Menyiapkan Pahlawan Pajak Masa Depan

Pajak bertutur sudah mendapat tempat di lingkungan perguruan tinggi. Tahun ini DJP merengkuh pelajar pendidikan menegah dan dasar.

Bulan ini, masih dalam hangatnya atmosfer Hari Pahlawan 10 November, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menggaungkan Inklusi Kesadaran Pajak untuk pelajar dan mahasiswa. Sejumlah acara bertema pajak dihelat di lingkungan unit vertikal institusi yang bertanggung jawab mengumpulkan penerimaan negara ini. Ada lomba cipta lagu bertema pajak, bedah buku perpajakan, lomba menulis, kunjungan ke galeri DJP yang melibatkan beberapa sekolah. Acara itu juga sebagai bentuk komitmen dan konsistensi DJP dalam menjalankan program inklusi kesadaran pajak dalam pendidikan yang sudah dirintis sejak 2014 dan dicanangkan serentak tahun lalu.

Tahun lalu, inklusi kesadaran pajak lebih difokuskan di kalangan perguruan tinggi, bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti). Inklusi kesadaran pajak dilakukan melalui kegiatan pembelajaran dan kegiatan kemahasiswaan, dan diintegrasikan dengan Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) di Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Agama. Satu tahun berjalan, program ini mendapatkan sambutan positif, baik dari mahasiswa, dosen, maupun lembaga perguruan tinggi.

Ketua Bidang Pendidikan dan Pengembangan Tax Center Universitas Kristen Indonesia (UKI) Posma Sariguna Hutasoit, mengaku, sejak berjalannya inklusi kesadaran pajak di perguruan tinggi, dosen dan mahasiswa menaruh perhatian lebih di bidang perpajakan. Jika sebelumnya isu pajak masih dianggap sambil lalu, kini menurut Posma banyak di antara dosen dan mahasiswa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi dengan pajak. Untuk mengakomodasi rasa ingin tahu itu, menurut Posma, UKI selalu rutin melakukan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bertema pajak di kampus. Kegiatan lainnya adalah seminar atau kuliah umum perpajakan. Kampus juga berusaha mengenalkan pajak dengan mengajak mahasiswa melakukan PKM di sekolah menengah atas di daerah Bogor.

Petrus Suwardi Mon, Mahasiswa UKI Program Studi Perpajakan, dan Lusiana mahasiswi Universitas Bina Nusantara adalah contoh mahasiswa mahasiswi yang merasa beruntung dengan kehadiran inklusi kesadaran pajak yang diwujudkan melalui Pajak Bertutur di kampus mereka. Mereka menganggap, Pajak Bertutur membuat mereka mendapatkan wawasan tentang pajak sejak dini.

“Jika generasi muda paham esensi dan makna beragama, mereka tahu akan tanggung jawab mereka kepada negara.”

Merambah ke pelajar

Kasubdit Penyuluhan Perpajakan Aan Almaidah Anwar, mengatakan, jika tahun lalu porsi inklusi kesadaran pajak lebih besar ke perguruan tinggi, tahun ini DJP akan memperluas jangkauannya ke lembaga pendidikan dasar dan menengah. Untuk menyukseskan program ini DJP akan menggandeng banyak kementerian dan lembaga, di luar Kemenristekdikti dan Kemendikbud yang sudah menjadi mitra. Mereka adalah Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Kedua kementerian itu dinilai penting dalam upaya membangun karakter putra putri calon pemimpin bangsa.

“Jika generasi muda paham esensi dan makna beragama, mereka tahu akan tanggung jawab mereka kepada negara. Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab membina karakter calon pemimpin bangsa, sehingga mereka bisa menjadi role model bagi generasi selanjutnya,” tutur Aan Almaidah.

Upaya DJP itu pun mendapat dukungan dari Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (ATPETSI). Saat ini ada 199 Tax Center yang tersebar di perguruan tinggi seluruh Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk program edukasi perpajakan. Menurut Ketua ATPETSI Darussalam, saat ini salah satu agenda otoritas pajak di negara berkembang adalah mengubah lanskap perpajakan dengan menekankan program edukasi.

Sementara itu Direktur pembelajaran Ditjen Belmawa Kemenristekdikti Paristiyanti Nurwardani mengingatkan agar DJP juga segera melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program yang sudah berjalan satu tahun belakangan. Sebab, meski cukup sukses, belum ada instrumen pemantau dan evaluasi yang dijalankan Kemenristekdikti. Ia berharap, bisa melakukan monitoring bersama DJP untuk melakukan perbaikan atau peningkatan kualitas program.

*Tulisan ini pernah dimuat di https://majalahpajak.net/ dan rilis tanggal 22 November 2018