Mekanisme Pemberhentian Hakim Pengadilan Pajak
PENGADILAN PAJAK (4)

SEPERTI yang telah diulas dalam artikel kelas pajak sebelumnya, kewenangan pengangkatan jabatan hakim berada di tangan presiden. Oleh sebab itu, mekanisme pemberhentian jabatannya juga menjadi kewenangan presiden.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak, pemberhentian hakim pengadilan pajak dapat dilakukan dengan dua acara, yaitu pemberhentian secara hormat dan pemberhentian secara tidak hormat. Kedua cara pemberhentian tersebut dijalankan berdasarkan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh hakim.

Pemberhentian Secara Hormat

PEMBERHENTIAN hakim secara hormat dari jabatannya dilakukan oleh presiden atas usul menteri keuangan setelah memperoleh persetujuan ketua mahkamah agung. Beberapa alasan pemberhentian hakim yang tertuang dalam Pasal 13 UU No. 14/2002, antara lain:

  1. permintaan sendiri;
  2. sakit jasmani dan rohani terus menerus. Sakit jasmani dan rohani terus-menerus adalah sakit yang menyebabkan penderita ternyata tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik;
  3. telah berumur 65 tahun;
  4. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugas;
  5. tenaganya dibutuhkan oleh negara untuk menjalankan tugas negara lainnya;
  6. meninggal dunia; dan
  7. dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan keputusan presiden.

Pemberhentian Secara Tidak Hormat

SEORANG hakim pengadilan pajak juga dapat diberhentikan secara tidak hormat. Pemberhentian secara tidak hormat menjadi kewenangan oleh presiden atas usul menteri keuangan. Hal tersebut baru bisa dilakukan setelah adanya persetujuan ketua mahkamah agung.

Berdasarkan Pasal 14 UU No. 14/2002, setidaknya terdapat lima alasan pemberhentian secara tidak hormat. Pertama, dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan. Maksud dipidana dalam hal ini ialah apabila hakim dipidana penjara paling singkat tiga bulan.

Kedua, melakukan perbuatan tercela. Tindakan perbuatan tercela terjadi apabila hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan pajak merendahkan martabat hakim.

Ketiga, terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Keempat, melanggar sumpah/janji jabatan. Kelima, melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 14/2002 terkait rangkap jabatan.

Mekanisme pemberhentian hakim secara tidak hormat diawali dengan pemberhentian sementara. Sama dengan yang telah dijelaskan di atas, pemberhentian sementara juga dilakukan oleh presiden atas usulan menteri keuangan dan dengan persetujuan ketua mahkamah agung. Seorang hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai negeri.

Status pemberhentian sementara ini dilakukan terhadap dua keadaan. Pertama, apabila dikeluarkan surat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, maka hakim dimaksud diberhentikan sementara terlebih dahulu dari jabatannya. Lebih lanjut, jika hakim tidak terbukti melakukan tindak pidana maka hakim tersebut dikembalikan ke jabatan semula.

Kedua, apabila hakim dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan maka hakim diberhentikan sementara dari jabatannya. Namun, jika tuntutan pidana terhadap hakim tidak terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, hakim tersebut dikembalikan ke jabatan semula.

Penangkapan ataupun penahanan hakim hanya dapat dilakukan atas perintah jaksa agung setelah mendapat persetujuan presiden. Pengecualian atas hal tersebut adalah apabila hakim tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan dan disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

Pelaksanaan penangkapan atau penahanan paling lambat dilakukan dalam waktu 2×24 jam harus sudah dilaporkan hasilnya kepada ketua mahkamah agung. Usulan pemberhentian secara hormat maupun tidak hormat di atas diajukan setelah hakim yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan majelis kehormatan hakim.