaya komisi, biaya pengepakan, biaya transportasi dan asuransi, yang dikenakan kepada konsumen oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa.

Atau dengan kata lain, besarnya DPP PPN menurut VAT Directive adalah jumlah total dari nilai yang diperoleh atau seharusnya diperoleh oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa beserta komponen-komponen lainnya seperti tersebut di atas. Namun, perlu diperhatikan bahwa PPN itu sendiri tidak pernah menjadi bagian dari DPP PPN.

Di sisi lain, penentuan besarnya DPP PPN dalam VAT Directive harus “bersih” dari komponen-komponen berikut:

  1. pengurangan harga dengan cara memberikan potongan harga (diskon) atas pelunasan pembayaran yang dilakukan lebih awal (lihat Alan A. Tait, 1988);
  2. potongan harga dan rabat yang diberikan kepada konsumen dan diterima oleh konsumen pada saat terjadinya penyerahan;
  3. jumlah yang diterima oleh PKP dari konsumen sebagai pembayaran kembali atas pengeluaran yang terjadi atas nama konsumen dan pengeluaran tersebut masuk dalam pembukuan dari konsumen tersebut (disbursements).

Umumnya, harga jual suatu barang atau jasa merupakan DPP PPN. Apabila harga jual tidak disebut secara spesifik sehingga pembayaran atas suatu penyerahan dilakukan dalam nilai tertentu maka besarnya DPP PPN seharusnya mengacu pada nilai yang sebenarnya diterima oleh pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa tersebut.

Selanjutnya, VAT Directive juga mengatur bahwa DPP PPN harus dinyatakan dalam bentuk uang. Oleh karena itu, apabila pembayaran atas suatu barang dan/atau jasa secara keseluruhan atau sebagian dilakukan dalam bentuk natura, nilai atas natura tersebut tetap harus dinyatakan dalam bentuk uang.

Adanya situasi seperti tersebut menyebabkan sistem PPN harus dapat menyediakan sarana atau panduan yang jelas untuk menentukan besarnya DPP untuk transaksi yang memiliki kondisi tertentu. Misalnya dalam transaksi barter yang dilakukan tanpa melibatkan uang.

Mengacu pada keputusan ECJ dalam kasus Empire Store, DPP PPN atas transaksi barter harus dinyatakan dalam bentuk uang dan dihitung berdasarkan harga dari barang yang dibarter apabila barang tersebut diperjualbelikan (Sebastian Pfeiffer, 2016).

Dalam menentukan besarnya DPP PPN, VAT Directive memperbolehkan negara anggota Uni Eropa untuk menetapkan DPP PPN yang lebih rendah atas penyerahan barang bekas, karya seni, dan barang-barang antik atau koleksi. Aturan ini berlaku sampai dewan Uni Eropa telah menerapkan sistem PPN yang berlaku secara umum untuk jenis-jenis barang di atas (Ben Terra,1988).